Profil
Ari Darmastuti
Inilah Ari Darmastuti, dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Lampung (Unila), salah satu calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia akan menjadi orang pertama yang akan diuji kelayakan dan kepatutannya oleh Komisi II DPR, Senin (19/3) pagi ini.
Bagi Ari, setiap perempuan memiliki kesempatan sama dengan laki-laki dalam kontes perebutan tujuh kursi anggota KPU. Alasan ini pula yang membuat dia menyodorkan surat lamaran dan riwayat kepada timsel anggota KPU dan Bawaslu, 5 Januari lalu.
Ibu empat anak itu optimistis akan lolos uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh anggota Komisi II DPR. Ari disebut-sebut memiliki keunggulan dalam urusan akademik. Sebagai dosen pascasarjana ilmu politik, dia dinilai memahami sistem politik, sistem kepartaian, dan sistem pemilu.
Sebagai akademisi, dia memiliki pengetahuan terkait kajian demokrasi di Indonesia. Wajar saja jika kemudian dia kerap dimintai pandangan-pandangan tentang konstelasi politik nasional maupun tingkat lokal, khusunya Provinsi Lampung.
Ari adalah lulusan S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip Unila. Dia melanjutkan pendidikan S2 di Iowa State University, Amerika Serikat. Sebagai dosen ilmu politik, tentu dia memahami masalah pemilu. ”Soal pemilu Indonesia, saya hafal di luar kepala. Saya faham teori-teori akademik, dan saya tertantang mempraktekkanya,” ujarnya kepada merdekacom.
Meski belum memiliki pengalaman sebagai penyelenggara pemilu, tapi dia sempat menjadi anggota panitia seleksi calon anggota KPU Provinsi Lampung untuk Pemilu 2009.
Perempuan kelahiran Bantul, 16 April 1960 itu mengaku mendapat dukungan penuh keluarga untuk menjadi anggota KPU. Dia juga mengklaim mendapat sokongan para aktivis perempuan, mengingat keterwakilan perempuan di KPU masih sangat sedikit. “Awalnya didorong teman-teman aktivis perempuan, lalu berani maju.”
Menurut peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi, sebagai akademisi Ari memiliki kemampuan yang bagus. Selain dosen ilmu politik, dia juga aktivis perempuan, dan pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) Yogyakarta.
Beberapa calon memiliki latar belakang pendidikan politik, dan Ari harus berkompetisi dengan mereka. Jika Komisi II DPR menetapkan dua anggota perempuan, peluang Ari sebetulnya 50% karena jumlah calon perempuan ada empat. Itu terjadi apabila dalam pemilihan dilakukan dengan memisahkan berdasarkan jenis kelamin.