4 Strategi Indonesia hadapi krisis keuangan Turki
Setelah melemahnya Rupiah hingga mencapai level Rp 14.600 per USD, dampak dari krisis ini juga diperkirakan akan melebar hingga kesulitan Indonesia untuk membayar utang luar negeri swasta. Pemerintah pun menyiapkan beberapa strategi untuk menghadapi krisis ini.
Krisis keuangan Turki kini menjadi fokus pemerintah. Krisis akibat kemerosotan mata uang Turki Lira ini dinilai akan memberi dampak terhadap perekonomian Indonesia.
Setelah melemahnya Rupiah hingga mencapai level Rp 14.600 per USD, dampak dari krisis ini juga diperkirakan akan melebar hingga kesulitan Indonesia untuk membayar utang luar negeri swasta.
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Bagaimana responden menilai kondisi ekonomi nasional saat ini? Ini ditandai dengan 26,0 persen masyarakat yang menilai ekonomi nasional saat ini buruk. Angka ini seimbang dengan 26,0 persen masyarakat yang mengatakan ekonomi baik. Umumnya ekonomi nasional dinilai sedang, yakni sebesar 42,4 persen, akan tetapi lebih banyak yang menilai sangat buruk daripada yang sangat baik. Dengan persentase 3,5 persen sangat buruk. Lalu hanya 1,4 persen masyarakat yang menilai kondisi ekonomi nasional sangat baik.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Kenapa krisis moral menjadi masalah di Indonesia? Krisis moral tengah masif terjadi di tengah masyarakat. Apa yang menjadi penyebab dan bagaimana dampaknya?
-
Siapa yang dikabarkan mengalami kesulitan keuangan? Meskipun kabar suami Zaskia Gotik yang sedang mengalami kesulitan keuangan, rumah tangga mereka dengan Sirajuddin semakin harmonis.
-
Apa yang diprotes bocah Turki itu? Dengan nada tinggi, bocah itu memprotes alasan penjual toko menjual produk Israel.
Meski begitu, pemerintah tak diam begitu saja. Pemerintah pun menyiapkan beberapa strategi untuk menghadapi krisis ini.
Perkuat ketahanan ekonomi
Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) mengatakan, memperkuat cadangan devisa merupakan hal penting yang harus dilakukan agar ketahanan ekonomi Indonesia semakin kuat. Terlebih di tengah kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian akibat perang dagang dan krisis yang melanda Turki.
"Termasuk dampak yang terakhir terjadi di perekonomian di Turki. Kita juga harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada nilai yang wajar, inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang aman," ujar dia di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8).
Untuk itu, dirinya ingin memastikan progres dari apa yang dibahas dalam ratas-ratas sebelumnya. Jokowi juga mengingatkan jajarannya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan pariwisata. Sebab sektor ini diharapkan mampu berkontribusi besar dalam peningkatan cadangan devisa.
Perkuat sektor riil
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan akan memperkuat sektor riil untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan di dalam negeri akibat krisis yang tengah melanda Turki.
"Krisis di Turki itu membuat emerging economy itu mendapat sentimen negatif. Nah, tentu kita sebagai salah satu negara dengan emerging economy ya harus menjaga fundamental ekonomi. Dalam hal ini, Kemenperin mendorong sektor riil," kata Airlangga Hartarto di Jakarta, dikutip Antara, Selasa (14/8)
Dia menjelaskan, untuk memperkuat sektor riil, Kemenperin akan mendorong investasi masuk di berbagai sektor di Tanah Air. Selain itu, Kemenperin juga berusaha meningkatkan ekspor berbagai produk manufaktur dan berupaya melakukan substitusi impor.
Kemenperin juga berupaya agar pasokan bahan baku untuk proses produksi dapat terjaga dengan baik, sehingga dapat menjaga iklim usaha agar senantiasa kondusif. "Industri manufaktur ini fundamental, jadi ini yang harus didorong. Jadi, tentu struktur industrinya masing-masing diperkuat," ungkap Airlangga.
BI diprediksi akan naikkan lagi suku bunga
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono memprediksi Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, dari 5,25 persen menjadi 5,5 persen. Hal ini disebabkan oleh tambahan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah akibat krisis Turki.
"Sehingga mau tidak mau BI harus naikkan suku bunga dari 5,25 persen ke 5,5 persen persen, karena tambahan beban (untuk Rupiah)," ungkapnya saat ditemui, dalam diskusi yang diadakan Jalan Media Communication (JMC), di Bellevue Hotel, Jakarta, Selasa (14/8).
Dalam pandangannya, Bank Indonesia sudah seharusnya menaikkan suku bunga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas Rupiah. "Untuk langkah preventif tentu BI harus menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin," kata dia.
Dia pun memprediksi bahwa ke depan, Rupiah bakal sulit untuk menguat kembali ke kisaran Rp 13.000. Sebab tantangan perekonomian yang menekan rupiah makin banyak.
Redenominasi Rupiah harus dilakukan lebih hati-hati
Tony mengatakan krisis Turki memberikan sinyal bahwa Indonesia mesti lebih hati-hati dengan rencana redenominasi rupiah. Sebelumnya, negara ini dikenal sebagai success story redenominasi mata uang.
"Dengan kejadian Turki, Indonesia kita harus hati-hati tentu mengevaluasi kembali redenominasi. Meskipun saya tahu kondisi kita berbeda dengan Turki. Turki kita anggap yang sukses melakukan redenominasi. Pada tahun 1990, 1 USD lebih dari 100.000 lira. Kemudian dia berhasil redenominasi," ungkapnya saat ditemui dalam diskusi yang diselenggarakan Jalan Media Communication (JMC), di Jakarta, Selasa (14/8).
Menurutnya, meskipun berhasil melakukan redenominasi, Lira Turki kemudian tidak kokoh ketika menghadapi gejolak perekonomian global yang muncul. Hal itu tampak dari terlalu dalamnya depresiasi Lira terhadap dolar.
"Itu sebenarnya mencerminkan bahwa Lira Turki sebelumnya mengalami over valued, terlalu mahal, tidak sesuai dengan kinerja ekonominya. Maka barang Turki jadi tidak kompetitif, sehingga mereka mengalami yang namanya current account defisit. Lira yang terlalu mahal itu akan terkoreksi," jelasnya.
Pemerintah tentu perlu didukung untuk melakukan redenominasi rupiah. Namun, syarat-syarat fundamental seperti stabilitas nilai tukar rupiah harus dipenuhi lebih dulu.
"Misalnya soal kurs rupiah. Jadi stabil dulu baru diredenominasi. Inflasi rendah. Pertumbuhan ekonomi cukup baik, artinya diatasi 5 persen, tapi selama beberapa tahun baru kita merasa stabil," ujar Tony.
(mdk/azz)