Korupsi Edhy Prabowo, Dulu Ngaku Siap Dihukum Mati, Kini Sedih Divonis 5 Tahun Bui
Ia terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL)/benur. Merespon vonis tersebut, Edhy mengaku sedih.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diciduk KPK terkait kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur di KKP. Tak berselang lama, Edhy tampil percaya diri di hadapan publik.
Dia menyatakan siap jika dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum pada KPK jika dirinya terbukti bersalah. Tak disangka pernyataannya kala itu, kini sekedar isapan jempol.
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Kenapa KPK memeriksa Eddy Hiariej? Eddy Hiariej diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
-
Siapa Eko Prawoto? Dilansir dari Wikipedia, Eko Prawoto merupakan seorang arsitek legendaris dari Indonesia. Pria kelahiran Purworejo, Agustus 1958 itu menerjuni dunia arsitektur sejak menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 1977.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menjatuhi vonis kepada Edhy Prabowo dengan hukuman lima tahun dan denda Rp400 Juta subsider tiga bulan kurungan penjara.
Lihat Prabowo Subianto di Liputan6.com
Ia terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Merespons vonis tersebut, Edhy mengaku sedih. Lantaran tak sesuai dengan apa yang terpapar selama persidangan.
Lantas Edhy meminta waktu tujuh hari, untuk menerima putusan itu atau mengambil langkah hukum banding. Simak ulasannya berikut ini.
Mengaku Siap Dihukum Mati
Sebelumnya, selama menunggu proses hukum, Edhy Prabowo disebut layak untuk dihukum mati. Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Oemar Sharif Hiariej menilai menteri terlibat korupsi di masa pandemi layak dihukum mati.
©2020 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
Ditambah lagi, Ketua KPK Firli Bahuri juga pernah menyatakan bahwa pelaku korupsi di masa pandemi, bisa dituntut hukuman mati.
"Bagi saya kedua mantan menteri ini melakukan hal korupsi yang kemudian kena OTT KPK bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat 2 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," papar Edward Oemar dalam sebuah diskusi UGM dikutip Rabu (17/2).
Edhy pun merespons pernyataan tersebut, bahwa dirinya mengaku siap dihukum mati asalkan demi rakyat.
"Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," ujar Edhy usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/2).
Sedih Divonis 5 Tahun Penjara
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah menjatuhi vonis kepada Mantan Menteri KKP itu dengan hukuman 5 tahun dan denda Rp400 Juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
Merespon vonis itu, Edhy mengaku sedih. Ia menggangp hasil persidangan tidak sesuai dengan yang dipaparkan selama ini.
"Ya saya mau pikir-pikir, saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan," kata Edhy saat ditemui usai sidang di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/7).
Minta Waktu untuk Berpikir
©2021 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
Kendati demikian, Edhy memutuskan untuk diberi waktu berpikir selama tujuh hari. Untuk menentukan sikap, apakah menerima putusan tersebut atau ambil langkah upaya hukum banding.
"Tapi ya inilah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan proses tapi kasih waktu berpikir. Terima kasih," papar Edhy.
Pengakuan Hakim
©2021 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
Hakim Ketua Albertus Usada menyatakan bahwa Edhy terbukti secara sah. Diyakini telah melakukan tindak pidana korupsi yang dilancarkan secara bersama-sama sesuai dakwaan alternatif pertama.
Di mana, Edhy dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp25,7 miliar. Duit suap itu diberikan untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT Dua Putra Perkasa (DPP), serta para eksportir lainnya.
"Dua menjatuhkan hukuman pidana selama lima tahun dan denda sejumlah Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti denda kurungan selama tiga bulan," kata Albertus dalam bacaan amar putusan.
Hukuman Tambahan
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar pengganti sebesar Rp9,68 miliar dan 77 Ribu Dolar AS. Disesuaikan dengan uang yang telah dikembalikan terdakwa. Jika tak segera dibayarkan, maka disita seluruh hartanya.
"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi uang maka diganti hukuman dua tahun penjara," terang hakim.
Diberi Keringanan Hukuman
Hakim Albertus menyebutkan hal-hal yang memberatkan yaitu terdakwa tidak mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi. Apalagi selaku penyelenggara negara yakni menteri KKP, terdakwa tidak memberikan teladan yang baik.
Di lain sisi, Edhy menerima keringanan hukuman. Lantaran berlaku sopan dan baru pertama kali terjerat kasus.
"Hal meringankan rerdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan. Belum pernah dihukum. Sebagian harta benda terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana korupsi telah disita," sambungnya.
Selain pidana badan dan denda, Edhy juga dijatuhi hukuman berupa dicabutnya hak pilih dalam jabatan publik selama tiga tahun. Terhitung usai menjalani masa pidana.
Seluruh hukuman tersebut sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.