Saham pertambangan & industri eksportir layak diperhitungkan saat Rupiah melemah
"Sementara dalam jangka panjang bisa perhatikan saham-saham pertambangan dan industri eksportir karena nilai Rupiah yang tertekan akan lebih menguntungkan eksportir dan naiknya harga tambang membuat nilai kontrak mereka meningkat jangka panjang."
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam kurun waktu dua bulan terakhir bergerak melemah seiring penguatan Dolar Amerika Serikat terhadap beberapa mata uang dunia lainnya. IHSG di awal bulan Mei sempat menyentuh level 5.700 hingga kembali menguat ke batas psikologis di 6.000. Namun penguatan itu diprediksi masih rentan koreksi.
Penguatan mata uang Paman Sam itu juga memukul Rupiah. Nilai tukar Rupiah bahkan sempat tembus Rp 14.200 per USD.
-
Kapan PT Tera Data Indonusa Tbk melantai di bursa saham? Bahkan pada 2022, saat pandemi berlangsung, perusahaan ini berani mengambil langkah melantai di bursa saham.
-
Kapan Bursa Berjangka Aset Kripto diluncurkan? Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto di Jakarta, Jumat (28/7).
-
Kapan Bursa Karbon Indonesia resmi diluncurkan? Presiden Jokowi mengatakan ingin mengurangi dampak perubahan iklim yang saat ini terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia. ”Karena memang ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita rasakan. Dan, kita tidak boleh main-main terhadap ini, kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi, sehingga dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya,” kata Presiden Jokowi.
-
Siapa yang merencanakan aksi teror di Bursa Efek Singapura? Pendalaman itu dibenarkan Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar bahwa YLK memang hendak merencanakan aksi teror ini pada 2015 silam.
-
Kenapa harga saham bisa naik turun? Salah satu yang sering jadi dilema adalah harga saham yang begitu cepat naik turun bagaikan roller coaster. Jadi, sebenarnya apa sih penyebab harga saham bisa naik turun?
-
Kenapa Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) diluncurkan? Tujuan bursa karbon sendiri untuk mencipatakan insentif bagi perusahaan dan negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengaan menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.
Associate Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI), Lanjar Nafi Taulat menilai, IHSG cenderung anjlok merespons pelemahan yang dialami mata uang Rupiah terhadap USD.
"Pelemahan Rupiah berdampak negatif pada pergerakan harga saham di mana investor asing cenderung melakukan aksi jual pada aset berisiko di Indonesia, seperti saham. Karena adanya depresiasi Rupiah yang membuat nilai aset mereka menurun jika di konversikan kembali ke USD," ucap Lanjar di Jakarta.
Tak hanya itu, meski porsi asing di bursa saham tidak menjadi mayoritas, namun karena menjadi trigger, pemicu, maka aspek psikologis investor lokal pun ikut terbawa pola tindakan investor asing. "Investor asing masih menjadi triger para investor dalam negeri di Indonesia," kata Lanjar.
Oleh karena itu, meski pasar volatile, investor disarankan agar tetap rasional. Kata Lanjar, investor harus cermat dalam mengambil keputusan jangka pendek. Menghindari saham-saham sektor konsumer yang related terhadap impor dan sektor perbankan. "Saat volatile perhatikan saham-saham sektor industri ekspor dan Pertambangan," ucapnya.
Dia menyarankan, sambil perhatikan saham-saham prospektif dan sektor yang bagus di saat terjadi pelemahan Rupiah, dan penurunan IHSG, investor harus bersiap dalam posisi beli manakala bursa rebound. "Posisi beli, lebih tepat disaat IHSG mulai kembali rebound. Jika beli disaat turun sama saja kita menangkap pisau jatuh," tegas Lanjar.
Lanjar menyarankan, dalam jangka pendek, para investor bisa perhatikan saham-saham perbankan dan konsumer karena disaat Rupiah terdepresiasi seperti sekarang ini, investor akan cenderung menunggu kebijakan-kebijakan Bank Indonesia guna meredam pelemahan Rupiah.
"Sementara dalam jangka panjang bisa perhatikan saham-saham pertambangan dan industri eksportir karena nilai Rupiah yang tertekan akan lebih menguntungkan eksportir dan naiknya harga tambang membuat nilai kontrak mereka meningkat jangka panjang," jelas Lancar.
Melihat gejolak geopolitik yang memanas pada perdagangan AS dan China, pertemuan AS dan Korut serta konflik timur tengah, Lanjar memprediksi, investor cenderung beralih pada aset safe heaven dan mengurangi aset berisiko. Selain itu, tren prekonomian AS yang kian membaik dan tren inflasi yang membuat prospek suku bunga di AS lebih cepat membuat investor terus menambah porsi investasi mereka kembali ke AS dan mulai mengurangi porsi investasi pada negara-negara berkembang yang cenderung lebih berisiko.
Baca juga:
PT Indofood Sukses Makmur bagikan dividen 2017 Rp 237 per saham
KPEI luncurkan sistem e-Clears baru tingkatkan transaksi perdagangan
Ekspansi bisnis, GMF AeroAsia gelontorkan Rp 252,7 miliar di kuartal I-2018
Klub sepakbola Indonesia punya kesempatan melantai di bursa saham
Gencar ekspansi gerai Mitra10, PT Catur Sentosa Adiprana berencana right issue