Pemerintah Nilai RI Jauh dari Potensi Resesi, Inilah Alasannya
Ekonomi global saat ini tengah mengalami tren perlambatan. Beberapa negara bahkan sudah mengalami resesi seperti Argentina, Turki bahkan Singapura. Resesi adalah suatu kondisi di mana terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi global saat ini tengah mengalami tren perlambatan. Beberapa negara bahkan sudah mengalami resesi seperti Argentina, Turki bahkan Singapura. Resesi adalah suatu kondisi di mana terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengungkapkan meski ekonomi global mengalami perlambatan namun pemerintah optimistis Indonesia tidak akan mengalami resesi.
-
Bagaimana strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Oleh karena itu, pendekatan pembangunan perlu diubah dari reformatif menjadi transformatif yang setidaknya mencakup pembangunan infrastruktur baik soft maupun hard, sumber daya manusia, riset, inovasi, reformasi regulasi, tata kelola data dan pengamanannya serta peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Mengapa pembangunan IKN penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia? “Ibu Kota Nusantara diharapkan menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, mendukung transformasi ekonomi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045,” jelas Teni dalam sebuah sosialisasi.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 meningkat dibandingkan dengan kuartal I-2023? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,” terang Edy.
Dia menjelaskan hal itu tercermin dari struktur neraca perdagangan yang pada Oktober mengalami surplus, meski tipis. Namun, jika dilihat secara keseluruhan komposisi ekspor dan impor masih berimbang.
"Kalau dilihat komposisi ekspor impor masih berimbang dan konsumsi rumah tangga masih bisa dipertahankan," kata dia, dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Bagaimana Politik Anggaran Menjawab Ancaman Resesi Global", di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (15/11).
Di tengah kondisi global seperti saat ini, kata dia, meningkatkan ekspor menjadi salah satu keharusan jika ingin selamat dari jerat resesi. Namun, hal itu sangat sulit dilakukan mengingat hampir semua negara tengah mengalami kesulitan. Akan tetapi, Indonesia terbukti berhasil mengatasi hal itu.
Iskandar menjelaskan pelemahan kinerja ekspor masih tertolong oleh impor yang penurunannya lebih tajam. Selain itu, kinerja ekspor akan dibantu oleh konsumsi rumah tangga yang sampai saat ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Tercatat, kontribusinya sekitar 54 persen.
"Kita bisa mengantisipasi pelemahan ekonomi global dan menambah pertumbuhan ekonomi ketika perekonomian global menurun sulit ekspor, makanya kita berdayakan domestik kita. Barang yang mengalami pelemahan ekspor kita jual ke dalam," ujarnya.
Salah satu contohnya adalah percepatan program B30 di mana nantinya akan menggunakan CPO dalam negeri sebagai campuran untuk bio diesel. "Itu kan meningkatkan penghasilan petani. Petani sawit tadi harganya menjadi lebih tinggi berarti daya beli petani menjadi lebih tinggi. Ketika daya beli menjadi tinggi, konsumsi barang-barang yang dihasilkan industri dalam negeri jadi naik," ujarnya.
"Makanya saya cerita tadi kita tidak akan jatuh (resesi) seperti negara lain," dia menambahkan.
Selanjutnya, upaya yang dilakukan pemerintah juga dengan menurunkan suku bunga KUR (kredit usaha rakyat) yang berdampak langsung pada masyarakat. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan bunga KUR menjadi 6 persen dari sebelumnya 7 persen dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
"Faktor kunci kita cepat preemtive policy (pencegahan) mengantisipasi perubahan global, setidaknya BI sudah menurunkan bunga, ini responsif ketika tahu gejala global lemah BI menurunkan, termasuk Pemerintah menurunkan suku bunga KUR jadi 6 persen," tutupnya.
2 Faktor Pemicu Resesi Ekonomi
Indonesia diminta untuk melakukan antisipasi terhadap ancaman resesi ekonomi. Apalagi, kondisi politik dalam negeri dinilai belum stabil.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, mengatakan langkah preventif yang dilakukan pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi perekonomian nasional dari gejolak ekonomi global.
"Kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih tergolong cukup realistis dengan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen di tengah kondisi riil saat ini yang masih bertengger pada level 5,08 persen. Walaupun demikian, pemerintah tetap perlu terus mewaspadai ancaman resesi global yang mungkin terjadi pada tahun depan," katanya seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis (3/10).
Pingkan mengungkapkan setidaknya ada dua faktor utama yang perlu diantisipasi oleh pemerintah dalam menyikapi gejolak ekonomi global yang berada di ambang resesi ini.
Pertama adalah faktor internal yang mencakup stabilitas kondisi sosial-politik yang berdampak pada pertumbuhan investasi. Hal itu dilihat dari dinamika sosial-politik dalam negeri dalam beberapa minggu belakangan ini yang ditandai dengan masih adanya gelombang demonstrasi menuntut parlemen meninjau kembali beberapa RUU yang dinilai mengandung pasal-pasal kontroversial dan merugikan masyarakat.
Masyarakat dari berbagai lapisan turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Sayangnya, beberapa di antara demonstrasi tersebut berujung ricuh dan mendorong sentimen negatif dalam pasar sehingga membuat investor mengambil langkah wait and see.
"Faktor berikutnya adalah faktor eksternal yang mencakup kondisi perekonomian dari negara-negara mitra dagang maupun para penanam modal asing. Hal ini tentu mengancam iklim investasi di Indonesia. Pemerintah harus waspada karena resesi ekonomi dapat menyebar dengan cepat," tambah Pingkan.
Dia menuturkan memasuki kuartal terakhir 2019, perekonomian global masih kian melesu. Lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) hingga Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pun kerap mengoreksi pertumbuhan ekonomi global sejak dua kuartal belakangan.
Seiringan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, Pingkan menyebut kemungkinan akan adanya resesi global dalam waktu dekat kembali menjadi sorotan.
Setidaknya tiga negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman, menjadi sangat rentan terhadap kemungkinan resesi dalam waktu dekat. Pasalnya, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang sudah bergulir lebih dari satu tahun lamanya belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir.
Di sisi yang lain, perekonomian di benua biru juga tidak jauh dari kemungkinan resesi yang menghantui akibat dari adanya tensi geopolitik antara Inggris dengan Uni Eropa menjelang keputusan final Brexit yang akan ditetapkan pada 31 Oktober mendatang.
(mdk/bim)