DJP: PPN Fintech Tidak Dipungut Atas Jumlah Transaksi, tapi Biaya Jasa
Bonarsius mencontohkan, jika layanan pengisian dana (top up) fintech dompet digital dikenakan biaya jasa sebesar Rp1.500, konsumen mesti membayar PPN sebesar 11 persen dari biaya jasa tersebut atau senilai Rp150.
Kepala Sub-Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Bonarsius Sipayung menjelaskan bahwa PPN jasa teknologi financial (fintech) tidak dipungut atas jumlah transaksi, melainkan atas biaya jasa.
"Yang kita kenakan (PPN) fintech adalah jasa-jasa yang dilakukan pihak yang memfasilitasi. Ini 'kan dia memfasilitasi lender, investor, dan konsumen," kata Bonarsius dalam jumpe pers secara daring, di Jakarta, Rabu (6/4).
-
Kenapa OJK meluncurkan roadmap Fintech P2P lending? Peluncuran roadmap ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Apa tujuan utama roadmap Fintech P2P lending? Peran roadmap adalah sebagai panduan bagi segenap stakeholders di industri fintech P2P lending mencapai visi tersebut.
-
Kapan roadmap Fintech P2P lending diluncurkan? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/fintech P2P Lending) 2023-2028 sekaligus mengumumkan diterbitkannya SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI.
-
Kapan pajak anjing diterapkan di Indonesia? Aturan pajak untuk anjing pernah diterapkan di Indonesia, saat masa kolonialisme Belanda.
-
Dimana pajak anjing diterapkan di Indonesia? Kebijakan ini terdapat di banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Mojokerto.
Bonarsius mencontohkan, jika layanan pengisian dana (top up) fintech dompet digital dikenakan biaya jasa sebesar Rp1.500, konsumen mesti membayar PPN sebesar 11 persen dari biaya jasa tersebut atau senilai Rp150.
"Atau misalnya saya transfer uang sejumlah sekian, dengan biaya Rp6.500. Maka yang kena PPN dari Rp6.500 dikali 11 persen sehingga kena Rp650," imbuhnya.
Ketentuan PPN atas jasa fintech itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan atas Teknologi Finansial yang mulai berlaku 1 Mei 2022.
Bonarsius mengatakan PMK tersebut diterbitkan untuk menyamakan perlakuan pemerintah terhadap transaksi keuangan digital dan konvensional yang sebelumnya telah dikenakan pajak.
Adapun penyelenggara fintech yang dikenakan PPN antara lain penyediaan jasa pembayaran, penyelenggaraan penyelesaian transaksi (settlement) investasi, dan penyelenggaraan penghimpunan modal atau crowdfunding.
Kemudian layanan pinjam meminjam dan layanan pendukung keuangan digital lainnya juga akan dikenakan PPN.
Aturan Pajak Fintech
Kementerian Keuangan bakal menetapkan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap transaksi di layanan teknologi finansial (fintech) seperti pinjaman online (pinjol). Kebijakan ini akan mulai berlaku per 1 Mei 2022 mendatang.
Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 30 Maret 2022.
Secara khusus, PMK 69/2022 ini mengatur soal pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, atau fintech peer-to-peer lending (P2P lending).
Selain itu, tarif PPh dan PPN juga bakal berlaku untuk sektor jasa pembayaran digital (payment), penghimpunan modal (crowdfunding), pengelolaan investasi, hingga penyediaan asuransi online
Merujuk Bab II PMK 69/2022, Selasa (5/4/2022), pengenaan PPh pada layanan fintech P2P lending berlaku untuk pemberi pinjaman yang memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman, atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah.
Untuk tarif, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto bunga. Ketentuan ini berlaku untuk wajib pajak (WP) dalam negeri ataupun dalam bentuk usaha tetap.
Sedangkan PPh Pasal 26 dengan tarif 20 persen dari jumlah bruto bunga bakal dikenakan untuk pemberi pinjaman yang juga WP luar negeri, dan selain bentuk usaha tetap.
Sementara, pengenaan PPN berlaku untuk fintech penyedia jasa pembayaran (payment), penyelenggara penyelesaian transaksi investasi, penghimpunan modal (crowdfunding).
Kemudian, layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, serta layanan pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.
Penyedia jasa pembayaran paling sedikit berupa uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran (payment gateway), layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana. Tak ketinggalan jasa keuangan lain, semisal e-wakaf, e-zakat, robo advise, dan produk berbasis aplikasi blockchain.
(mdk/idr)