Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kongo bergejolak saat pergantian tahun, 7 tewas dalam unjuk rasa

Kongo bergejolak saat pergantian tahun, 7 tewas dalam unjuk rasa Demo antipemerintah di Kongo. ©AP Photo-John Bompengo

Merdeka.com - Unjuk rasa damai serentak menuntut Presiden Republik Demokratik Kongo, Joseph Kabila, segera turun dari jabatannya kemarin malah menelan korban dan berakhir ricuh. Dikabarkan tujuh orang tewas ditembak polisi saat berunjuk rasa selepas misa besar di gereja di Ibu Kota Kinshasha pada Minggu pekan lalu.

Dilansir dari laman Associated Press, Senin (1/1), menurut Direktur Human Rights Watch Afrika Tengah, Ida Sawyer, aparat keamanan Kongo menembak mati dua lelaki saat berunjuk rasa di depan Gereja St. Alphonse, di Distrik Matete. Sedangkan dari penjelasan Juru Bicara Kepolisian Nasional Kongo, Kolonel Pierrot Mwanamputu, kedua lelaki itu sebelumnya bertengkar dengan polisi. Menurut dia, salah satu anak buahnya juga meregang nyawa dalam insiden itu.

Kabar lain soal tindakan represif aparat terhadap aksi unjuk rasa damai di Kongo disampaikan juru bicara demonstran, Leonie Kandolo. Leonie malah mengatakan dalam insiden terjadi kemarin merenggut nyawa sepuluh orang dan sejumlah lainnya terluka. Menurut dia, aparat juga menangkap sejumlah pendeta. Juru Bicara Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kongo, Florence Marchal, mengatakan aparat menangkap 82 orang terkait demonstrasi di sejumlah wilayah di Kongo.

Kalangan pegiat sipil dan gereja Katolik memang mengajak penduduk dan jemaat menggelar unjuk rasa damai selepas misa besar kemarin. Mereka menuntut Kabila segera turun dan tidak mengulur waktu pemilihan umum.

Padahal, masa jabatan Kabila sudah habis pada Desember 2016, dan dia sudah meneken perjanjian bakal menggelar pemilihan umum dan presiden pada Desember 2017. Namun, Kabila mendadak memutuskan mengulur pemilu hingga 23 Desember 2018 tanpa alasan mendasar dan masuk akal. Padahal, dia sudah tidak bisa lagi menjabat berdasarkan aturan undang-undang. Hal itu membikin penduduk murka.

Kelompok oposisi menolak usul itu dan mengajukan permintaan supaya pemungutan suara digelar paling lambat pada Juni 2018. Pihak gereja akhirnya mau turut serta dalam unjuk rasa asalkan berlangsung damai. Walau demikian, mereka tidak menyangka aparat berkeras tidak memberikan izin dan malah bersikap keras. Setidaknya ada 160 gereja di seluruh Kongo berpartisipasi dalam demonstrasi itu.

Ketegangan saat unjuk rasa berangsur mereda menjelang sore hari. Walau demikian, aparat keamanan masih memberlakukan blokade di sejumlah wilayah hingga pergantian tahun. Pemerintah juga sempat memblokir akses Internet dan layanan pesan pendek seluler di seluruh Kongo.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP