Rumitnya Perizinan Indonesia Buat Investasi Terus Melempem
Mengutip survei Ease of Doing Business (EODB), kemudahan berusaha di Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara. Namun, untuk indikator memulai bisnis, Indonesia berada di peringkat 140.
Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen agar bisa terbebas dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Untuk mencapai pertumbuhan tersebut investasi harus di atas 10 persen.
Senior Partner Assegaf Hamzah & Patners (AHP), Ahmad Fikri Assegaf mengakui untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen memang tidak mudah. Sebab, terlalu banyak peraturan perundang-undangan termasuk di bidang perizinan usaha selama ini justru menjadi penghambat investasi.
-
Bagaimana cara Indonesia menarik investasi 'family office'? Dia harus datang kemari (Indonesia). Misalnya, dia taruh duitnya 10 atau 30 juta dolar AS, dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang Indonesia untuk kerja di family office tadi. Jadi, itu nanti yang kita pajakin.
-
Bagaimana Cak Imin membandingkan pelayanan investasi di Indonesia dengan Cina? Menurut Cak Imin, pelayanan terhadap investasi di Indonesia masih jauh dari Cina. Kata ketua umum PKB ini, di Cina telah memberikan pelayanan yang memadai."Pelayanan yang diberikan kepada investasi jauh dari Tiongkok misalnya. Mereka betul-betul pelayanan yang memadai," ujarnya.
-
Kapan inflasi penting untuk investor? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
-
Di mana letak geografis Indonesia yang menguntungkan untuk berbisnis? Indonesia adalah negara pengekspor yang tinggi, letak geografisnya merupakan keuntungan besar bagi negara. Negara bagian ini terletak di sebelah India, Cina, Malaysia, dan Singapura.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Bagaimana inflasi mempengaruhi nilai investasi? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
"Perizinan yang berbelit dan terlampau banyak merupakan penghalang investasi di Indonesia," kata dia dalam acara diskusi di Four Seasons Hotel, Jakarta, Kamis (5/3).
Mengutip survei Ease of Doing Business (EODB), kemudahan berusaha di Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara. Namun, untuk indikator memulai bisnis, Indonesia berada di peringkat 140.
"Semakin baik sistem perizinan di suatu negara, quality control oleh pemerintah menjadi semakin baik. Namun, perizinan yang terlampau banyak justru menjadi barrier to entry yang membuat appetiteforinvesting bagi investor di suatu negara menjadi rendah," ujarnya.
Online Single Submission Tak Berjalan Maksimal
Menurut Fikri, untuk mengatasi masalah perizinan, pemerintah pada 2018 memberlakukan kebijakan Online Single Submission (OSS) dengan dasar hukum PP 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Namun, kebijakan tersebut ternyata belum cukup menyelesaikan persoalan yang ada.
Pemerintah kemudian bermaksud menyederhanakan peraturan melalui Omnibus Law, yang akan mengubah puluhan undang undang.
"Salah satu langkah besar yang dilakukan pemerintah adalah membenahi peraturan perundang-undangan yang dirasa over-regulated dan menghambat investasi melalui pembentukan Omnibus Law," kata Fikri.
Fikri menjabarkan, dari data yang disampaikan pemerintah, saat ini terdapat 8,486 peraturan pusat, 14,815 peraturan menteri, 4,337 peraturan lembaga, dan 15,966 peraturan daerah, dengan total keseluruhan berjumlah 43,604 peraturan. Jumlah tersebut dinilai cukup menggambarkan bagaimana kerumitan regulasi di Indonesia.
Pembentukan Omnibus Law sendiri nantinya diharapkan dapat menarik investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hingga saat ini, setidaknya terdapat dua Omnibus Law yang sedang dirancang pemerintah, yaitu RUU tentang Cipta Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.
Masalah Kriminalisasi Usaha
RUU Cipta Kerja yang disusun pemerintah dengan metode Omnibus Law misalnya, dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dengan cara yang tidak biasa.
Selain masalah perizinan, Senior Partner AHP lainnya, Chandra M Hamzah menyorot poin menarik lainnya dalam materi muatan Omnibus Law, yaitu mengenai pengenaan sanksi. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa iklim usaha sangat dipengaruhi oleh praktik kriminalisasi terhadap sektor private, baik kriminalisasi oleh peraturan, maupun kriminalisasi oleh aparat penegak hukum.
"Masih banyak peraturan perundang-undangan yang mengategorikan perbuatan yang sebenarnya masuk dalam hukum administratif sebagai tindak pidana. Penegak hukum pun cukup aktif menggunakan peraturan pidana untuk peristiwa yang sesungguhnya adalah masalah perdata. Untuk itulah, pemerintah menjadikan sanksi pidana yang banyak menjadi momok kegiatan usaha, sebagai salah satu target yang akan diubah Omnibus Law," papar Chandra.
Chandra memahami adanya reaksi beragam terhadap rencana pengundangan Omnibus Law. Sejumlah pihak yang menentang beranggapan bahwa Omnibus Law lebih memberikan kemudahan kepada pelaku usaha besar dan investor asing, namun mengancam UMKM.
Menurut Chandra, tidak ada RUU yang sempurna, apalagi RUU semacam RUU Cipta Kerja yang memuat perubahan atas sekitar 1,200 Pasal di 79 UU.
Adanya perbedaan pandangan merupakan hal yang normal. Tentu saja, saluran bagi aspirasi dan masukan harus dibuka oleh pemerintah dan DPR," tanda dia.
(mdk/idr)