Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Habis perang sedikit ugal-ugalan

Habis perang sedikit ugal-ugalan Bikers di Libya. ©REUTERS

Merdeka.com - Mereka bukanlah milisi oposisi ke mana-mana selalu ditemani oleh senapan, dan berkonvoi dengan mobil bak terbuka. Pemandangan di masa perang pada enam tahun lalu itu sudah tak terlihat lagi.

Walau pertikaian belum berakhir karena di negara itu bercokol dua pemerintah masing-masing saling klaim. Meski dianggap negara gagal, sebagian warganya tidak peduli akan hal itu.

Jalan-jalan di Ibu Kota Tripoli, Libya, selalu kedatangan tamu saban akhir pekan. Sebagian mengenakan jaket kulit, bandana, rantai di celana, biasa berjejer di pinggir jalan sembari memoles tunggangan. Soal helm terserah masing-masing karena aturan lalu lintas di Libya sangat longgar.

Mereka merupakan sekelompok penggila kuda besi di negeri yang porak-poranda karena perang. Skena bikers lagi bergeliat di Libya. Tunggangan mereka bermacam-macam, mulai dari motor Jepang sampai Harley-Davidson. Anggotanya juga beragam. Ada yang imam masjid hingga montir. Mereka disatukan oleh kecintaan pada roda dua, dan sebagai sarana pelarian dari tekanan hidup semasa konflik. Jumlahnya pun ratusan. Namanya penggemar otomotif, ritual mereka tidak jauh-jauh dari modifikasi, sedikit ugal-ugalan, sampai turing keliling kota.

"Orang-orang melakukan ini buat rehat sejenak, supaya merasakan kehidupan," kata Bilal Khatap, dilansir dari laman Reuters, Kamis (23/11).

Lelaki berusia 37 tahun itu seorang penjual kendaraan di Tripoli. Dia memelihara sebuah Harley-Davidson hijau. Bilal dan teman-teman bikersnya juga punya ritual Sunmori (Sunday Morning Ride) seperti bikers Indonesia. Dia juga anggota salah satu klub motor di Tripoli, 'Monster'. Mereka biasanya kopi darat di alun-alun kota pada pagi hari, lalu unjuk kelihaian menekuk kuda besi dengan kecepatan tinggi, diakhiri dengan berkeliling ibu kota dan menyambangi tepi pantai. Di masa rezim Muammar Qaddafi hal-hal seperti itu tidak pernah ada. Kebebasan berkumpul sangat dibatasi.

bikers di libya

Menurut anggota Monster lainnya, Maruan Aghila, klub itu berdiri lima tahun lalu. Pegawai kedutaan besar yang menunggang Suzuki Intruder itu mengatakan tadinya cuma ada sedikit bikers di Tripoli. Sayang hobi itu masih terbatas kepada orang-orang berkocek tebal. Sebab, harga motor besar memang mahal. Apalagi namanya bikers, mereka biasanya selalu ingin tunggangannya berbeda dari yang lain. Maka dari itu mereka rela merogoh kantong dalam-dalam buat mengimpor komponen kelas wahid.

"Emang mahal sih, tapi bisa dipesan," kata Aghila.

Kota-kota besar di Libya seperti Benghazi dan Zawiya juga punya komunitas penggemar kuda besi masing-masing. Ritualnya juga hampir mirip-mirip.

Tumbuhnya skena bikers juga membuka peluang bisnis baru. Kini banyak toko-toko menjajakan perlengkapan bermotor. Semuanya tentu saja diimpor.

Walau demikian, bepergian dengan sepeda motor di Libya masih rentan. Milisi masih bercokol karena dipelihara panglima-panglima perang dari berbagai suku. Seperti pengalaman tidak mengenakkan dialami Abdu Saghezli (60). Lelaki bekerja sebagai montir itu mengaku sepeda motor Suzuki Hayabusa-nya nyaris dicuri oleh kelompok milisi dua tahun lalu. Padahal dia sudah dicegat di pos pemeriksaan dan ditodong senapan.

Belum lagi situasi di jalan raya. Karena hukum diberlakukan tidak ketat, pengguna jalan termasuk pengendara sepeda motor seenaknya saja memacu kendaraan. Tidak ada batas kecepatan. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dua tahun lalu, tingkat kematian di jalan raya Libya sekitar 73 orang per 100 ribu penduduk. Tertinggi dibanding negara mana pun di dunia.

bikers di libya

"Memang berbahaya. Kalau lihai berkendara di Libya, maka dipastikan juga bisa berkendara di tempat lain," ujar Saghezli.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP