Per 15 Oktober, konsumsi solar subsidi capai 82 persen
Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, konsumsi solar bersubsidi hingga 15 Oktober 2018 sudah mencapai 82 persen atau sebesar 12 juta kilo liter (Kl) dari kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 14,6 juta kl.
Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, konsumsi solar bersubsidi hingga 15 Oktober 2018 sudah mencapai 82 persen atau sebesar 12 juta kilo liter (Kl) dari kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 14,6 juta kl.
"Sampai Oktober 12 juta dari 14 juta sekian. Jadi baru 82," Ata Fanshurullah, di Gedun DPR, Jakarta, Selasa (16/10).
-
Dimana BPH Migas membahas isu penyaluran BBM bersubsidi? Demikian dikemukakan Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim dalam Stakeholder Meeting mengenai Pendistribusian BBM Subsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2024).
-
Apa yang menjadi fokus pengawasan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi? "Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran. Ingatlah bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat banyak," tegas Halim.
-
Kenapa BPH Migas menekankan pentingnya pengawasan pada penyaluran BBM bersubsidi? Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) merupakan isu strategis, terutama dalam menjaga ketersediaan energi di masyarakat. Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Bagaimana BPH Migas ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran? "Pastikan seluruh CCTV berfungsi dengan baik dan merekam aktivitas penyaluran selama minimal 30 hari, hal ini penting sebagai upaya transparansi dan pengawasan lebih lanjut dalam penyaluran BBM. Selain itu, pastikan pula bahwa penyaluran BBM dilakukan sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yaitu hanya kepada konsumen pengguna yang berhak," terangnya.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
-
Bagaimana cara kerja sama BPH Migas dengan Pemprov NTB dan Papua Barat Daya dalam pengawasan BBM subsidi? Ruang lingkup PKS tersebut meliputi pengendalian terhadap penyaluran JBT dan JBKP untuk konsumen pengguna, peningkatan koordinasi terkait pelaksanaan penyaluran JBT dan JBKP, serta pembinaan dan pengawasan atas pembelian JBT dan JBKP berdasarkan Surat Rekomendasi yang diterbitkan oleh kepala perangkat daerah/kepala pelabuhan perikanan/lurah/kepala desa kepada konsumen pengguna JBT dan JBKP.
Meski saat ini kuota solar subsidi sudah terpakai 82 persen, tetapi konsumsi solar subsidi sampai akhir tahun tidak akan melebihi dari kuota yang ditetapkan. Bahkan PT Pertamina (Persero) sebagai operator yang ditunjuk sebagai penyalur solar subsidi memperkirakan konsumsi solar tahun ini di bawah kuota.
"Kita kasih ke Pertamina kan 14,6 juta. Petamina bilang akan jaga di bawah 14,5 juta," tuturnya.
Fashurullah pun membatah telah terjadi kelangkaan solar subsidi di sejumlah daerah. Untuk menjaga agar penyaluran solar subsidi tepat sasaran, lembaganya telah menggandeng aparat kemanan untuk mengawasi.
"BPH kan sudah buat MoU sama kepolisian. Kita kerjasama sama mereka, sampai Polsek Polsek untuk mengawal ini. Kalau perlu polisi tungguin," tandasnya.
Reporter: Pebrianto Eko Wicaksono
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Situasi ekonomi jadi alasan ditundanya kenaikan harga premium
Ini kata Menko Luhut soal harga premium tak jadi naik
Menko Luhut: Kenaikan BBM ditunda karena beratkan rakyat kecil
Terkait kenaikan BBM, Caleg PSI ini sebut anggota DPR kurang bermanfaat
Alasan Presiden Jokowi batal naikkan harga premium