Menkeu: Kuota BBM 46 juta kiloliter harga mati
ESDM tak punya alasan lagi selain serius menjalankan pengurangan konsumsi, lewat berbagai program.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan penetapan volume kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk 2014 sebesar 46 juta kiloliter tak bisa ditawar-tawar. Artinya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak punya alasan lagi selain serius menjalankan pengurangan konsumsi, lewat berbagai program.
Seandainya pun PT Pertamina dan ESDM menyerah, lalu meminta tambahan anggaran, dana tidak akan tersedia. "Enggak ada barangnya. Seandainya pun (realisasi konsumsi) lewat menjadi 46,001 pun, bensinnya enggak ada," kata menkeu selepas rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, di Jakarta, Rabu (18/6).
Soal cara membendung konsumsi premium dan solar di masyarakat sampai enam bulan ke depan, Chatib menyerahkan sepenuhnya hal itu pada regulator dan pelaksana teknis.
"Sekarang pokoknya dipatok. Terserah caranya mau sabtu-minggu (puasa beli BBM subsidi), rabu wage, jumat kliwon, pokoknya 46 juta kiloliter," kata Chatib.
Adapun, saran DPR soal penghematan yang hampir pasti tidak bisa dijalankan adalah konversi BBM ke BBG. Menkeu melihat, Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian tidak serius menjalankan rencana pengalihan ke gas.
Terbukti, anggaran konversi sebesar Rp 6 triliun selama tiga tahun terakhir dibiarkan hangus.
"Disediain dananya enggak dipakai, terus anggarannya hangus Rp 6 triliun. Sekarang kalaupun mau ada tengah tahun, pengadaan blm ada, kan butuh berapa waktu itu," cetusnya.
Ketua Badan Anggaran DPR RI Ahmadi Noor Supit mendukung langkah pemerintah agar mulai tegas membatasi kuota konsumsi BBM bersubsidi. Ini alasan legislatif mematok angka 46 juta kiloliter.
"Kalau subsidinya segitu ya segitu digunakan. Tidak boleh melebihi. Itu memaksa pemerintah," kata Ahmadi.
DPR cukup optimis pemerintah bisa menghambat konsumsi, asal memang ada kemauan. Terbukti, realiasi BBM subsidi sampai April secara total baru 15 juta kiloliter. Artinya, jika volume yang sama bisa dijaga pada tiga triwulan berikutnya, konsumsi premium dan solar tak akan melebihi 45 juta kiloliter.