5 Merek Indonesia yang laris di dunia
Penjualan produk ini telah berhasil merajai pasar domestik dan siap merambah mancanegara.
Lembaga survei Kantar Worldpanel Indonesia melansir data produk konsumsi (fast moving consumer goods) paling laris di Tanah Air sepanjang 2012. Penelitian ini berlangsung serentak dengan program serupa di 31 negara lain.
Hasilnya, untuk kategori global, minuman ringan Coca Cola menjadi merek paling laku sejagat. Sementara untuk kategori serupa di Indonesia, merek Sedaap dari Wings Food yang menjual mie instan dan kecap jadi nomor satu mengalahkan Coca Cola.
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Bagaimana cara Partai Nasional Indonesia (PNI) menjalankan politik ekonominya? PNI adalah partai yang fokus di dalam pemerintahan dengan menjunjung tinggi nasionalisme dan politik ekonomi bersifat nasionalis.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Apa saja contoh kerja sama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Malaysia? Dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi, Malaysia merupakan partner perdagangan terbesar kedua Indonesia, dengan jumlah investasi ke-5 di tahun 2022 di ASEAN.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Apa yang Airlangga Hartarto katakan tentang target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
General Manager Kantar Indonesia Lim Soon Lee mengatakan pihaknya menggelar penelitian ini dengan metode Consumer Reach Point (CRP). Dengan pendekatan tersebut, Kantar memeriksa berapa banyak konsumen yang membeli produk tertentu dan seberapa sering merek tersebut dibeli.
"Kita menggunakan data pembelian dari setiap minggu. Bukan klaim konsumen, bukan brand ranking, periset kami juga mendatangi kamar mandi atau dapur konsumen yang jadi data kami untuk membuktikan pembelian," ujar Lim di kantornya.
Sebagai merek nomor wahid, Coca Cola meraih 5,3 miliar CRP. Beberapa merek skala global lain seperti Colgate, Nestle, dan Nescafe juga meraup miliaran CRP.
Namun dari dominasi produk yang menyasar pasar multinasional, beberapa produk asli Indonesia bisa merebut perhatian konsumen dunia. Kantar bahkan memberi sebutan beberapa merek dalam negeri ini sebagai "local brand giant" alias merek lokal meraksasa.
Alasannya, dengan hanya dipasarkan secara domestik, produk-produk ini bisa meraup 500 juta CRP. Local Brand Giant berbeda dari merek seperti Sedaap dan Indomie, kampiun dalam daftar Kantar Indonesia, yang sudah dipasarkan di negara lain.
Merek produk apa sajakah itu? Simak daftarnya yang dihimpun merdeka.com berikut ini.
Roma
Biskuit Roma menjadi salah satu merek lokal yang bisa bersaing dengan merek global dalam hal penjualan. Salah satu produk tertua buatan PT Mayora Indonesia ini berhasil meraup 997 juta CRP, masuk 10 besar produk konsumsi paling laris se-Indonesia.
Merek biskuit yang dikembangkan sejak 1977 ini hanya dijual di Indonesia. Dengan fokus pada pasar domestik, Mayora berhasil menjadi produsen biskuit terbesar se-Asia Tenggara.
Lim Soon Lee dari Kantar Indonesia menyatakan produk biskuit merupakan salah satu produk konsumsi favorit masyarakat Indonesia. "Memang hanya Roma yang masuk di 10 besar, tapi sebenarnya kalau daftarnya menjadi 30 besar, banyak merek biskuit yang masuk sebagai terlaris," ujarnya.
Daia
Wings Corporation merupakan salah satu perusahaan paling moncer dalam daftar survei Kantar Indonesia. Banyak produknya yang masuk kategori paling laris di Tanah Air.
Selain Sedaap yang memuncaki daftar 10 besar, perusahaan ini masih memiliki banyak barang konsumsi lain. Salah satunya adalah produk deterjen Daia.
Sabun cuci ini terjual dengan CRP 700 juta, dan penetrasi pasar mencapai 78 persen. Deterjen buatan pabrik Surabaya ini bisa menyaingi sabun lain buatan perusahaan multinasional.
So Klin
Deterjen So Klin sukses meraup 600 juta CRP. Penetrasi pasarnya mencapai 88 persen, dengan pembelian diproyeksikan 18 kali per bulan per keluarga.
Sabun cuci ini merupakan salah satu produk awal buatan Wings Corporation asal Surabaya 60 tahun lalu. Bahkan bisa dibilang, berkat deterjen So Klin, Wing bisa merambah usaha lain, termasuk makanan dan minuman.
Kini, So Klin tidak hanya dijual dalam bentuk deterjen bubuk. Produk ini merambah pula format deterjen cair dan deterjen khusus mesin cuci.
Energen
Minuman sereal ini berhasil dinobatkan Kantar Indonesia sebagai salah satu raksasa lokal yang mendunia. Merek yang hanya ada di Indonesia ini diproduksi PT Kakao Mas Gemilang di Jakarta.
Merek ini mulai dipasarkan pada pertengahan 1990-an. Kini, penetrasi pasarnya mencapai 85 persen. Penjualan per keluarga per bulan dari survei Kantar diperkirakan 15 kali per bulan.
Alhasil dari segi CRP, merek ini berhasil meraup lebih dari 500 juta poin. Energen yang praktis dan dikonsumsi sebagai pengganti sarapan menjadi salah satu produk lokal yang bisa menandingi merek global serupa di bidang minuman sachet.
Sasa
Bumbu penyedap rasa Sasa menjadi merek lokal yang diprediksi Kantar bisa menantang merek lain di kancah global. Ekspansi produk buatan pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur ini bisa menandingi raksasa global seperti Ajinomoto dari Jepang.
Sasa merupakan produksi PT Sasa Inti yang dibentuk pada 1968. Pabrik ini awalnya memproduksi monosodium glutamat (MSG) olahan tebu.
Kini, produk Sasa merambah pelbagai jenis bumbu, mulai dari MSG, sampai kaldu instan. Kantar mencatat produk ini meraup lebih dari 500 juta CRP.
Baca juga:
Asing mulai tak suka dengan ekonomi Indonesia
Peringkat daya saing Indonesia turun, dunia usaha harus inovasi
Kekuatan ekonomi nasional mulai tertekan
Asing mulai tak suka dengan ekonomi Indonesia
Kemenkeu: Imbas penurunan peringkat pada ekonomi Indonesia kecil