Otak yang 'disetrum' bisa lebih cepat selesaikan matematika
Hal ini dibuktikan oleh sebuah studi yang baru saja dilakukan.
Menghitung dengan cepat sering menjadi momok bagi siapa saja. Namun, dengan sedikit terapi berbahaya, kemampuan ini ternyata bisa dipelajari dengan cepat.
Seperti yang dilansir oleh The Telegraph (16/5), baru saja para peneliti berhasil menemukan sebuah metode baru dalam mempercepat kerja otak untuk merespon berbagai persoalan matematika. Caranya cukup ekstrem, yaitu dengan memberikan otak sedikit kejutan listrik.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
Hal ini dibuktikan dengan sebuah penelitian terhadap otak para relawan yang bersedia dijadikan kelinci percobaan. Mereka diukur kemampuan aritmatikanya selama enam bulan sembari diberikan terapi kejut listrik yang tak berbahaya di kepala.
Pemberian kejutan listrik ini pun dibeda-bedakan dari besaran dan jangka waktu terapinya. Ada yang menerima kejutan listrik dengan kekuatan setara baterai AA selama 20 menit sehari selama lima hari, mampu mempercepat kinerja otak mereka hingga 28 persen.
Sayangnya, peningkatan ini sendiri terjadi tidak secara permanen. Tercatat, hanya dalam waktu enam bulan saja performa otak dalam menghitung sudah kembali seperti keadaan normal sebelum diberi kejutan listrik.
Meski begitu, para peneliti dari University of Oxford percaya bahwa penelitian ini bisa diterapkan untuk mereka yang kesulitan dalam mengerjakan berbagai problem seputar matematika. Contohnya saja, mereka yang menderita kelainan diskalkulia, sebuah penyakit mirip disleksia.
Selain itu, bisa dipastikan pula bahwa terapi ini sangat aman untuk diterakpan. Asalkan, harus dengan pengawasan orang yang benar-benar ahli di bidang ini.
"Jumlah listrik yang kami setrumkan sangat kecil dan tak menyakitkan. Sebagian besar bahkan bertanya apakah alat yang kami berikan kepada mereka rusak atau tidak bekerja karena mereka tidak merasakan apapun," terang Dr Roi Cohen Kadosh, pemimpin penelitian.
(mdk/nvl)