Persaingan panas GO-JEK vs GrabBike, berujung sentimen RI-Malaysia
Bergerak di jenis bisnis serupa, GrabBike dan GO-JEK saat ini tengah bersaing merebut pasar Indonesia.
Dewasa ini layanan transportasi jasa berbasis teknologi, seperti GO-JEK, GrabBike, Uber Taxi, dan lainnya, tengah menjadi primadona publik. Semakin banyak driver berjaket hijau-hitam berseliweran membelah jalanan ibu kota. Bahkan, ada yang sudah melebarkan sayap ke daerah lain.
Persaingan bisnis di antara mereka pun semakin memanas. Mulai dari perang harga yang berujung pada sentimen kenegaraan. CEO PT. GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim tidak mau ambil pusing atas persaingan bisnis dengan kompetitornya.
-
Mengapa Gojek dianggap sebagai penyedia layanan ride-hailing yang paling dipilih? Menurut pernyataan resminya, Selasa (24/9), penghargaan ini menunjukkan bahwa Gojek diakui sebagai penyedia layanan ride-hailing yang paling dipilih oleh pengguna saat menggunakan angkutan umum di Jakarta.
-
Bagaimana Gojek mendapatkan penghargaan dari DTKJ? Penghargaan ini diperoleh berdasarkan survei kepada pengguna angkutan umum serta penilaian terhadap inovasi dan upaya integrasi dengan moda transportasi lain melalui fitur GoTransit.
-
Kapan Gojek menerima penghargaan dari DTKJ? Penghargaan dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) yang diterima baru-baru ini menjadi bukti nyata dari pencapaian tersebut.
-
Apa yang membuat Gojek menjadi aplikasi favorit? Gojek, aplikasi layanan on-demand yang populer di Indonesia, telah berhasil meraih status sebagai aplikasi online favorit berkat kemampuannya dalam mengintegrasikan angkutan umum.
-
Siapa yang memberikan penghargaan kepada Gojek? Penghargaan dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) yang diterima baru-baru ini menjadi bukti nyata dari pencapaian tersebut.
-
Kenapa Gojek menyediakan layanan motor listrik? Program bergabung sebagai mitra pengemudi Gojek, GoRide Electric bertujuan mendukung penggunaan motor ramah lingkungan. Selain itu, juga memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Untuk apa takut tersaingi atau apapun itu," ujar Nadiem kepada wartawan di Kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (6/8).
Bergerak di jenis bisnis serupa, GrabBike dan GO-JEK saat ini tengah bersaing merebut pasar Indonesia. Dengan modal USD 137 juta atau setara Rp 1,8 triliun, GrabTaxi dan GrabBike siap menginvasi Indonesia. Total investasi USD 340 juta atau setara Rp 4,54 triliun untuk enam negara termasuk Indonesia.
Inovasi dan kualitas pelayanan nanti akan menjadi kunci dalam merebut hati konsumen. Kepala Pemasaran GrabTaxi, Kiki Rizki, menyebut kehadiran perusahaan aplikasi seperti GrabBike dan GO-JEK bukan untuk mengibarkan bendera persaingan. Melainkan, untuk memberikan pilihan baru dalam industri transportasi kepada masyarakat.
"Kita tidak bisa memaksa orang untuk memilih kita. Biarkan publik yang memilih layanan paling aman dan nyaman. Sekali lagi kita tidak memaksa. Dengan persaingan ini kan bakal timbul inovasi-inovasi baru nantinya yang akan membuat masyarakat merasa nyaman dan terlayani," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kenyataannya, persaingan bisnis mereka semakin panas berebut pasar dalam negeri. CEO GO-JEK Nadiem tidak bisa menyembunyikan kekesalannya pada pesaingnya. Merdeka.com memberi gambaran panasnya persaingan di bisnis antar jemput ojek tersebut. Berikut paparannya.
Sentimen Indonesia-Malaysia
Sentimen kenegaraan antara Indonesia dan Malaysia muncul di tengah persaingan GO-JEK dan GrabBike. CEO PT. GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim membanggakan produk perusahaan yang digawanginya sebagai karya anak bangsa sedangkan GrabBike sebagai produk Malaysia. Dia yakin masyarakat bakal mendukung dan lebih memilih produk buatan karya anak bangsa ketimbang produk asal negeri jiran.
"Jadi walaupun mereka (GrabBike) dan yang lainnya dengan proses perekrutan driver jauh lebih longgar dan mudah diterima, tapi ingat produk kita itu produk nasional bukan produk negara lain seperti GrabBike yang berasal dari Malaysia," tuturnya.
