Pemerintah Akui Potensi Pajak Digital di Indonesia Besar
Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyadari potensi pajak digital di Indonesia saat ini cukup besar. Hal itu tercermin dari pergeseran pelaku pajak yang berwujud kini mengarah kepada digital ekonomi.
Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyadari potensi pajak digital di Indonesia saat ini cukup besar. Hal itu tercermin dari pergeseran pelaku pajak yang berwujud kini mengarah kepada digital ekonomi.
"Oleh karena itu kami melihat cepat harus memberikan fairness kepada digital dan non digital dari dalam dan luar negeri," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis (2/7).
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kapan kerukunan dalam pemilu diuji? Proses politik yang sengit antar kandidat calon pemilu, kerap kali memunculkan perbedaan pendapat antar masyarakat.
-
Kenapa Wa Kepoh begitu digemari pendengar? Kehadirannya selalu ditunggu para pendengar, karena gaya mendongeng yang disampaikan unik. Wa Kepoh bahkan bisa menirukan banyak suara tokoh dan membuat suasana cerita jadi hidup meski hanya mengandalkan audio.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
Dia mengatakan, berdasarkan data yang ada di dalam analisis statistik potensi pajak digital cukup tinggi. Beberapa kajian pun telah dilakukan oleh pihaknya untuk bagaimana kemudian melihat itu sebagai sebuah peluang potensi penerimaan negara.
"Tapi kami memang tidak ingin sampaikan ke publik, ini mohon maaf," imbuh dia.
Terpenting saat ini, pemerintah ingin fokus lebih dulu menarik pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), baik dari luar maupun dalam negeri.
"Yang kami ingin tekankan, skema yang sedang kami susun ini pungutan dari usaha luar negeri ini jalan dulu," kata dia.
Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi dari pelaku luar negeri dan komunikasi secara intens serta memberikan masukan kepada mereka. Sejauh ini bahkan sudah ada beberapa perusahaan dari luar negeri yang sudah siap dan dalam waktu sehari dua hari ini nanti akan ditunjuk sebagai pemungut PPN.
"Kami akan tetapkan mereka sebagai pemungut PPN. Dan ini akan jalan terus kami akan one on one meeting terus sosialisasi terus sehingga yang nanti akan kami tunjuk semakin banyak mereka masuk skema ini," jelas dia.
"Target kami ini jalan dengan sebaik-baiknya kami perhitungkan kesiapan mereka kami perhitungkan segala macam di situ jadi kami belum bicara mengenai potensinya dulu," tambah dia.
Pajak Belanja Online
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa aturan yang mulai berlaku hari ini, Rabu (1/7). Kebijakan-kebijakan tersebut akan diberlakukan pemerintah pusat dan daerah terhadap masyarakat selaku konsumen ataupun pelaku usaha. Salah satunya pengenaan pajak untuk belanja online, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Pemerintah menetapkan pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Aturan ini berlaku mulai 1 Juli 2020.
Pengenaan pajak itu, berlaku baik perdagangan dari luar maupun dalam negeri, yang mencapai nilai transaksi atau jumlah trafik dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan.
Menurut pemerintah, kebijakan yang dikeluarkan menjadi bagian dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha. Pengusaha tersebut tak hanya dari dalam maupun luar negeri. Kemudian baik konvensional maupun digital.
Bukan hanya itu. Kebijakan ini diambil untuk melaksanakan Pasal 6 ayat 13a Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. Pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 sebagai turunannya.
(mdk/azz)