Jokowi-Ahok berhak 'hilangkan' BBM bersubsidi dari Jakarta?
ESDM: Kewenangan yang diberikan ke Pemda hanya untuk mengelola, bukan menghapus subsidi.
Usulan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok terkait penghapusan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) masih kontroversial. Ada yang mendukung, ada pula yang mengkritik.
Setiap daerah selalu mendapat jatah subsidi BBM tiap tahun. Pemerintah daerah punya wewenang dalam pengelolaan subsidi. Termasuk Pemprov DKI Jakarta. "Sebenarnya begini ya, Pemda itu sudah kita berikan kekuasaan untuk mengatur jatah BBM bersubsidi yang kita berikan ke mereka," ujar Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo di Jakarta,
-
Apa alasan utama Soeharto memberikan subsidi BBM? Alasan pemberian subsidi BBM karena harga jual BBM terutama minyak tanah, berada di bawah biaya produksinya.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
-
Bagaimana cara pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM? Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
-
Kapan subsidi BBM mulai diterapkan di Indonesia? Akan tetapi sejak tahun 1974-1975 keadaan berubah dari memperoleh LBM menjadi mengeluarkan subsidi BBM," demikian penjelasan dalam buku terbitan Biro Humas dan HLN Pertamina.
-
Siapa yang mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi? Dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
-
Bagaimana cara Soeharto mempertahankan kebijakan subsidi BBM? Sayangnya, saran Habibie yang kala itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi tak digubris. Soeharto berkukuh mempertahankan subsidi, dengan alasan negara masih punya uang.
Kewenangan yang diberikan ke pemda, kata dia, tidak termasuk menghilangkan atau menghapus subsidi BBM. hanya sebatas mengelola agar kuota yang diberikan tidak jebol. Kecuali Jakarta sudah benar-benar hanya diisi oleh orang kaya dan tidak ada orang miskin yang layak dapat subsidi.
"Tapi kalau menghapus subsidi tidak boleh, karena subsidi itu diberikan pada masyarakat yang tidak berpunya. Jadi artinya supaya tepat sasaran, kalau menghilangkan harus dipastikan Jakarta itu sudah bebas dari orang miskin, itu yang sensitif," tegasnya.
Dia menuturkan, pemerintah daerah punya tugas untuk mengawasi agar kuota subsidi BBM tidak jebol. menurutnya, yang perlu dibangun adalah kesadaran masyarakat sebagai konsumen.
"Kemudian kesadaran masyarakat, akan meminta Pemerintah Daerah (pemda) lebih mengawasi, karena sebenarnya begini ya pemda itu sudah kita berikan kekuasaan, untuk mengatur jatah BBM bersubsidi yang kita berikan ke mereka. Sekian juta Kilo Liter mau diatur sedemikian rupa dengan perda silakan," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus mencari cara untuk bisa keluar atau meminimalisir kemacetan yang menjadi penyakit kronis ibu kota. Beragam cara sudah coba dilakukan, namun belum sepenuhnya berhasil. Di sisi lain, Pemprov DKI terus diingatkan pemerintah pusat soal penanganan kemacetan.
Wacana 'menghilangkan' Bahan Bakar Minyak (BBM) di kawasan Ibu Kota kembali dimunculkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama . Tahun lalu, wacana ini digulirkan Menteri BUMN Dahlan Iskan . Saat itu Dahlan punya ide menghilangkan Premium hanya di kawasan elit yang ada di Jakarta.
Tapi kali ini Pemprov DKI justru punya usul yang lebih mengejutkan. Penghapusan subsidi BBM untuk wilayah DKI Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, Ahok meminta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik untuk menghentikan suplai bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di DKI Jakarta.
"Rencananya kita mau menghilangkan BBM bersubsidi dari Jakarta. Kita akan meminta kepada menteri ESDM untuk menghentikan suplai BBM bersubsidi di Jakarta," ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.
(mdk/noe)