Newmont belum bisa ekspor konsentrat seperti Freeport
Di luar itu, otoritas perdagangan juga sudah mengeluarkan SPE kepada 20 perusahaan termasuk Freeport.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi telah menandatangani surat penetapan status Eksportir Terdaftar (ET) untuk PT Freeport Indonesia. Ketika tambang terbesar di Tanah Air itu sudah mendapat lampu hijau untuk ekspor, perusahaan asal Amerika Serikat lainnya, yakni PT Newmont Nusa Tenggara, belum bisa mengikuti langkah kompatriotnya.
Mendag memastikan Newmont belum mengurus persyaratan ekspor konsentrat ke kantornya. "Newmont belum. Saya yang tahu baru Freeport," ujarnya selepas jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (2/4).
Di luar itu, otoritas perdagangan juga sudah mengeluarkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) kepada 20 perusahaan termasuk Freeport. Artinya, setelah kuota konsentrat dilansir Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maka tambang-tambang tersebut bisa menjual mineral yang belum dimurnikan.
"Kita ini mengurus tata cara ekspornya, yang kita keluarin ET-nya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Kalau ditanya soal berapa boleh diekspor itu wewenang di Menteri ESDM," kata Lutfi.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan memastikan akan terus mendukung pelaksanaan hilirisasi. Potensi turunnya ekspor nasional di kisaran USD 6 miliar atau 5 persen Year on Year, akibat tak ada lagi ekspor mineral mentah dianggap tak terlalu buruk.
Itu berkaca pada turunnya impor hasil minyak, dan masih tingginya permintaan produk manufaktur Indonesia untuk ekspor. Ini ditunjukkan dengan surplus neraca perdagangan Februari 2014 sebesar USD 785 juta.
"Ini komitmen luar biasa kita tidak mau jual barang mentah. Strukturnya ternyata jauh lebih baik dibanding yang kita prediksi sebelumnya," kata mendag.
Diberitakan sebelumnya, PT Freeport serta PT Newmont Nusa Tenggara, akan diberi keleluasaan menjual produk konsentrat mereka. Itu terutama buat komoditas tembaga yang baru diolah kurang dari 30 persen, tanpa dimurnikan.
Dua perusahaan asal AS itu sejak dua bulan ini gencar melobi pemerintah karena aktivitas ekspornya terhenti, setelah Pasal 170 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara berlaku efektif.
Freeport dan Newmont sejauh ini hanya mampu memasok 30 persen total produksi ke instalasi pemurnian, salah satunya ke PT Smelting di Gresik, Jawa Timur. Produksi konsentrat tembaga Freeport per tahun mencapai 2,5 juta ton, sedangkan dalam periode yang sama Newmont menghasilkan 800.000 ton.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Minerba Kementerian ESDM Harya Adityawarman menyatakan, adanya rekomendasi ekspor bukan berarti Freeport sudah dibolehkan mengekspor konsentrat.
SPE dan besarannya akan ditentukan setelah perusahaan tambang terbesar sejagat ini menyampaikan roadmap pembangunan smelter yang saat ini sedang dalam tahap Feasibility Study (FS/studi kelayakan) bersama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Selain itu, ESDM tetap memberlakukan uang jaminan sebesar 5 persen untuk pembangunan smelter. Menurut dia, Freeport pun telah menyatakan setuju.