7 Fakta Menarik Drakor 'When Life Gives You Tangerines' : Kisah Cinta, Drama, dan Kritik Budaya Patriarki
Drama Korea 'When Life Gives You Tangerines' mengisahkan cinta yang menyentuh antara Gwan-Sik dan Ae-Sun di Pulau Jeju.

Drama Korea When Life Gives You Tangerines kini menjadi perbincangan hangat di kalangan penggemar K-drama. Serial yang diperankan Park Bo Gum dan IU ini berhasil menarik perhatian banyak orang berkat jalan cerita yang menyentuh hati serta sinematografi yang memukau.
Berlatarbelakang Pulau Jeju, drama ini mengajak penonton untuk menyelami kisah yang sarat makna mengenai cinta, keluarga, dan cita-cita. Sejak tayang episode terbarunya pada 14 Maret 2025, semangat penggemar semakin tinggi untuk menyaksikan kelanjutan kisah dari karakter utama, Gwan-Sik dan Ae-Sun.
When Life Gives You Tangerines tidak hanya menawarkan romansa yang menyentuh, tetapi juga menggambarkan kehidupan masyarakat Jeju di masa lalu, terutama tantangan yang dihadapi perempuan dalam budaya patriarki yang kental. Karakter Ae-Sun, yang diperankan oleh IU, digambarkan sebagai sosok dengan impian besar untuk menjadi penyair, namun harus menghadapi realitas sosial yang membatasi kebebasan perempuan.
Di sisi lain, Gwan-Sik, yang dilakoni Park Bo Gum merupakan sosok pria yang setia dan selalu ada untuk mendukung Ae-Sun dalam setiap situasi. Berikut beberapa fakta menarik mengenai When Life Gives You Tangerines yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber pada Senin (17/3).
1. Mengambil Latar Waktu Tahun 1950-an dan 1970-an di Pulau Jeju

Drama ini menyajikan cerita yang berlatar dua periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 1950-an dan 1970-an. Pada tahun 1950-an, masyarakat Pulau Jeju sangat bergantung pada hasil laut sebagai sumber penghidupan.
Para wanita berperan sebagai haenyeo, yaitu penyelam yang mencari kerang dan ikan di lautan. Kehidupan yang keras ini menjadi latar belakang yang kuat untuk menggambarkan perjuangan tokoh utama dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang ada.
Sementara itu, alur cerita di tahun 1970-an menyoroti perkembangan karakter Ae-Sun dan Gwan-Sik dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Meskipun mereka sudah menikah, berbagai tantangan tetap menghampiri, termasuk tekanan sosial dan ekonomi yang terus mengintai mereka.
Sehingga drama ini tidak hanya menggambarkan kehidupan sehari-hari, tetapi juga menyoroti bagaimana karakter-karakter tersebut berjuang untuk bertahan dalam kondisi yang sulit.
2. Pahit Manis Kehidupan Rumah Tangga

Salah satu daya tarik utama dari When Life Gives You Tangerines cara yang digunakan untuk menggambarkan realitas kehidupan. Drama ini tidak hanya menyajikan kisah cinta yang romantis, tetapi juga menampilkan berbagai kesulitan hidup, ketidakadilan sosial, serta perjuangan perempuan dalam menghadapi budaya patriarki.
Tokoh Ae-Sun menjadi contoh perempuan yang berani melawan norma demi meraih impiannya, meskipun sering kali harus menghadapi berbagai rintangan. Selain itu, drama ini menunjukkan kehidupan dipenuhi dengan kebahagiaan dan kesedihan, namun dengan cinta dan keteguhan hati, seseorang dapat melewati segala tantangan.
Hubungan antara Ae-Sun dan Gwan-Sik menjadi simbol perjuangan bersama dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
3. Adegan Gwan-Sik Berenang di Laut Viral
Salah satu adegan paling terkenal dalam drama ini ketika Gwan-Sik melompat dari kapal dan berenang melintasi lautan untuk kembali kepada Ae-Sun. Adegan tersebut menjadi viral di media sosial, menarik banyak perhatian dan komentar dari para penggemar.
Aksi heroik Gwan-Sik ini menunjukkan betapa besar cintanya kepada Ae-Sun, hingga ia rela mempertaruhkan nyawanya demi bersatu kembali dengan sang istri.
4. Angkat Isu Budaya Patriarki yang Kuat
Drama ini juga mengangkat isu mengenai budaya patriarki yang kuat di Korea pada era 1950-an, yang membatasi perempuan dalam banyak aspek kehidupan. Ae-Sun, yang bercita-cita menjadi penyair, harus menghadapi kenyataan bahwa perempuan tidak diizinkan untuk memiliki mimpi besar.
Sejak kecil, perempuan di Pulau Jeju diharapkan mengikuti jejak ibu dan nenek mereka untuk menjadi haenyeo atau penyelam. Keberanian Ae-Sun dalam melawan tradisi ini menjadi salah satu elemen cerita yang paling menginspirasi.
Dia tidak hanya berjuang untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk memperjuangkan haknya mendapatkan pendidikan dan mewujudkan impiannya.
5. Kehidupan Tiga Generasi

Drama ini tidak hanya mengisahkan perjalanan Ae-Sun dan Gwan-Sik, tetapi juga menggambarkan kehidupan tiga generasi perempuan di Pulau Jeju. Dimulai dari Gwang Rye, ibu Ae-Sun, yang berupaya memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya, hingga Geum Myeong, putri Ae-Sun, yang bercita-cita untuk keluar dari belenggu kemiskinan.
Ketiga generasi ini mencerminkan perubahan zaman menghadirkan tantangan dan harapan yang berbeda bagi perempuan di Korea Selatan. Pengalaman hidup mereka menjadi cerminan perjuangan perempuan dalam meraih kebebasan dan hak yang setara.
6. Menduduki Peringkat 1 di Netflix
Popularitas When Life Gives You Tangerines terlihat jelas dari prestasinya di berbagai platform streaming. Drama ini berhasil meraih peringkat pertama di Netflix di sepuluh negara, termasuk Korea Selatan, Hong Kong, Indonesia, dan Singapura.
Selain itu, drama ini juga mendapatkan rating tinggi di sejumlah situs ulasan, seperti My Drama List, di mana empat episode pertamanya berhasil meraih skor 8,7. Banyak penonton memberikan ulasan positif terkait alur cerita yang unik dan menyentuh hati.
7. Dialog Penuh Paling Relate dengan Kehidupan Masa Kini

Salah satu aspek yang membuat drama ini sangat mengesankan adalah dialog-dialog yang menyentuh dan dapat dirasakan oleh banyak orang. Contohnya, dalam momen pertengkaran antara Ae-Sun dan anaknya, Geum Myeong, terdapat narasi yang berbunyi:
"Bagi orang tua, hanya penyesalan yang tersisa. Bagi anak-anak, hanya kebencian yang tersisa."
Selain itu, kutipan lain yang menarik perhatian adalah ketika Ae-Sun mulai melepaskan impian yang dimilikinya di masa muda: "Musim semi bagi mereka bukanlah musim untuk bermimpi, tetapi musim untuk menyerah pada impian. Dan mereka melakukannya dengan sukarela."
Ungkapan ini sangat mencerminkan kenyataan yang dihadapi banyak orang yang terpaksa mengorbankan cita-cita demi kelangsungan hidup.