Sampaikan pidato di Majelis Umum PBB, Mahathir kutuk pembantaian warga Rohingya
Merdeka.com - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dalam sidang Majelis Umum PBB kemarin, menyampaikan kutukan kepada pemerintah Myanmar atas pembantaian warga Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
"Saya tahu bahwa tidak ada yang berhak ikut campur dalam urusan internal negara. Namun, apakah dunia akan diam saja saat menyaksikan pembantaian yang dilakukan mereka?" ungkap Mahathir yang dilansir dari Channel News Asia, Sabtu (29/9).
"Negara memang bersifat independen, namun apakah dengan demikian mereka berhak membantai warganya?" lanjutnya.
-
Apa itu Rohingya? Etnis Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang mayoritas tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar.
-
Siapa yang mau bawa Rohingya ke Malaysia? Polisi mencurigai mereka sebagai TKI ilegal yang mau diberangkatkan. 'Informasinya ada dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kemudian mereka diperiksa, ternyata ada orang dari etnis Rohingya juga,' jelas Andrian.
-
Kenapa Rohingya mau ke Malaysia? 'Sebanyak 11 orang Rohingya dan 11 lainnya WNI yang mau diberangkatkan ke Malaysia,' ujar Kapolres Rokan Hilir AKBP Andrian Pramudianto, Kamis (4/1).
-
Gimana caranya Rohingya mau ke Malaysia? 'Kedua pelaku warga Labuhan Batu, mereka meminta Rp5,5 juta per orang dikali 22 orang, untuk diberangkatkan ke Malaysia menggunakan kapal motor,' tutur Andrian.
-
Dimana Rohingya mau berangkat ke Malaysia? Rencananya mereka akan menyebrang ke Malaysia melalui Kepulauan Panipahan Darat, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rohil.
-
Bagaimana Rohingya berjuang? Sejarah panjang perjuangan etnis Rohingya ini menunjukkan bahwa mereka terus berjuang untuk diakui sebagai warga negara yang setara di Myanmar, namun hingga kini mereka masih menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan hak-hak dasar mereka.
Mahathir mengatakan bahwa operasi dikerahkan oleh pasukan militer Myanmar telah menyebabkan hilangnya nyawa, hancurnya rumah, dan mengungsinya penduduk Rohingya dari Myanmar. Namun, pemimpin Aung San Suu Kyi masih mengelak fakta ini.
"Di Myanmar, warga Muslim di Negara Bagian Rakhine dibunuh. Rumah mereka dibakar dan jutaan orang melarikan diri untuk mengungsi," jelasnya.
"Para pengungsi tenggelam di laut lepas, tinggal di gubuk darurat, tanpa makanan dan tanpa sanitasi yang memadai. Namun pemerintah Myanmar termasuk 'si penerima Nobel Perdamaian' masih menyangkal terjadinya hal ini," lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dan militer Myanmar selalu membantah adanya kesalahan atas tindakan mereka. Namun, PBB sudah mencari fakta-fakta yang membuktikan pasukan militer Myanmar memang melakukan 'pembersihan etnis'.
(mdk/ias)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menko Mahfud MD buka suara soal pengungsi Rohingya. Menurutnya, Indonesia berhak mengusir mereka.
Baca SelengkapnyaMenurut Menko Polhukam Mahfud MD, Indonesia berhak mengusir mereka
Baca SelengkapnyaBerakhirnya pemberontakan 8888 bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga meninggalkan jejak kelam dalam sejarah Myanmar.
Baca SelengkapnyaPengungsi Rohingya kini mendapat penolakan dari warga Aceh. Pemerintah diminta bertindak tegas.
Baca SelengkapnyaHingga akhir November 2023, tercatat 1.084 warga Rohingya yang mendarat di Aceh menggunakan 6 kapal kayu.
Baca SelengkapnyaKonflik Rohingya termasuk kejahatan genosida yang menelantarkan banyak orang.
Baca SelengkapnyaJK mencontohkan konflik yang terjadi di Ambon dan Papua yang membuat warga mengungsi.
Baca SelengkapnyaMahfud mengatakan negara lain sudah menutup akses terhadap pengungsi Rohingya, sehingga mereka ke Indonesia
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Amin membuka opsi untuk menampung para pengungsi Rohingya di Pulau Galang.
Baca SelengkapnyaMahfud mengatakan jumlah pengungsi etnis Rohingya terus bertambah karena adanya jaringan mafia tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan Mahfud saat sidang sidang ke-27 ASEAN Political Security Community (APSC) Council, di Sekretariat ASEAN, Jakarta (4/9).
Baca SelengkapnyaJika pemerintah terlambat mengambil kebijakan bisa jadi pekerjaan rumah yang sulit untuk diselesaikan di kemudian hari.
Baca Selengkapnya