Soal RUU Pemilu, Istana bantah mau jegal Prabowo di Pilpres 2019
Pihak Istana Kepresidenan membantah tudingan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menyebut pemerintah ingin menjegal pencalonan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Tudingan itu didasari atas ngototnya pemerintah ingin presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden tetap 20/25 persen.
Pihak Istana Kepresidenan membantah tudingan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menyebut pemerintah ingin menjegal pencalonan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Tudingan itu didasari atas ngototnya pemerintah ingin presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden tetap 20/25 persen.
"Tidak benar itu," kata Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (17/7).
Johan mengatakan presidential threshold harus atas persetujuan antara pemerintah dengan DPR. Oleh sebab itu, dia mengatakan, pemerintah tak bisa memutuskan sendiri terkait presidential threshold yang menjadi isu paling krusial dalam RUU Pemilu tersebut.
"Tuduhan itu berdasarkan apa? Kan ini masih dibahas di DPR kan. Jadi tergantung kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR. Terlalu jauh itu mah," tegasnya.
Johan enggan menjelaskan terkait alasan pemerintah yang ngotot ingin agar presidential threshold 20/25 persen. "Kalau itu tanya ke Mendagri," ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden bukan untuk menciptakan calon tunggal. Pemerintah bersikukuh ambang batas presiden tetap 20-25 persen pada Pemilu 2019. Tjahjo mencontohkan Pemilihan Presiden sebelumnya juga menerapkan ambang batas 20 persen. Namun, kala itu, tak ada calon tunggal.
"Lihat saja, dua kali Pilpres, 20 dan 25 (persen). Yang pertama, lima pasang calon. Yang kedua, dari harusnya empat jadi dua. Karena Undang-Undang Dasar katakan partai politik atau gabungan partai politik yang punya kewenangan mencalonkan calon presiden dan cawapres," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7).
Menurut Tjahjo, pihak yang menuding pemerintah ingin menciptakan calon tunggal tak memiliki bukti. Dia mengatakan, ambang batas 20-25 persen bertujuan untuk menciptakan sistem presidensil yang kuat.
"Jadi kalau ada politisi, ada yg katakan 20 dan 25 persen itu kepentingan pemerintah untuk calon tunggal, buktinya enggak ada kok. Udah diatur di UU yang baru bahwa tak akan mungkin ada calon tunggal. Ini kan agar memperkuat sistem pemerintahan presidensil. Itu aja," ujarnya.
Bekas sekjen PDI Perjuangan itu menambahkan, pada Pemilihan Presiden dua kali sebelumnya, tak ada yang memprotes ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen tersebut. Apabila keinginan pemerintah terkait ambang batas tak diikuti oleh DPR, maka aturan pemilu 2019 akan kembali ke UU lama. Dia tak masalah bila ada yang mau digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, semua undang-undang memang rawan digugat.
Tjahjo meyakini ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen akan disepakati antara pemerintah dengan DPR. Dia masih yakin tak akan ada voting dalam penetapan RUU yang direncanakan digelar pada 20 Juli tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menuding ada upaya penjegalan oleh pemerintah terhadap Prabowo Subianto untuk maju kembali Pilpres 2019.
"Menurut saya yang ada sekarang itu pemerintah sedang berusaha untuk menjegal Pak Prabowo untuk menjadi calon dan ini tidak masuk akal," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/7).
Fadli menilai presidential threshold sudah tak relevan karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden selanjutnya digelar serentak.
Senada dengan Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra Ahmad Sufmi Dasco mengatakan, pihaknya tetap ingin presidential threshold dihapuskan. Dari rapat fraksi Gerindra di DPR terakhir, keputusan itu sudah bulat dan akan diperjuangkan.
"Kita tetap lakukan lobi-lobi," kata Dasco saat dihubungi merdeka.com, Senin (17/7).
Dasco menilai, Gerindra ingin dihapus bukan karena khawatir tak bisa mencalonkan Prabowo Subianto sebagai capres di Pemilu 2019. Menurut dia, Gerindra juga memikirkan partai lain, khususnya partai baru.
Baca juga:
Pemerintah pastikan PT 20 persen bukan untuk ciptakan calon tunggal
Soal RUU Pemilu, PKB ikut pemerintah atau oposisi? 'Lihat nanti'
Fadli Zon pastikan nasib RUU Pemilu diputuskan 20 Juli 2017
Ketua Pansus RUU Pemilu prediksi Pilpres 2019 ada empat pasang calon
Ketua Pansus sebut opsi kembali ke UU Pemilu lama sudah tertutup
PKB ajak partai pendukung pemerintah pilih paket D di RUU Pemilu
Seskab sebut alotnya RUU Pemilu karena ada kepentingan jangka pendek
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Apa yang menjadi fokus utama Pemilu 2019? Pemilu 2019 ini menjadi salah satu pemilu tersukses dalam sejarah Indonesia.Pemilu ini memiliki tingkat partisipasi pemilih yang sangat tinggi. Joko Widodo dan Ma'ruf Amin berhasil memenangkan pemilu.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.