Perang harga dan persaingan tak sehat
Perusahaan jasa transportasi berbasis teknologi, PT. GO-JEK Indonesia tengah menyita perhatian publik dalam negeri khususnya warga ibu kota. Selain layanan yang cepat antar, promo tarif Rp 10.000 untuk sekali antar kerap menyedot perhatian warga untuk sekadar mencoba layanan ini.
Di balik kebijakan memberikan promo Rp 10.000 oleh pihak GO-JEK, terselip kisah kemarahan CEO GO-JEK Nadiem Makarim pada kompetitornya yakni Grab Bike. Dia tak menampik jika pihaknya terpaksa terus memperpanjang promo karena persaingan bisnis.
Seperti diketahui, layanan ojek serupa yakni GrabBike kini juga telah memasuki pasar dalam negeri. Perusahaan asal Malaysia ini bertarung dengan GO-JEK memperebutkan pasar konsumen ibu kota.
"Kenapa awalnya ada promo, itu karena kompetitor kita menurunkan harga yang sangat tidak masuk akal," ujar Nadiem kepada wartawan di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (6/8).
Nadiem tidak menampik, promo besar-besaran itu sebetulnya jauh dari harapannya. Sebab disadari bakal mematikan pasar ojek pangkalan.
"Belum pernah saya, menemukan dalam dunia bisnis ada lawan menjatuhkan seperti itu. Okelah bersaing, tapi tinjau dulu lah harganya jangan di bawah pasaran. Kalian tanya lah ke mereka (GrabBike) kenapa kasih tarif Rp 5.000," tegas Nadiem.
Bajak driver
Persaingan antara GO-JEK dan GrabBike memanas. Persaingan bisnis mereka berawal dari perang harga. GO-JEK mengaku terpaksa melakukan promo harga Rp 10.000 karena kompetitornya yakni GrabBike memasang tarif hanya Rp 5.000.
CEO PT. GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Dia menilai GrabBike menjalankan persaingan tidak sehat. Dia berambisi mengalahkan kompetitornya dengan cara 'menggembosi' pasukan GrabBike.
"Saya akan menambah mitra kerja saya, termasuk saya akan menarik driver-driver GrabBike untuk beralih ke GO-JEK," ungkap Nadiem kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (6/8).
Malaysia meniru Indonesia
Bisnis jasa ojek kini tengah digandrungi oleh konsumen Indonesia. Khusus bagi warga Jakarta, jasa ini menjadi solusi keluar dari masalah kemacetan ibu kota.
Saat ini ada dua pemain besar dalam bisnis ojek di Tanah Air, GO-JEK dan Grab Bike. GO-JEK milik anak muda Indonesia, sementara, Grab Bike kepunyaan investor asal Malaysia.
Pendiri GO-JEK, Nadiem Makarim, mengklaim bisnisnya memiliki keunggulan karena faktor kedekatan sebagai sesama orang Indonesia.
"Kami sudah jelas jadi leader dibanding perusahaan dari Malaysia, Grab Bike. Malaysia itu hanya meniru kita dari jaket dan helm. Walaupun pendanaan besar, tapi kami adalah perusahaan anak bangsa," ujar Nadiem yang ditemui di kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (30/6).
Kenyamanan penumpang
Dari sisi operasional armada, harus diakui, GrabBike kalah ketimbang GO-JEK. Saat ini armada GrabBike hanya mencapai 5.000 pengendara, sedangkan, GO-JEK sudah mencapai 10.000 pengendara. Namun, GrabBike mengklaim unggul masalah promosi ke konsumen.
Tak hanya itu, GrabBike pun memanjakan penumpang dan pengendara dengan pemberian asuransi kecelakaan.
GrabBike pun tidak hanya bermain dalam sistem android ataupun IOS, tetapi juga platform Blackberry. Ke depan, GrabBike bakal memperbanyak platform lantaran saat ini GrabBike sendiri tengah membangun pusat data dan pengembangan di Singapura.
"Kita menaruh budget USD 100 juta atau Rp 1,3 triliun untuk pusat data tersebut," kata Kepala Pemasaran GrabTaxi, Kiki Rizki.
Untuk pengendara, GrabBike memberikan reward berupa umroh dan haji gratis bagi tukang ojek berprestasi. Di mana indikatornya yakni nilai kenyamanan dari penumpang serta mendapatkan order terbanyak setiap bulannya.
(mdk/noe)