Tari Perang Cakalele Maluku, Wujud Penghormatan Nenek Moyang Pelaut
Cakalele dibawakan untuk memberikan penghormatan para leluhur nenek moyang Maluku yang merupakan pelaut. Lincah gerakan tarian mereka seirama dengan nada tinggi yang mengiringi. Bahkan beberapa penari bisa larut dalam momen kesurupan.
“Aulee... aulee…” teriak sang penari lantang di tanah lapang. Mempunyai arti darah yang membanjir. Teriakan tersebut membuat suasana pagelaran tarian Cakalele semakin meriah. Bertemakan perang, darah, dan perjuangan, tari ini menjadi sebuah ritual yang dilakukan untuk memberikan semangat kepada patriot Maluku. Mengingat sejarah Maluku begitu erat dengan perjuangan melawan para penjajah.
Lebih jauh lagi, tari Cakalele dibawakan untuk memberikan penghormatan para leluhur nenek moyang Maluku yang merupakan pelaut. Sebelum dan sesudah mengarungi lautan, para pelaut akan mengadakan pesta yang di dalamnya terdapat tarian Cakalele. Kini tari Cakalele dibawakan sebagai ritual untuk menyambut tamu agung hingga acara adat yang ada di Maluku.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Apa yang dilakukan di tradisi Rampokan Macan? Tradisi Rampokan Macan hampir sama dengan pertunjukan gladiator padamasa kekaisaran Romawi. Di sini, harimau diadu dengan manusia.
-
Kapan tari tradisional mulai berkembang? Jenis tari tradisional telah berkembang dari masa ke masa yang telah melewati waktu cukup lama di suatu daerah, adat, atau etnik.
-
Bagaimana cara melestarikan tari tradisional di Indonesia? Mendidik dan melatih generasi muda untuk mempelajari dan menguasai tari tradisional dari daerah asalnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, sanggar tari, komunitas tari, atau media daring.
-
Apa jenis tarian yang menjadi bagian dari budaya tradisional di Lampung? Provinsi Lampung memiliki ragam seni dan budaya yang menarik untuk diulas lebih dalam. Salah satu seni dan budaya dalam bidang tari bernama Tari Selapanan.
-
Di mana resep makanan tradisional Indonesia ini ditemukan? Melansir dari berbagai sumber, Selasa (5/9), simak ulasan informasinya berikut ini.
Tombak, pedang, dan tameng menggambarkan betapa sengitnya perjuangan nenek moyang mereka berperang.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Lebih lanjut, pedang atau tombak melambangkan perjuangan menjaga martabat masyarakat Maluku hingga titik darah penghabisan. Biasanya diletakkan pada tangan kanan sang penari. Sedangkan tameng atau perisai dan teriakan keras mereka merupakan bentuk protes melawan pemerintahan yang tidak memihak kepada rakyat.
Gerakan penari sangat lincah beriringan dengan irama musik beritme tinggi. Semangat mereka membara, diikuti ekspresi mata melotot menggambarkan ambisi memenangkan pertarungan. Aura berperang begitu kental terasa, bahkan tak jarang penari larut dalam momen kesurupan.
Tari tradisional Cakalele menjadi lambang rasa keberanian, ketangkasan, keperkasaan hingga rasa persekutuan yang tinggi. Setiap pementasan Cakalele memiliki pemimpin tarian atau biasa dijuluki sebagai Kapitan. Secara berkelompok, Kapitan diibaratkan sebagai komandan perang.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Genderang, suling, tifa, bia (alat musik tiup dari kerang), dan gong mengiringi setiap gerakan para penari Cakalele. Suara tabuhan musik keras bernada tinggi selaras dengan gerakan lincah para penari. Mewujudkan jiwa patriotis dan semangat juang yang heroik. Tarian ini biasanya dimainkan dalam durasi 5 hingga 7 menit.
Jumlah penari yang dibutuhkan bisa mencapai 30 orang. Lengkap dengan pemegang umbul-umbul yang terbuat dari daun nipa hingga daun kelapa. Namun dalam skala kecil, tarian cakalele biasa dibawakan oleh dua orang penari, sisanya sebagai pengiring musik. Selain itu juga ikut serta pemuka adat yang mengawasi jalannya tari Cakalele.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Kostum yang dipakai penari identik dengan warna cerah seperti kuning dan merah. Sang kapitan dilengkapi dengan ikat kepala yang terbuat dari bulu burung cendrawasih atau bulu ayam. Sedangkan penari prajurit mengenakan ikat kepala yang terbuat dari kain.
Tari Cakalele umumnya dibawakan oleh para penari pria. Dalam perkembangannya penari wanita juga diperkenankan ikut tampil dalam pementasan. Perempuan diibaratkan sebagai pendukung kaum pria selama di medan perang.
Penari perempuan biasanya mengenakan pakaian adat Maluku berwarna putih. Sapu tangan atau lenso menjadi properti mereka selama tarian berlangsung. Berbeda dengan pria, gerakan penari perempuan lebih halus. Mengayunkan tangan ke depan dan belakang secara perlahan.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Dalam skala tertentu, tari Cakalele memiliki nuansa yang sarat akan aura magis. Tari Cakalele tradisional dipercaya sebagai ritual pengobatan alternatif. Daun sirih dan buah pinang digunakan sebagai sarana roh untuk memasuki tubuh penari.
Berbeda dengan tari Cakalele yang berkembang saat ini, tarian skala kecil hingga tujuan menjamu para tamu. Peran tari Cakalele menjadi sebuah hiburan yang sarat akan nilai moral dan sejarah di dalamnya.
Hingga kini, tari Cakalele masih dilestarikan keberadaanya. Ketenaran cakalele membuat tradisi ini meluas dari Maluku Utara, Maluku Tengah, bahkan beberapa daerah di Sulawesi.
(mdk/Ibr)