Sofyan Djalil: Capres Jokowi tidak tersandera politik balas budi
"Jokowi saya lihat bisa memilih menteri yang kompeten untuk membantunya dalam menghadapi tantangan ke depan."
Siapa pun presiden yang terpilih nantinya, akan menghadapi tantangan berat. Tantangan tersebut antara lain adalah defisit APBN dan membengkaknya subsidi BBM. Untuk itu, presiden harus bisa memilih menteri yang punya kapasitas dan tidak tersandera politik balas budi. Demikian pemaparan pengalaman mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil dan Menteri Tenaga Kerja dan Transimgrasi, Erman Suparno di Jakarta, Jumat 20 Juni 2014.
"Agar kita tidak kehilangan momentum, presiden harus mengambil menteri-menteri yang memiliki kompetensi," kata Sofyan. Dia mencontoh Presiden Amerika Serika Ronald Reagan dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Presiden Reagan dianggap presiden paling menonjol di Amerika lantaran bisa memilih para menteri yang kompeten dan menjadi dirijen yang baik. Padahal, dia bekas aktor. Adapun Lula, dianggap Presiden Brasil yang berhasil sepanjang masa meskipun dia tak memiliki gelar sarjana. Kuncinya adalah menjadi manager yang baik dan dibantu oleh menteri yang kompeten.
Sofyan pun mencatat, calon presiden nomor dua Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki tekanan untuk memilih para menterinya. Dia juga tidak tersandera politik balas budi untuk mengangkat menteri dari kalangan partai, tetapi memilih berdasarkan kompetensi. "Jokowi saya lihat bisa memilih menteri yang kompeten untuk membantunya dalam menghadapi tantangan ke depan," papar dia.
Sofyan lantas memberi contoh bagaimana dia memilih direktur utama BUMN berdasarkan kompetensi. Dia tempatkan Ignasius Jonan sebagai Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI). "Jonan berhasil mentransformasi PT KA selama lima tahun ini," tambah dia. Begitu pula ketika memilih Dirut Pelindo II, Sofyan menemukan RJ Lino yang menjadi pengelola pelabuhan kecil di Tiongkok. Tanpa memilih pimpinan berdasarkan kompetensi, kedua BUMN tersebut mungkin tidak akan seperti sekarang.
Hal senada juga dikatakan oleh Erman. "Pemimpin itu tidak perlu berwacana, tetapi langsung action, kata dia. Erman menambahkan, tantangan pimpinan ke depan adalah peningkatan kualitas SDM yang harus dilakukan dengan revolusi mental. (skj)