Pajaki Kripto Mulai 1 Mei, Pemerintah Bakal Terima Triliunan Rupiah
Transaksi aset kripto bakal dikenai pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) mulai 1 Mei 2022. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Transaksi aset kripto bakal dikenai pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) mulai 1 Mei 2022. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Kepala Subdirektorat PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bonarsius Sipayung tak memungkiri pungutan pajak atas aset kripto akan menambah penerimaan negara. Dia lantas mengambil contoh total transaksi aset kripto pada 2020, yang menyentuh angka hingga sekitar Rp 850 triliun.
-
Bagaimana cara Mendag meningkatkan literasi terkait aset kripto? Mendag berharap, Bursa Kripto dapat berkolaborasi dengan pemerintah untuk terus melakukan literasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat terkait risiko, manfaat, dan potensi dari Perdagangan Aset Kripto.
-
Kapan Bursa Berjangka Aset Kripto diluncurkan? Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto di Jakarta, Jumat (28/7).
-
Siapa yang meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto? Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto di Jakarta, Jumat (28/7).
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Di mana kripto telah menembus batas ritel? Bitrefill bahkan melampaui batas ritel, mencakup kartu kredit, utilitas, pinjaman, layanan kesehatan, hipotek, dan banyak lagi.
-
Kapan pajak anjing diterapkan di Indonesia? Aturan pajak untuk anjing pernah diterapkan di Indonesia, saat masa kolonialisme Belanda.
"Soal potensi, berdasarkan data 2020, total transaksi kripto Rp 850 triliun. Berarti dikali 0,2 persen, hampir Rp 1 triliun. Lumayan loh," ujar dia dalam media briefing Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (6/4).
Namun, Bonar menegaskan, angka tersebut tidak bisa dijadikan acuan atas penerimaan negara terhadap transaksi kripto. Jumlahnya nanti saat dikenakan bisa saja turun, atau bahkan naik.
"Jangan diartikan penerimaan negara bakal seperti itu ya. Itu akan sangat tergantung dari transaksi. Jumlahnya bisa naik turun. Jumlahnya tergantung actual transaksi," tegasnya.
Pajak Kembali untuk Masyarakat
Dia juga mengapresiasi pedagang aset kripto (exchanger) yang kelak mau membantu negara dengan bergotong-royong menghimpun dana lewat pajak kripto.
"Jadi pajak ini kan dalam konteks mengumpulkan uang. Kumpulin uang sebanyak-banyaknya, terus nanti di sisi pengeluarannya, spending-nya, itu diatur sedemikian rupa, agar nanti negara ini hadir untuk warga negara yang membutuhkan," ungkapnya.
Bonar mencontohkan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 23 juta penerima, sebagai bentuk kehadiran negara lewat penerimaan pajak.
"Contohnya minyak goreng tadi. Yaudah lah, kita yang merasa mampu bayar atas belanja minyak goreng (kemasan non-subsidi). Itu nanti atas pajak yang dipungut dalam minyak goreng itu disalurkan dalam bentuk BLT," ungkapnya.
"Jadi kalau ditanya, apa sih reward yang diberikan. Reward yang diberikan, negara menghargai warga negaranya yang telah gotong royong, menghargai pengusaha yang telah membantu negara yang memungut pajak. Dan mudah-mudahan amal ibadahnya diterima oleh yang maha kuasa," tuturnya.
Adapun secara aturan, PMK 68/2022 bakal mencomot pajak atas transaksi kripto lewat beberapa perhitungan. Tiap transaksi akan dikenai tarif PPN 1-2 persen dikali dengan nilai transaksinya.
Pihak penjual aset pun bakal dikenai tarif PPh 0,1-0,2 persen dari nilai transaksi kripto, terhadap hasil penjualan yang dilakukan exchanger atau bukan pedagang fisik aset kripto.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com