Orangtua Diharap Mampu Bangun Toleransi Anak Terhadap Alergi Makanan
Dokter anak konsultan alergi imunologi yang juga terhimpun dalam anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Isman Jafar, Sp.A(K) mengimbau agar para orang tua tidak terlalu mengekang anak yang mengidap alergi, khususnya makanan.
Orangtua memiliki peranan yang besar dalam mengatasi alergi yang dimiliki oleh anak mereka. Hal ini termasuk dengan upaya dari orangtua agar anak mampu mengatasi masalah alerginya.
Dokter anak konsultan alergi imunologi yang juga terhimpun dalam anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Isman Jafar, Sp.A(K) mengimbau agar para orang tua tidak terlalu mengekang anak yang mengidap alergi, khususnya makanan.
-
Kenapa penting untuk memperhatikan nutrisi anak yang berpuasa? Anak-anak ini kan sedang pada masa pertumbuhan, jangan sampai berpuasa malah terjadi malnutrisi. Perhatikan kecukupan asupan nutrisi dan cairan tubuh karena anak yang sehat dan anak pasien diabetes kebutuhannya berbeda," katanya.
-
Kenapa nutrisi yang cukup penting untuk rambut anak? Nutrisi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan rambut, termasuk pada anak-anak. Anak-anak membutuhkan asupan protein, vitamin, dan mineral yang cukup untuk pertumbuhan rambut yang sehat.
-
Mengapa penting untuk memberikan nutrisi tepat bagi anak? Untuk mendukung masa tumbuh kembangnya, dan sekaligus meningkatkan kepintaran si kecil, ibu wajib pula memberikan dia berbagai nutrisi yang tepat.
-
Kenapa nutrisi yang tepat penting untuk meningkatkan kecerdasan anak? Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak adalah nutrisi yang tepat.
-
Mengapa nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang anak? Makanan anak memainkan peran yang sangat penting dalam tumbuh kembangnya karena memberikan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
-
Bagaimana cara memastikan anak mendapatkan nutrisi yang cukup? c. Perhatikan Pola Makan Anak Tahukah para orang tua, stunti bisa dipengaruhi oleh masalah pola makan anak. Oleh karena itu, pastikan para orang tua memberikan si kecil makan dengan cara yang tepat. Dengan begitu, anak-anak pun mampu memiliki perilaku atau kebiasaan makan yang baik. Sehingga nantinya kebutuhan asupan nutrisi harian anak dapat terpenuhi dengan baik.
“Itu malah kita jadi merusak hidup seorang anak. Kan anak itu mau coba semua. Kalau ibunya punya pola pikir ‘Jangan, kamu kan alergi. Nggak boleh’. Jadi anaknya mau ini dikekang, mau itu nggak boleh,” ungkap Isman beberapa waktu lalu.
“Padahal yang betul adalah sebelum ada bukti hitam di atas putih (pernyataan dokter) anak itu alergi, itu hanya prasangka saja. Mungkin betul, tapi jangan mengekang anak,” imbuhnya.
Selanjutnya, Isman menjelaskan bahwa alergi terhadap makanan atau food alergy akan meningkat tinggi di usia 1 sampai 2 tahun. Namun, itu tidak berarti ibu melarang anak mengonsumsi makanan tersebut selama-lamanya.
“Jadi kalau misalnya usia di atas 2 tahun itu akan makin berkurang. Dan misalnya kalau sudah 6 sampai 7 tahun ya jangan dilarang-larang juga. Kita biarkan saja anaknya makan makanan tersebut dengan harapan akan timbul toleransi,” kata Isman.
“Nah toleransi ini adalah kebalikan dari alergi. Jadi zat yang tadinya tubuh anggap berbahaya, kita sudah mengenal zat tersebut. Sehingga lama-lama tubuh sudah akrab dengan zat tersebut. Jadi berteman jadinya. Nah itu yang kita harapkan anak-anak akan bisa toleransi,” sambungnya.
Kendati demikian, Isman juga mengingatkan bahaya apabila anak sudah mengalami reaksi anafilaksis. Anafilaksis adalah reaksi alergi berat dan terjadi secara tiba-tiba setelah tubuh terpapar pemicu alergi.
“Tapi ada bahayanya juga. Ketika dikasih misal timbul reaksi anafilaksis. Misal menyerang beberapa anggota tubuh seperti jantung dan lain-lain. Nah itu risiko. Jangan coba-coba. Tapi kalau belum ada bukti pasti, biasa saja. Santai saja,” terangnya.
Di sisi lain, psikolog anak dan parenting coach Irma Gustiana A, S.Psi., M.Psi juga menyampaikan hal serupa. Dia mengimbau agar orang tua tidak memberikan label alergi terhadap anak-anaknya.
“Jangan kasih label. Misalnya ngomong ‘Kamu tuh kan alergian nak’ gitu. Jangan begitu. Karena dia akan sugesti ke dirinya ‘Aku tuh alergian. Aku tuh lemah, aku beda’. Bisa dua yang terjadi. Antara dia nggak pede atau dia bisa jadi sangat membuat itu menjadi alasan,” papar Irma.
“Karena anak itu tricky. Dia bisa memanipulasi itu. Jadi jangan labeling. Tapi dia tetap perlu tahu kondisi dia. Jadi cara komunikasiinnya ‘Kalau makan ini nanti kamu batuk. Kita cari yang lain ya atau kita cari yang rasanya mirip’ gitu,” tandasnya.
(mdk/RWP)