Ambisi kedaulatan pangan Jokowi masih jauh panggang dari api
Program pembangunan pemerintah Jokowi dituding tidak memiliki konsep perencanaan yang baik.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengkritisi program nawacita yang digadang-gadang oleh pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla (JK). Pasalnya, realisasi program prioritas tersebut masih jauh panggang dari api.
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memiliki visi 'terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong'. Visi tersebut dituangkan dalam sembilan program prioritas yang dinamakan nawacita.
Dwi mengatakan, pemerintah saat ini ingin menerapkan kedaulatan pangan dalam salah satu program prioritas. Namun dia mengingatkan, kedaulatan pangan jauh berbeda dengan program pemerintah Soeharto, swasembada pangan.
"Dari sisi pemerintahan Jokowi betul mengenai program kedaulatan pangan, bukan sekadar swasembada pangan, bukan sekadar kecukupan pangan. Karena maknanya sangat berbeda," ujarnya dalam dikusi bertajuk 'Pangan Kita' yang diadakan oleh merdeka.com, IKN, IJTI, dan RRI di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/5).
Kedaulatan pangan merupakan jawaban atas permasalahan pangan yang tengah melilit Indonesia tiga tahun terakhir. Namun, program prioritas ini sepertinya masih jauh dari harapan. Karena belum ada program yang jelas untuk mencapai kedaulatan pangan.
"Mohon maaf kedaulatan sampai saat ini kan hanya wacana dan sangat indah untuk diucapkan, dari program yang dirancang sangat jauh ke sana. Jadi itu problemnya dan memang tujuan kita harus ke sana," ungkapnya.
Dwi menjelaskan, memang sudah ada pembangunan di sektor hulu. Namun masih ada beberapa permasalahan yang luput dari perencanaan. Dia mencontohkan pembangunan bendungan yang rencananya akan dibangun di Bogor.
"Ketika kita membangun bendungan nanti airnya dari mana? Karena di atasnya rusak. Harusnya di atasnya dibangun dulu, taman-taman dulu. Kalau tidak yang terjadi adalah bangunan yang akhirnya tidak bisa kita gunakan karena akan terjadi sedimentasi," katanya.
Tidak matangnya rencana menyebabkan timbulnya permasalahan baru. Sehingga diperlukan komunikasi dan perencanaan yang matang agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.
"Nanti Kementerian Pertanian yang bingung, ini ada bendungan tapi airnya sedikit. Mungkin ke depan perlu ada konfergensi, perlu ada persiapan matang untuk itu," tutup Dwi.