Kemenko Perekonomian Kaji Dampak Revisi PP 109 Tahun 2012
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menjelaskan, Kemenko Perekonomian melihat kebijakan tersebut dari beberapa sisi, termasuk industri dan penerimaan negara.
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian akan mengkaji wacana revisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi kesehatan yang diusulkan Kementerian Kesehatan.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menjelaskan, Kemenko Perekonomian melihat kebijakan tersebut dari beberapa sisi, termasuk industri dan penerimaan negara.
-
Mengapa industri tembakau dianggap vital bagi perekonomian Indonesia? Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
-
Kenapa Kemendag berkoordinasi dengan industri tembakau? Lebih lanjut Mendag menjelaskan, Kemendag juga akan berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau agar industri tembakau melakukan program kemitraan dengan petani.
-
Apa yang menjadi fokus utama Menko Perekonomian dalam pengembangan industri hijau di Indonesia? Dalam pengembangan industri hijau di Indonesia, pemerintah mendorong berbagai program seperti pemanfaatan EBTKE, penerapan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan lain sebagainya. Termasuk mendorong kebijakan hilirisasi yang arahnya sejalan dengan tren pengembangan industri hijau tersebut.
-
Bagaimana Mendag memastikan pasokan tembakau dan cengkih untuk industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
"Kami melihat dari sisi tenaga kerja. Jika tidak hati-hati, aturan yang keliru bisa menciptakan pengangguran. Jadi kami belum sepakat,” tutur Atong di Jakarta, Senin (18/11).
Atong juga menuturkan, produktivitas Industri Hasil Tembakau (IHT) terus menurun setiap tahunnya. Adanya tambahan tekanan berupa kebijakan yang keliru dapat berdampak negatif pada industri tersebut dan semakin membuat industri terpuruk.
Sebagaimana diketahui, selama beberapa tahun terakhir, IHT terus mengalami banyak tekanan dari berbagai sisi, khususnya regulasi yang berlebihan. Baru-baru ini pemerintah, melalui PMK Nomor 152/2019, memutuskan untuk menaikan tarif cukai yang sangat tinggi sebesar 23 persen dan harga eceran sebesar 35 persen yang akan diberlakukan mulai Januari 2020. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
Tekanan pada industri ini tentunya akan mengancam seluruh mata rantai produksi yang terlibat, mulai dari tenaga kerja dan bisnis di bidang perkebunan, baik itu para petani tembakau dan cengkih, para tenaga kerja pabrikan, hingga pekerja dan pemilik toko ritel, serta lini usaha lain yang terkait.
Selama lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 90 ribu tenaga kerja pabrikan yang telah mengalami PHK. Angka ini dikhawatirkan akan terus bertambah sejalan dengan ketidakpastian hukum yang membayang-bayangi industri padat karya ini.
Ancam Industri Tembakau
Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), M. Nur Azami menilai, rencana revisi PP 109 hanya akan mengancam eksistensi Industri Hasil Tembakau (IHT), baik dari sisi keberlangsungan usaha maupun penyerapan tenaga kerja.
"Usulan revisi PP 109/2012 tersebut belum pernah disosialisasikan kepada stakeholder di sektor IHT. Selain itu, tidak dijelaskan pasal-pasal yang akan diubah," ujar Nur Azami.
Menurut Nur, aturan produk tembakau sudah cukup ketat karena mengatur promosi produk, iklan, serta tidak menjangkau anak di bawah umur.
"Aturan tersebut tidak perlu direvisi, kecuali revisi tersebut melibatkan stakeholder dan pasal-pasal di PP 109/2012 tidak memberatkan sektor industri hasil tembakau," tambah Nur.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)