Fosil Buaya Kuno dengan Kepala Terpenggal Ditemukan di China, Arkeolog Ungkap Penyebab Matinya Hewan Predator Ini
Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan.
Fosil Buaya Kuno dengan Kepala Terpenggal Ditemukan di China, Arkeolog Ungkap Penyebab Matinya Hewan Predator Ini
Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan. Spesies baru ini diperkirakan memiliki panjang 6 meter, merupakan predator tingkat teratas di lingkungannya. Para ahli mengatakan penemuan fosil kuno ini berdampak pada pengetahuan peradaban China kuno.
Sumber: Heritage Daily
Pada zaman Dinasti Tang pada abad kesembilan, masyarakat di delta Sungai Han di Provinsi Guangdong, China selatan, mengalami kesulitan dengan buaya. Sejarah mencatat, Han Yu, seorang pejabat pemerintah berusaha menangani keberadaan buaya-buaya tersebut dengan mengorbankan babi dan kambing sebagai upaya untuk mohon agar mereka meninggalkan daerah tersebut. Sayangnya, buaya-buaya itu tidak mengenali ancaman tersebut dan tetap bertahan. Baru-baru ini, peneliti menemukan bukti yang menunjukkan nasib akhir buaya-buaya tersebut.
-
Apa yang ditemukan di dalam perut mumi buaya purba? Di dalam perut mumi buaya purba, para peneliti telah menemukan kait perunggu. Hingga 3.000 tahun yang lalu, buaya sepanjang 2,2 meter itu mati bahkan sebelum ia mulai mencerna ikan yang ditemukan utuh di sekitar kail di perutnya.
-
Kenapa buaya purba dimumifikasi? Mengutip ScienceAlert, Kamis (18/7), benda buatan manusia dan kondisi hewan yang diawetkan dengan cermat menunjukkan bahwa buaya tersebut sengaja ditangkap di alam liar dan diolah sebagai persembahan kepada dewa buaya Mesir Kuno, Sobek.
-
Dimana fosil burung predator ditemukan? Clark dan rekannya menamai spesies temuannya ini dengan nama Avisaurus darwini, yang diambil dari nama Charles Darwin, sedangkan yang lainnya diberi nama Magnusavis ekalakaenis, yang diambil dari nama kota Ekalaka, Montana, tempat fosil tersebut ditemukan.
-
Apa yang ditemukan di perut mumi buaya? Para peneliti memindai mumi buaya berusia 3.000 tahun dan menemukan di dalam perut hewan purba itu ada kait perunggu.Buaya sepanjang 2,2 meter itu mati sebelum bisa mencerna seekor ikan yang ditemukan utuh di sekitar kail di perutnya.
-
Dimana buaya itu ditemukan? Saat menyusuri pinggir sungai yang mengering akibat musim kemarau, mereka justru melihat sorot mata yang mencurigakan mengambang di permukaan air.
Profesor Minoru Yoneda dari Museum Universitas di Universitas Tokyo bersama dengan rekan peneliti Masaya Iijima dari Museum Universitas Nagoya di Jepang, dan Profesor Jun Liu dari Universitas Teknologi Hefei di China, meneliti dua fosil yang sebagian masih awet, merupakan individu dari spesies baru buaya-buaya tersebut.
Foto: Masaya Iijima and Hikaru Amemiya
Makhluk ini diperkirakan telah mati pada abad ke-14 dan ke-10 SM, sehingga mereka tidak berhubungan langsung dengan peristiwa Han Yu. Namun, keberadaan mereka masih terikat dengan kisah tersebut. Oleh karena itu, para peneliti memberi spesies baru ini nama Hanyusuchus sinensis.
Foto: Masaya Iijima and Hikaru Amemiya
“Saya telah mempelajari buaya modern selama bertahun-tahun, namun meski sudah punah, Hanyusuchus sinensis sejauh ini merupakan makhluk paling menakjubkan yang pernah saya lihat,” kata Iijima.
“Semua orang sudah familiar dengan buaya berhidung lancip dan aligator berhidung tumpul, namun mungkin kurang familiar dengan jenis buaya modern ketiga yang disebut gharial yang memiliki tengkorak lebih panjang dan lebih tipis. Hanyusuchus sinensis adalah sejenis gharial, namun yang menarik adalah ia juga memiliki beberapa ciri tengkorak yang sama dengan buaya lainnya. Hal ini penting karena dapat menyelesaikan perdebatan selama puluhan tahun tentang bagaimana, kapan, dan dengan cara apa buaya berevolusi menjadi tiga keluarga yang masih berkeliaran di bumi saat ini," tambahnya.
Kedua fosil subfosil dari gharial menunjukkan banyak tanda-tanda serangan yang kasar, bahkan ada kasus kepala yang dipenggal. Analisis lebih lanjut, para peneliti mengaitkan luka-luka fatal ini dengan keberadaan senjata yang digunakan oleh manusia pada periode tersebut.
Foto: Masaya Iijima and Hikaru Amemiya
“Mengingat dua spesimen yang kita miliki dibunuh oleh manusia, spesies tersebut sudah tidak ada lagi, dan mengingat bukti sejarah pembersihan buaya secara sistematis di wilayah tersebut, kesimpulannya adalah bahwa manusialah yang bertanggung jawab atas kematian Hanyusuchus sinensis,” kata Yoneda .
Yoneda tertarik pada makhluk-makhluk ini ketika ia mempelajari munculnya peradaban kuno China sekitar 4.000 tahun yang lalu, dan menemukan tulang-tulang buaya di berbagai situs arkeologi, beberapa di antaranya mungkin memiliki signifikansi budaya. Tulang-tulang ini diyakini milik aligator China (Alligator sinensis), yang hanya ditemukan di daerah hilir Sungai Yangtze di China tengah timur.
"Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa gharial Tiongkok, Hanyusuchus sinensis, mungkin memiliki pengaruh pada peradaban kuno China" kata Yoneda.
"Beberapa simbol China, dan mungkin bahkan mitos tentang naga, mungkin terinspirasi dari reptil yang luar biasa ini. Ini bisa menjadi satu-satunya reptil di China kuno yang memangsa manusia."
Tim peneliti juga aktif mengeksplorasi aspek lain dari penemuan ini. Fosil-fosil subfosil tersebut relatif baru sehingga beberapa jaringan lunak masih terawetkan. Hal ini berarti, materi genetik dapat diekstraksi untuk membantu memberikan pemahaman yang lebih akurat tentang bagaimana Hanyusuchus sinensis berada dalam pohon evolusi buaya.
Sumber: Heritage Daily