DPR kritik pemerintah tak serius konversi BBM ke BBG
DPR menilai pengurangan tingkat impor BBM sebagai langkah memberantas mafia migas.
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Satya W. Yudha menilai sudah saatnya pemerintah memaksimalkan penggunaan gas pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu guna menekan importasi energi yang dinilai membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Satya menilai aksi impor BBM malah membuka celah bagi para mafia migas untuk bermain di dalamnya.
"Saya melihat komponen mafia muncul karena kebutuhan impor," ujar Satya saat diskusi mingguan dihelat merdeka.com, Radio Republik Indonesia (RRI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Sewatama dan Institut Komunikasi Nasional (IKN) bertajuk 'Energi Kita' di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (5/4).
Untuk itu, Satya meminta agar pemerintah mengubah kebiasaan importasi energi dan beralih kepada pemanfaatan gas bumi dengan maksimal. "Pemerintah harus mengubah kepada kebiasaan impor besar kepada komponen impor yang zero seperti gas," tuturnya.
"BBM suatu bahan bakar yang kita tinggalkan dan konversi ke gas," ucapnya.
Sayangnya, lanjut Satya, pemerintah hingga kini belum fokus ke arah tersebut kendati sudah mempunyai road map-nya. "Dari dulu sudah ada, cuma tidak dijalankan dengan baik. Pertamina belum lari ke sana," ucapnya.
"Masih promosikan LGV itu komponen dasarnya elpiji. Sedangkan komponen dari elpiji itu impornya banyak," bebernya.
Padahal, jika Pemerintah segera melakukan konversi dari BBM ke BBG maka akan menekan harga jual bahan bakar. "Maka itu kita (DPR) minta Pemerintah jalankan road map baik dari BBM ke BBG," tandasnya.