Kayu impor harus punya sertifikasi
SVLK penting untuk menekan aktivitas lajunya pengerusakan hutan alam sebagai akibat dari pembalakan liar.
Pemerintah akan memberlakukan aturan baku untuk perdagangan kayu legal. Selama ini eksportir hanya diwajibkan memiliki Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Untuk itu, regulasi tentang perdagangan kayu legal pun digodok. Termasuk kayu impor yang masuk ke Indonesia.
"Sekarang kita sedang menggodok suatu peraturan yang mengharuskan kayu yang kita impor itu harus memiliki sertifikasi," ujar Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi usai Rakor di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (18/12).
-
Di mana cecak diburu untuk ekspor? Mereka bisa ditangkap untuk dijadikan hewan peliharaan atau konsumsi, kata Dr Satyawan Pudyatmoko, direktur jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
-
Bagaimana cara warga kampung memproses cecak untuk ekspor? "Warga kampung membantu menangkap, mengumpulkan, memilah berdasarkan ukuran, mengeringkan dan akhirnya dikemas," kata Satyawan.
-
Apa yang membuat sepak bola menjadi mimpi yang diwujudkan? Sepak bola adalah mimpi yang dibuat nyata melalui kerja keras dan semangat.
-
Apa yang menjadi komoditi utama ekspor Kerajaan Demak? Ia menulis komoditi utama yang menjadi ekspor Kerajaan Demak adalah beras dan bahan-bahan makanan lainnya.
-
Ke mana tembakau dari Jember diekspor? Tembakau-tembakau dari Jember serta beberapa daerah lain di Hindia Belanda diekspor ke luar negeri.
-
Apa yang dimaksud dengan empon-empon? Empon-empon adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada akar dari berbagai jenis tanaman obat. Istilah ini juga biasanya digunakan untuk menyebut ramuan seduhan dari minuman hangat dengan bahan akar dan tanaman herbal.
Bayu mengaku masih mencari bentuk sertifikat dalam berupa sertifikasi preshipment atau onload pelabuhan di Indonesia. Tingkat isinya tak jauh beda dengan SLVK yang diberlakukan pada eksportir.
"Jadi kita wajibkan eksportir kita menerapkan SVLK maka kita juga mewajibkan importir kita juga demikian. Impor akan kita lihat dengan kurang lebih yang sama," jelasnya.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) selama ini menjadi syarat pemasaran produk kehutanan. Sedangkan yang berlaku di seluruh dunia adalah skema FSC (Forest Stewardship Council). Meskipun berbeda, Bayu mengaku tidak mempermasalahkannya.
"Kalau yang FSC itu internasional kalau SVLK kan nasional. itu saja. Enggak ada masalah," ucapnya.
Intinya, para eksportir harus memiliki SLVK dan FSC. SVLK ketentuan dari negara yang miliki sumber daya itu dan FSC adalah ketentuan dari negara yang mengimpor.
"Tetapi untuk Eropa tak perlu karena dengan perjanjian yang kita lakukan (voluntary partnership agreement/VPA), SVLK nya sudah diterima, diakui. jadi tidak ada masalah dalam hal ini. kalau misalnya buyer spesifik di eropa masih mensyaratkan, itu balik lagi. business to business," ungkapnya.
Sekadar diketahui, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.38/2009 jo P.45/2012 tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).
Sertifikasi PHPL dan VLK tersebut bertujuan untuk memastikan pengelolaan hutan secara legal dan lestari. SVLK dan PHPL juga menjadi penting untuk menekan aktivitas lajunya pengerusakan hutan alam sebagai akibat dari pembalakan kayu atau sumber bahan baku yang tidak jelas asal usulnya.
Selama rentang 2007-2011 negara menanggung kerugian sekitar USD 7 miliar akibat pembalakan liar. Namun, hingga kini pemerintah belum memiliki aturan untuk memastikan kayu yang masuk ke Indonesia, adalah kayu-kayu legal.
(mdk/noe)