Profil
Arif Budimanta
Ia adalah salah satu anggota DPR yang menolak adanya kenaikan harga BBM per 1 April 2012 lalu. Isu kenaikan BBM yang dinilai semakin merugikan rakyat ini sempat mengguncang negeri lantaran banyaknya masyarakat yang merasa semakin terjepit dengan keadaan ekonomi yang tak kunjung membaik. Salah satu anggota parpol besar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arif Budimanta menyatakan keprihatinannya secara pribadi dibalik parpolnya yang juga menolak kenaikan BBM yang dicetuskan oleh presiden. Saat itu, pria kelahiran Medan, 15 Maret 1968 ini mengungkapkan bahwa uang pemerintah yang sebagian besar bersumber dari rakyat sebaiknya dikembalikan kepada rakyat. Salah satu contoh membalikkan uang rakyat adalah dengan tidak menaikkan BBM.
Saat itu, pria lulusan program doktoral Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia ini menyarankan bahwa jalan yang dapat ditempuh agar harga BBM tetap stabil adalah dengan melakukan penghematan APBN. Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Arif ini menambahkan bahwa dengan mengembangkan sektor riil yang artinya memperluas jaringan dari berbagai sektor ekonomi bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan mutu hidup rakyat sehingga tidak diperlukan adanya angka kenaikan BBM.
Ditanya dengan sikap pemerintah yang akan memberikan BLT jika BBM jadi naik, anggota DPR RI Komisi IX ini menyatakan sikap tak setujunya dengan tegas. Alasannya, BLT hanyalah bersifat sementara, sehingga jika pemberian BLT dihentikan itu artinya pemerintah tidak menjamin kelangsungan hidup rakyat selanjutnya.
Saat ini, selain menjadi anggota DPR RI, Arif juga menjadi dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB dan PPS UI. Tak hanya itu, ia juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Center for Sustainable Development(ICSD). Di samping kegiatannya yang padat, pemilik akun twitter @budimanta ini juga kerap kali menuliskan opininya pada artikel-artikel lepas dan menuangkan buah pemikirannya pada buku-buku lingkungan, mengacu pada pendidikan formalnya yang ditempuh di bidang lingkungan.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan