Penjelasan Lengkap Kementerian BUMN Soal Utang Tembus Rp 5.217 triliun
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan utang ini sebenarnya didominasi oleh utang perbankan dengan mayoritas kepemilikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar Rp 3.300 triliun.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat utang BUMN sebesar Rp 5.217 triliun per September 2018. Utang ini naik drastis jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2016 sebesar Rp 2.263 triliun.
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan utang ini sebenarnya didominasi oleh utang perbankan dengan mayoritas kepemilikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar Rp 3.300 triliun.
-
Apa yang dimaksud dengan bunga persen pinjaman? Bunga persen pinjaman adalah biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai imbalan atas penggunaan dana pinjaman.
-
Apa tugas utama Kementerian BUMN? Kementerian BUMN Bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara
-
Mengapa BNI meningkatkan kredit ke BUMN? “BUMN akhirnya mulai menunjukkan pertumbuhan positif. Kami cukup senang dengan tren ini, karena BUMN masih menjadi motor pertumbuhan ekonomi yang cukup dominan di Indonesia," katanya.
-
Dimana BNI fokus menyalurkan kredit untuk BUMN? Fokus penyaluran kredit BUMN BNI adalah kepada BUMN yang bergerak di sektor energi seperti PLN dan Pertamina serta sektor Pangan Bulog. Selain itu, BNI aktif mendukung proyek-proyek infrastruktur dari Jasa Marga dan jasa keuangan inklusi dari Pegadaian.
-
Kapan BNI meluncurkan hibank? Silvano melanjutkan, perseroan meluncurkan hibank sebagai solusi untuk menggarap sektor UMKM yang lebih dinamis.
-
Siapa yang menjamin simpanan nasabah di bank? LPS hanya akan menjamin simpanan nasabah sampai jumlah Rp2 miliar.
"Jadi sesungguhnya utang BUMN itu hanya sekitar Rp 2.000 triliunan. Saya juga sudah jelaskan mengenai rasio utang terhadap ekuitas itu relatif aman, makanya kenapa tidak perlu terlalu khawatir," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/12) malam.
Aloysius melajutkan, terkait utang dalam bentuk foreign exchange atau valuta asing, itu merupakan bagian terpisah dan tidak memiliki jaminan dari pemerintah. Di mana penerbitannya tidak mudah dan melalui berbagai perizinan.
"Artinya, itu semua terkontrol dan kami di-rating oleh lembaga rating. Tapi ini juga disetujui kalau harus lebih efisien. Soal kenapa pinjam dari luar negeri, ini lebih kepada kapasitas funding di dalam negeri yang terbatas," jelasnya.
Dalam hal pelunasan utang, Kementerian BUMN optimistis perusahaan dapat melakukan penyelesaian. Hal tersebut terlihat dari Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization (EBITDA) masing-masing perusahaan.
"Itu gampang, lihat saja di EBITDA, EBITDA kalau cukup ya bisa lunas. Rasio EBITDA kalau di bawah 3 sampai 4, berarti kemampuan untuk bayar utang itu cukup," jelas Aloysius.
Aloysius menambahkan, utang BUMN khusus luar negeri umumnya jangka panjang sekitar 20 hingga 30 tahun. Dia pun berharap Rupiah bisa stabil agar kewajiban pembayaran bunga utang juga stabil.
"Kami harus mengakui pembukuan rugi, tapi itu rugi akuntansi, rugi valas. Tapi jatuh tempo untuk melunasi utang BUMN masih sekitar 20 sampai 30 tahun kemudian. Harapannya, kurs tidak semakin memburuk, tapi justru semakin membaik, kembali ke angka yang acceptable. Jadi tidak masalah kan."
Baca juga:
Meski Punya Utang Terbesar, PLN Banggakan Predikat Investment Grade
DPR Soal Utang Rp 5.217 Triliun: BUMN Kok Senangnya Utang, Ini Berbahaya
Waskita Karya Jual 18 Ruas Tol Mulai Tahun Depan, Termasuk Becakayu
PLN Soal Utang Tembus Rp 543 Triliun: Bukan Karena Subsidi Listrik
September 2018, Utang PLN Tembus Rp 543 Triliun