BHP Billiton belum lapor ESDM soal rencana pelepasan saham IMC
BHP menguasai 75 persen saham IndoMet, sisanya dipegang oleh PT Adaro Energy Tbk.
Buntut dari santernya kabar soal rencana pelepasan saham di PT IndoMet Coal (IMC) menemui babak baru. BHP Billiton akhirnya bertandang ke kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Presiden Direktur PT BHP Billiton Indonesia Imelda Adhisaputra mengatakan pertemuan ini melaporkan rencana kajian strategis operasi tambang di Indonesia kepada pemerintah.
-
Bagaimana cara membuat es batu panggang ini? Dalam gambar tersebut terlihat es batu dipanggang di atas api terbuka dan kemudian dilumuri dengan saus dan rempah-rempah sebelum disajikan di atas piring.
-
Bagaimana cara penambang di Banyumas mengumpulkan batu emas? Batu-batu yang dikumpulkan para penambang kemudian dimasukkan ke dalam karung lalu ditarik ke atas dengan tali kerek. Di atas, batu-batu tersebut dihancurkan secara manual menggunakan palu, lalu dimasukkan ke mesin penggiling untuk dihancurkan kembali sampai halus.
-
Apa yang dimaksud dengan batu empedu? Batu empedu merupakan kondisi di mana terbentuknya batu-batu kecil di dalam kantong empedu yang disebut dengan kolesistitis.
-
Bagaimana batu empedu terbentuk? Dengan segala macam penyebab, misalnya karena kolesterol yang tinggi atau gangguan dari pengosongan kantong, maka keseimbangan itu terganggu. Sehingga salah satu dari komponen itu akan mengeras, deposit, membentuk kristal-kristal, dan lama-kelamaan membentuk batu," tambahnya.
-
Bagaimana PT Adaro Indonesia memulai usahanya di bidang pertambangan batubara? Dengan meningkatnya fokus pada batubara, pada tahun 1976 Departemen Pertambangan membagi Kalimantan Timur dan Selatan menjadi 8 blok batubara dan mengundang tender untuk blok-blok tersebut. Perusahaan Pemerintah Spanyol Enadimsa menawar Blok 8 di Kabupaten Tanjung Kalimantan Selatan, karena batu bara diketahui ada di kabupaten tersebut dari singkapan yang dipetakan oleh ahli geologi Belanda pada tahun 1930-an dan dari persimpangan di kedalaman sumur minyak yang dibor oleh Pertamina pada tahun 1960-an.
-
Apa yang terjadi pada minyak saat bersentuhan dengan es batu? Minyak akan mudah mengeras ketika mereka berada pada suhu dingin tertentu.
"Hanya laporan biasa. Strategic review," ujar Imelda di Jakarta, Selasa (24/5).
Imelda membantah pertemuan itu menyampaikan rencana penjualan saham IndoMet Coal. Dia pun menampik akan menghentikan operasi tambang di Kalimantan Tengah.
"Belum sampai ke arah itu. Masih strategic review," kata Imelda.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot membenarkan pertemuan dengan petinggi BHP belum membicarakan rencana pelepasan saham. IndoMet memiliki 7 konsensi pertambangan berlisensi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). BHP menguasai 75 persen saham IndoMet. Sedangkan, 25 persen dipegang oleh PT Adaro Energy Tbk.
"Mereka belum mengatakan begitu. Jadi eksekusinya belum jelas dan tidak bisa diomongkan begitu (mau melepas saham)," kata Bambang.
Bambang menjelaskan BHP melaporkan rencana kajian strategis kepada ESDM. Kajian itu antara lain meliputi evaluasi kinerja perusahaan. Apabila, BHP benar melepas sahamnya maka harus melaporkan ke pemerintah.
"Kalau ada perubahan (komposisi saham), harus minta persetujuan pemerintah," jelas Bambang.
Anggota Komisi VII DPR RI, Dito Ganinduto meminta Pemerintah untuk turun tangan dan proaktif dalam mengevaluasi kinerja BHP dan memanggil perusahaan tambang asal Australia tersebut.
"Tidak bisa main pergi begitu saja, harus sesuai aturan," kata dia.
Dito mengatakan, kewajiban-kewajiban itu sudah tertuang dalam kontrak karya ketika mendapat izin penambangan. Pemerintah juga didesak untuk tidak begitu saja menyetujui keputusan BHP untuk ‘angkat kaki’ dari Indonesia tanpa kompensasi apapun. Kompensasi itu bisa diserahkan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Senada dengan Dito, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan semestinya BHP Billiton menaati aturan main dalam melakukan bisnisnya terutama mengenai investasi mereka di Indonesia.
"Di dalam bisnis itu ada aturan mainnya, kalau mereka sudah sekian tahun belum produksi dan terus keluar tentu kan ada punishment baik dalam bentuk share-nya harus ke perusahaan nasional sekian persen," pungkas Komaidi.
BHP Billiton merupakan pemegang saham terbesar di proyek PT Indomet Coal yang berada di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Selanjutnya di 2010, BHP Billiton melepas 25 persen saham PT IMC ke PT Adaro Energy Tbk senilai USD 335 juta.
Melakukan eksplorasi sejak tahun 1997, IMC baru melakukan penjualan komersial batubara perdana pada September 2015 lalu. Selama 20 tahun memegang konsesi 7 proyek pertambangan, BHP Billiton baru menggelontorkan investasi USD 100 juta di PT Lahai Coal yang berlokasi di Haju, Kalimantan. Sementara di 6 proyek lainnya masih belum bisa menghasilkan.
Berdasarkan data tersebut, para analis menilai BHP Billiton sebenarnya sudah berpotensi mendapat keuntungan USD 200 juta dari investasinya di IMC. Hasil tersebut diperoleh dari transaksi penjualan saham kepada PT PT Adaro Energy senilai USD 335 juta dan dengan mempertimbangkan investasi yang telah mereka keluarkan hanya sebesar USD 100 juta.
Jejak investasi BHP Billiton sangat berbanding terbalik dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) lain di area Kalimantan Timur. Contohnya PT Kaltim Prima Coal (KPC). Memulai konstruksi di Januari 1989 senilai USD 570 juta lalu dilanjutkan konstruksi dalam skala besar setahun kemudian, PT KPC sudah melakukan ekspor komersial di Januari 1992.
Di dua tahun terakhir, produksinya melebihi 50 juta ton per tahun. Dari sisi royalti, Laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) 2010 dan 2011 mencatat PT KPC konsisten menduduki peringkat kedua dari 10 perusahaan minerba dengan royalti terbesar. Pada 2011 membayar royalti Rp 1,63 triliun.
Perusahaan lainnya yakni PT Berau Coal yang memulai PKP2B di Berau, Kalimantan Timur pada tahun 1983, pada 1993 sudah melakukan uji coba produksi (bulk sample) dan dijual ke pasar India (Tamil Nadu Electricity Board). Pada 2011, produksinya mencapai 19 juta ton dengan besaran royalti Rp 306 miliar.
(mdk/sau)