Deretan Sisi Buruk di Balik Sosok Orang yang Dianggap Cerdas
Deretan Sisi buruk di balik sosok orang yang dianggap cerdas. Dalam berbagai penelitian ilmiah, banyak sekali ditemukan koneksi antara kecerdasan dengan beberapa aspek tertentu. Permasalahannya, tak selalu aspek tersebut merupakan aspek yang positif. Justru jika dilihat ternyata banyak negatif dan buruknya.
Meski sulit diukur, kita akan tahu seseorang itu cerdas atau tidak hanya dengan sekali lihat. Tentu kecerdasan tak hanya dimiliki oleh orang yang punya nilai akademik yang sempurna, karena cerdas adalah mampu melakukan dengan baik suatu hal yang sesuai bidang yang dia minati.
Namun berbeda jika menurut sains. Dalam berbagai penelitian ilmiah, banyak sekali ditemukan koneksi antara kecerdasan dengan beberapa aspek tertentu. Permasalahannya, tak selalu aspek tersebut merupakan aspek yang positif. Justru jika dilihat, ternyata banyak negatif dan buruknya.
-
Siapa ilmuwan terbaik di Universitas Gadjah Mada berdasarkan AD Scientific Index 2024? Universitas Gadjah Mada Jumlah ilmuwan dalam indeks : 497Ilmuwan terbaik dalam institusi : Abdul Rohman
-
Di mana daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia ini diumumkan? Peringkat tersebut didasarkan pada analisis dampak sitasi di berbagai disiplin ilmu yang diambil dari database Scopus. Setiap tahun, lembaga ini memilih 100.000 ilmuwan dari seluruh dunia yang aktif di berbagai institusi akademik.
-
Bagaimana AD Scientific Index menentukan peringkat universitas terbaik di Indonesia? AD Scientific Index menggunakan sistem pemeringkatan yang unik dengan menganalisis sebaran ilmuwan dalam suatu institusi menurut persentil 3, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
Jadi mungkin saja jika Anda memiliki beberapa aspek ini di hidup Anda, sebenarnya Anda merupakan orang yang cerdas tanpa Anda sendiri menyadarinya. Jangan merasa tidak cerdas hanya karena Anda dianggap 'negatif' oleh orang di sekitar Anda.
Berikut beberapa sisi buruk di balik sosok orang yang dianggap cerdas.
Mereka tidak bahagia
Anda akan berpikir bahwa seseorang yang cerdas, yang bisa membuat dirinya sukses dalam berbagai hal termasuk karir dan finansial, pasti akan bahagia. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Mereka yang cukup cerdas untuk mencapai tujuan mereka dalam hidup, ternyata tidak bahagia. Hal ini dijelaskan oleh seorang profesor bernama Raj Gunathan dalam bukunya "If you're so smart, why aren't you happy?"
Ada beberapa penyebab hal ini terjadi. Salah satunya adalah biasanya hal yang membuat kita sukses atau punya berbagai kemampuan, adalah hal yang bertentangan dengan kebahagiaan.
Contoh: seseorang yang pandai menyelesaikan masalah dan mampu menyelesaikan berbagai tantangan, adalah orang dengan pemikiran jitu dan cermat, dan memiliki kelebihan dalam analis. Namun hal ini membuatnya jadi 'pemikir' yang berat. Tentu jadi pemikir yang berat tak akan bisa membuat Anda bahagia karena selalu dirundung kecemasan.
Mereka seringkali mengidap penyakit mental
Hubungan antara penyakit mental dan kecerdasan sebenarnya cukup kontroversial. Namun berbagai penelitian ilmiah menunjukkan bahwa dua hal ini cukup berhubungan. Salah satu contohnya adalah bipolarisme, yang menjangkit hanya 2,4 persen dari populasi dunia. Meski hanya sedikit, Vincent Van Gogh, Emily Dickinson, dan banyak sekali seniman yang tentu cerdas, mengalami kondisi ini.
Meskipun tidak ada alasan yang jelas antara hubungan kecerdasan dan bipolarisme, sebuah studi menemukan bahwa sebuah protein spesifik yang ada di otak, yang terkait dengan memori dan rasa ingin tahu, memang terhubung dengan bipolar disorder dan schizophrenia.
Penelitian lain menyebutkan bahwa kemampuan seseorang untuk menyelesaikan soal matematika dan kemampuan untuk menerima informasi secara cepat, memperbesar resiko seseorang mengalami mania. Mania adalah aktivitas psikomotor dan tinggi fokus yang dialami seseorang dengan bipolar disorder.
Mereka sering berkata kotor
Mengumpat atau berkata kotor adalah hal yang tidak baik secara universal. Sudah banyak dikatakan bahwa mengumpat akan membuat kita terlihat tidak berkelas dan bahkan membuat kita dianggap tak kreatif. Namun penelitian ilmiah membuktikan hal yang justru sebaliknya.
Penggunaan umpatan pada percakapan sehari-hari adalah tanda bahwa seseorang tersebut cerdas. Studi bahkan telah membuktikan bahwa 'mulut kotor' tersebut adalah orang yang lebih luwes dalam menyampaikan sesuatu, dan juga punya lebih banyak perbendaharaan kata yang tersimpan di otaknya.
Hal ini diungkapkan oleh Benjamin Bergen, Profesor ilmu kognitif cognitive science dari UC San Diego Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa banyak hal salah kaprah yang kita asumsikan dari mengumpat. Bahkan, bagaimana cara pikiran bekerja, otak bekerja, dan juga bagaimana pola manusia dalam bersosialisasi bisa dilihat hanya dari umpatan. Sang profesor sendiri adalah penulis buku berjudul 'What The F:What Swearing Reveals About Our Language, Our Brains, and Ourselves.'
