Survei KNTI: 82 Persen Nelayan Tak Miliki Akses Beli BBM Subsidi
Para nelayan tersebut tidak memiliki akses BBM bersubsidi dikarenakan sebanyak 38,4 nelayan tradisional Indonesia ternyata tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi.
Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Iing Rohimin menyebut, hasil survei KNTI mencatat bahwa 82,8 responden nelayan tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.
"Secara gambaran umum bisa saya sampaikan bahwa data yang kita peroleh 82,8 persen itu nelayan kita tidak bisa mengakses BBM bersubsidi," kata Iing dalam diskusi KNTI, Kamis (8/7).
-
Bagaimana cara Soeharto mempertahankan kebijakan subsidi BBM? Sayangnya, saran Habibie yang kala itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi tak digubris. Soeharto berkukuh mempertahankan subsidi, dengan alasan negara masih punya uang.
-
Siapa yang mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi? Dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
-
Siapa yang menentang kebijakan subsidi BBM di era Soeharto? Subsidi BBM Ditentang Habibie Satu sisi, Presiden ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie pada tahun 2014 pernah menyatakan dia tidak setuju bila BBM terus disubsidi.
-
Mengapa Pertamina mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi? “Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik." Nicke menegaskan, Program Langit Biru Tahap 2 ini merupakan kajian internal di Pertamina dan untuk implementasinya nantinya akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan.
-
Bagaimana cara pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM? Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
Para nelayan tersebut tidak memiliki akses BBM bersubsidi dikarenakan sebanyak 38,4 nelayan tradisional Indonesia ternyata tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi.
Lalu, 36,2 persen responden nelayan tidak tahu ada bahan bakar bersubsidi dan 22,2 persen menyebutkan tidak ada penjual bahan bakar bersubsidi di sekitar, dan sisanya responden mengaku selalu kehabisan BBM bersubsidi.
Di sisi lain, sebanyak 74 persen responden nelayan tidak memiliki pas kecil, hanya 26 responden yang memiliki pas kecil. Dilansir dari laman hubla.dephub.go.id, pas kecil adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diperuntukan bagi kapal-kapal dengan tonase kotor kurang dari GT 7, yang sebagian besar terdiri dari kapal-kapal tradisional dan kapal nelayan dengan jumlah yang banyak.
Alasan mereka tidak memiliki pas kecil, 75 persen responden menyatakan mereka tidak tahu cara mengurusnya. 7 persen responden mengaku baru mengetahui yang namanya 'Pas Kecil', sementara sisanya menyatakan masih dalam proses mengurus, bahkan ada nelayan yang malas untuk mengurus pas kecil.
Tak Penuhi Persyaratan
Alasan lain nelayan tidak bisa akses BBM bersubsidi yaitu 87 persen responden tidak punya persyaratan pencatatan kapal perikanan dan 69 persen nelayan tidak memiliki identitas. Bahkan para nelayan tidak mau menyebutkan profesinya sebagai nelayan. Padahal kata Iing hal itu sangat berpengaruh terhadap akses BBM bersubsidi.
Adapun survei dilakukan pada 1 April-21 Mei 2021, kepada 5.292 responden yang tersebar di 10 provinsi yaitu provinsi Aceh, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kepulauan Riau, NTB, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Banten, dan NTT.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)