Kesaksian Anggota KKO TNI AL Ditangkap Inggris saat Operasi 'Ganyang Malaysia', Disiksa Siang Malam di Luar Batas Kemanusiaan
Berikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Berikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa.
Kesaksian Anggota KKO TNI AL Ditangkap Inggris saat Operasi 'Ganyang Malaysia', Disiksa Siang Malam di Luar Batas Kemanusiaan
Pelda KKO Manoar Nababan menceritakan pengalamannya saat terlibat operasi Dwikora 'Ganyang Malaysia' pada tahun 1963-1966.
Melansir dari kanal YouTube TNI Angkatan Laut, Rabu (10/1) Manoar Nababan menceritakan kesaksiannya saat mempertahankan kedaulatan NKRI di bumi Kalimantan.
Manoar bahkan menyaksikan rekan-rekannya tewas disiksa demi mempertahankan integritas mereka sebagai seorang prajurit TNI.
Selain itu, ia bahkan nyaris meregang nyawa akibat menahan sakit di tengah penderitaanya semasa ditawan tentara Inggris dan sekutu.
- Sosok Anggota Ormas Keroyok Prajurit TNI di Jaksel, Begini Nasibnya
- Misi di Daerah Operasi, Anggota TNI ini Jalan Kaki di Tengah Hutan Cari Air buat Mandi sambil Waspada Bawa Senjata
- Anggota TNI AL Tembak Mati Warga di Makassar, Keluarga Minta Koptu SB Dihukum Berat
- Tangisan Ibu Eks Casis yang Dibunuh Prajurit TNI AL Pecah di Pelukan Komandan TNI AL, Air Mata Sang Kolonel Ikut Menetes
Menerjang Badai di Laut
Saat menuju Kalimantan, Manoar bertemu dengan prajurit dari Brawijaya dan Kopassus.
Berbeda dengannya yang memilih jalur laut, para prajurit elite TNI itu memasuki wilayah Kalimantan lewat sungai dan hutan belantara hingga sampai ke perbatasan Sarawak.
Ketegangan Manoar Nababan bersama pasukan Kombed Intelijen semakin sulit karena harus masuk ke pertahanan musuh yang sangat ketat termasuk cuaca buruk yang berbahaya.
Manoar menceritakan saat harus membelah badai di lautan hingga berhasil masuk ke wilayah perbatasan Malaysia.
"Jadi kita perahu kecil ini suatu sore mulai terlihat langit gelap. Wah ini akan datang badai ini, benar angin berhembus kencang,"
Manoar dan rekannya memilih menurunkan layar dan dengan perahu kecilnya terpontang-panting di lautan sembari berharap keselamatan berpihak kepada mereka.
"Berdoalah kau, habis kita di sini. Perahu kita sudah begini, akan terbalik ini. Dekat Sipadan dan Ligitan. Tapi setelah menjelang pagi, tahu-tahu kita sudah sampai di perbatasan Inggris. Udah kelihatan gunung-gunung di Sabah itu. Rupanya Tuhan membawa kita lewat badai itu melewati laut Sulawesi kita sudah dekat Laut Sulu. Pegunungan Sabah keliatan dan kita pasang layar," kata Manoar.
Beberapa ratus mil setelah menaikan bendera, mereka melihat sebuah bendera milik kapal perang.
Alhasil Manoar memerintahkan untuk menurunkan jaring ketam untuk mengelabuhi para tentara asing tersebut.
"Itu untuk ditukar dengan barter mas kalau kita mendarat nanti di Tawao, nanti kita tukar ketam ini. Jadi kita bawa jaring ketam. Inggris ini rupanya bisa kita tipu saja ya," tambahnya.
Saat akan tiba di pantai, perahu mereka kembali dikepung oleh empat kapal besar tentara Inggris.
Namun dengan sigap, para prajurit KKO tersebut tiarap sembari mendayung perahu sampai akhirnya tidak ketahuan oleh para tentara Inggris.
Hidup di Hutan dan Ditangkap Inggris
Manoar dan rekannya sempat hidup di hutan untuk menghindari informasi dari warga akan kehadiran warga asing.
Namun upaya mereka gagal lantaran keberadaan mereka diketahui oleh Inggris.
Mereka tak berkutik usai tentara Inggris dengan prajurit besar mengepung mereka hingga tak bisa melarikan diri.
"Kemudian tempat kami berlindung itu dikepung dengan kekuatan yang besar. Kami tidak bisa keluar tidak bisa kembali ke laut, perahu sudah kami tenggelamkan yang kami bawa kesana. Jadi akhirnya saya tertangkap oleh pasukan SEATO," tambahnya.
Hadapi Siksaan Berat
Selama ditawan oleh militer Inggris dan sekutu, Manoar dan prajurit KKO lain mengalami siksaan hebat hingga hendak menyerah.
Nahasnya beberapa rekannya tewas terbunuh lantaran tak kuat menahan siksaan dari tentara Inggris.
Namun ia tetap memilih bertahan dan tetap tak memberikan keterangan kepada tentara Inggris demi menghindari korban yang lebih banyak.
"Kalau saya buka mulut, gak tahan satu dua hari, satu batalyon habis. Sampai saya tahan waktu saya ditanya di mana kompi G, di mana kompi H di mana kompi I, di mana senjata bantuan, itu foto-foto ditunjukan di mana ini. Kalau saya buka mulut, habis satu batalyon," tegasnya.
Manoar Nababan sempat mendapat vonis mati dari tentara Inggris. Namun vonis tersebut batal setelah ia jatuh sakit dan harus dirawat.
"Saya dipanggil oleh Special Branch namanya. Saya dipanggil ke kantor "Ini hukuman yang akan engkau terima. Bahwa engkau adalah mata-mata angkatan bersenjata Indonesia. Kau bawa bom, bawa senjata, bawa bendera Kalimantan Inggris merdeka" itu saya bawa untuk dikibarkan di sana,"engkau merencanakan meruntuhkan teritorial Inggris"."
Ucap kesaksian Manoar Nababan.
Menderita Malaria
Kabar baik datang dari pusat seusai ketegangan politik mereda dan berakhir di meja perundingan.
"Suatu hari jantung saya berhenti. darah melonjak dari kaki ke jantung, dug dug dug dug, terus berhenti. Wah sudah saya mati ini. Saya ketuk dinding, sebelah kiri saya ada teman di situ, "tolong sampaikan ke ibu bapak saya kalau kalian pulang. Saya hanya berdoa kepada Tuhan, Tuhan terimalah jiwa saya, terimalah roh saya,"
"Tiba-tiba dia ngamuk, pintu baja ditendanginya. Datang teman-temannya, "Ada Pak Soekarno, "Kalian semua tidak berperi kemanusiaan, kawan saya mau mati tidak kalian bawa berobat". Akhirnya dibuka pintu saya dibawa keluar."
"Saya dibawa berobat dijaga oleh tentara SEATO siang dan malam. Saya tergeletak di sana, tidak tahu sakit apa. Semua dokternya Inggris perawatnya juga Inggris. Saya tanya kepada dokter itu "Saya sakit apa?" saya belum tahu apa itu, rupanya malaria," tambahnya.
"Kalau saya ketemu kamu, saya pasti tembak kamu," lanjutnya.
Perjuangan Manoar dan prajurti KKO lain tak berakhir sia-sia. Malaysia dan Singapura pun dibuat tak berkutik.
Salah satu peristiwa yang menggetarkan adalah saat dua prajurit KKO yaitu Usman dan Harun berhasil meledakkan gedung McDonnald di Singapura dan menewaskan 3 orang dan melukai puluhan orang lainnya.