Dalam risetnya tahun 2014 silam, ia telah membuktikan bahwa seseorang yang sering mengumpat justru punya lebih banyak perbendaharaan kata. Uniknya, hal ini sedikit banyak berhubungan dengan pendidikan tinggi dan rajinnya seseorang membaca literatur. Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Language Sciences.
Selain itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa makin kita percaya diri untuk menggunakan kata-kata umpatan, makin terartikulasi dengan baik kita dalam berkomunikasi.
Sebuah penelitian meminta relawannya untuk mengatakan umpatan selama satu menit sebanyak apapun yang mereka ingat. Setelah selesai, mereka disuruh menyebutkan nama binatang sebanyak-banyaknya dalam satu menit juga.
Dari hasil ini, mereka yang lebih tahu banyak umpatan, juga lebih tahu banyak tentang jenis binatang.
Penelitian ini diinisiasi oleh Kristin dan Timothy Jay, psikolog asal Amerika Serikat yang akhirnya berkesimpulan bahwa kemampuan mengumpat punya korelasi positif dengan kemampuan komunikasi verbal. Hal ini berupa kemampuan dalam menyampaikan sesuatu dengan nuansa yang berbeda-beda, dan mampu menggunakan bahasa yang lebih ekspresif dan sesuai konteks.
Mereka adalah orang yang tak peduli aturan
Jika kita berhadapan dengan orang yang punya pemikiran tertutup, kolot, maupun konservatif, sifat yang satu ini tak akan ditoleransi. Masalahnya, orang yang sering menabrak peraturan, serta mengambil resiko, adalah sebuah tanda yang menyiratkan kecerdasan seseorang.
Dalam sebuah studi tahun 2015 yang dipublikasikan di jurnal PLOS One, seseorang yang terbuka dengan tantangan baru dan tidak takut untuk mengambil resiko cenderung memiliki kecerdasan yang tinggi. Dalam studi ini partisipan diwajibkan untuk melakukan simulasi mengemudi, di mana mereka dapat kesempatan untuk menerobos lampu kuning, atau berhenti untuk sabar menunggu lampu merah.
Dari hasil studi tersebut menunjukkan bahwa partisipan yang mengambil resiko secara cepat, ternyata memiliki lebih banyak 'white matter' pada otak, yang mana merupakan sebuah area yang terkait dengan fungsi kecerdasan kognitif.
Mereka seringkali malas
Tentunya kemalasan selalu diasumsikan dengan kebodohan. Terutama jika kita ingat masa-masa akademis kita di sekolah dasar.
Namun ternyata sains berkata sebaliknya. Berdasarkan studi yang dilakukan secara berulang sebanyak 60 kali, orang yang 'tak suka berpikir' lebih mudah bosan dan akhirnya mudah melakukan berbagai hal terkait aktivitas fisik, yang akhirnya membuat mereka terlihat rajin. Sebaliknya seseorang yang 'suka berpikir' lebih banyak waktu untuk mempelajari hal baru, dan kurang di aktivitas fisik.
Meski demikian, studi ini juga menyebutkan bahwa kesadaran tentang berbagai konsekuensi tentang kemalasan beraktivitas fisik, membuat banyak orang yang justru 'banyak berpikir' memilih untuk aktif juga secara fisik.
Selain itu, seringkali orang yang cerdas terlihat malas, karena mereka mampu menimbang pro-kontra sebelum melakukan sesuatu. hal ini dilakukan dengan memprediksi baik buruknya kegiatan tersebut untuk dia sendiri dibanding dengan energi yang akan mereka keluarkan. Pada akhirnya, si cerdas akan terlihat malas karena ia akan merasa aktivitas yang akan dilakukannya merugikan.
Mereka seringkali cemas berlebihan
Kecemasan berlebih, atau sebuah kondisi di mana seseorang terlalu berpikir berlebih secara terus menerus, ternyata merupakan tanda kecerdasan yang tinggi.
Hal ini cukup berkaitan dengan poin orang cerdas tidak bahagia dan orang cerdas mengidap penyakit mental. Cemas berlebihan adalah salah satu hal di balik itu semua.
Dari sebuah studi tahun 2014 yang dipublikasikan di jurnal Personality and Individual Difference, menemukan bahwa kecerdasan verbal, kemampuan manusia untuk menyelesaikan masalah, berpikir kritis dan penalaran abstrak, ternyata merupakan cara unik dan positif untuk memprediksi adanya kecemasan berlebih.
Menurut studi tersebut, seseorang yang punya kecerdasan verbal, ternyata punya kemampuan untuk mempertimbangkan apa yang terjadi di lalu dan memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dengan detil yang luar biasa. Hal inilah yang menyebabkan kecemasan terjadi.
Mereka seringkali tak percaya Tuhan
Menjadi seorang ateis adalah sebuah pelanggaran nilai-nilai masyarakat, meski hal tersebut tak ada hubungannya dengan perilaku sang ateis kepada sesama manusia. Tentu bagi sebagian orang, tidak mengimani agama adalah hal yang negatif.
Namun ada 35 penelitian ilmiah yang berkesimpulan bahwa orang yang tidak ber-Tuhan cenderung lebih pintar ketimbang seseorang yang religius.
Penjelasan yang disampaikan dari sebagian studi tersebut adalah, konsep agama yang dianggap tak rasional oleh masyarakat ateis. Mereka tak menganggap kejadian-kejadian yang terkait agama itu tidak terbukti sesuai kaidah ilmiah. Selain itu, konsep agama yang mutlak, tidak menarik bagi mereka yang bisa menggali lebih banyak tanpa ikatan agama.
(mdk/idc)