Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Tertawa di Atas Penderitaan Orang Lain
Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Tertawa di Atas Penderitaan Orang Lain
Tak bisa dimungkiri terkadang kita senang ketika ada orang lain susah. Memang ada rasa empati ataupun simpati terhadap mereka yang terkena sial. Namun seringkali ada rasa di dalam hati yang lega ataupun justru senang ketika orang lain merasa susah.
Di Indonesia hal ini memiliki ungkapan yakni menari di atas penderitaan orang lain. Hal inipun wajar dialami manusia, bahkan telah masuk ranah sains. Dalam ilmu pengetahuan, fenomena ini disebut schadenfreude. Istilah ini merupakan serapan dari bahasa Jerman: Schaden berarti membahayakan dan Freude berarti kesenangan.
-
Apa yang dipelajari dalam ilmu psikologi manusia? Psikologi manusia merupakan cabang ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental individu.
-
Mengapa psikologi manusia berusaha untuk memahami kompleksitas pikiran dan perilaku manusia? Dalam kajian ini, para ahli psikologi berupaya menjelaskan bagaimana pengaruh internal dan eksternal dapat membentuk kepribadian, mengapa seseorang bereaksi terhadap situasi tertentu, dan bagaimana perkembangan manusia terjadi sepanjang rentang kehidupannya.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Di mana penelitian ini dilakukan? Tim peneliti dari Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan, berhasil mengembangkan varietas beras hibrida yang dipadukan dengan protein daging sapi dan sel lemak.
"Jika seseorang menikmati ketidakberuntungan orang lain, berarti ada sesuatu dalam ketidakberuntungan tersebut yang baik bagi dirinya," ungkap Wilco W. van Dijk, Profesor Psikologi di Leiden University Belanda.
Schadenfreude sudah diteliti oleh para ilmuwan selama lebih dari dua dekade, dan merupakan ranah baru dari Psikologi dibanding ranah lainnya. Meski demikian sudah banyak studi yang meneliti fenomena.
Melansir Medical Daily, studi yang dihelat ilmuwan dari Ursinus College di Pennsylvania AS, menyebut bahwa kecemburuan adalah salah satu pelatuk dari munculnya perasaan schadenfreude.
"Ketika Anda depresi, dan Anda merasa tidak mampu, kesuksesan orang lain jadi sulit untuk dilihat karena kita akan membandingkannya dengan diri kita dan kita merasa buruk," ungkap Catherine Chambliss, ilmuwan psikologi dan neurosains di Ursinus College.
Pembahasan soal schadenfreude sendiri makin diperkuat oleh studi yang dihelat profesor psikologi dari University of Haifa yakni Simone G. Shamay-Tsoory. Dalam studinya, anak umur dua tahun pun terdeteksi mengalami schadenfreude ketika sesuatu yang tidak adil menimpanya. Meski dipercaya bahwa emosi anak belum berkembang sempurna hingga umur tujuh tahun, namun terbukti kalau anak umur dua tahun pun akan tertawa di atas penderitaan orang lain.
Cenderung Psikopat?
Namun dalam studi lainnya, perasaan schadenfreude dianggap dekat dengan kecenderungan sifat psikopat. Studi yang dihelat ilmuwan dari Emory University ini melihat kesamaan karakteristik schadenfreude dan psikopat.
"Mereka yang merasa schadenfreude cenderung tidak memanusiakan korban, tidak memiliki motivasi untuk empati terhadap pemikiran korban, dan ini mirip dengan psikopat," tulis hasil studi yang dipublikasikan di Science Direct ini.
Meski demikian, pemikiran senang di atas penderitaan orang lain ini muncul tanpa dikontrol, tidak berbahaya jika tidak dikatakan atau dipos secara online dengan lantang, serta manusiawi. Tentu dalam kasus tertentu perasaan ini selalu muncul dan makin kuat dan hingga berbuntut aksi yang merugikan orang lain, barulah schadenfreude merupakan masalah besar.
Menurut Anda?
(mdk/idc)