"Sekolah Fiktif" di Australia Tipu Pemerintah Rp20 Miliar
Merdeka.com - Indonesia kini tengah diramaikan dengan berita desa fiktif terkait dana desa dari APBN pemerintah. Ternyata di negara tetangga Australia pun pemerintahnya ditipu hingga Rp20 miliar oleh seseorang yang mengaku mengelola sebuah sekolah yang ternyata "fiktif".
Selama empat tahun Bobby Singh meraup penghasilan lebih dari Rp20 miliar dari subsidi Pemerintah Australia bagi mahasiswa yang terdaftar di "sekolah kejuruan" bohongan di Melbourne.
Sekolah itu sama sekali tidak memiliki mahasiswa. Penipuan ini pun terbongkar dari sebuah percakapan telepon yang berlangsung selama 4 menit 38 detik.
-
Apa yang dilakukan Jason di Australia? Kini Jason tinggal di Australia, jauh dari keluarga yang biasanya selalu menemaninya.
-
Siapa yang merekrut pekerja di Singapura? Data Jobs on the Rise terbaru mengungkapkan lonjakan dalam perekrutan untuk spesialis pertumbuhan, pekerjaan teknis, dan profesional perawatan kesehatan di Asia diperkirakan akan memperluas perekrutan hingga tahun 2023.
-
Apa yang sedang dilakukan anak Gunawan di Australia? Lahir di Singapura pada tahun 2004, Khayru kini sudah berumur 19 tahun. Saat ini, Khayru sedang menempuh pendidikan di Monash University Australia.
-
Siapa yang punya rumah di Australia? Miliki Hunian Senilai Rp 271 M, Intip Potret Rumah Harvey Moeis di Australia yang Luput Dari Sorotan
-
Apa yang dilakukan Khirani Trihatmojo di Australia? Gadis berusia 17 tahun itu saat ini sedang menimba ilmu di Melbourne, Australia.
-
Siapa yang terlibat dalam penipuan ini? Ia dituduh sebagai kaki tangan Barbara, namun tampaknya sangat bersedia untuk bersaksi melawan istrinya itu dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.
Pada 1 Juli 2015, Singh mendapat panggilan telepon dari seorang petugas Badan Otoritas Pemantau Mutu Pendidikan Australia (ASQA).
"Selamat pagi Pak Singh. Saya menelpon karena saya diminta untuk memantau fasilitas sekolah Anda," kata petugas bernama Kate Owen kepada Singh.
"Dari waktu ke waktu, kami memang datang ke lokasi, mengecek berbagai dokumen, memeriksa apakah aturan ditaati atau tidak."
Dikutip dari ABC Indonesia, Rabu (6/11), Bobby Singh adalah pemilik "sekolah kejuruan" bernama St Stephen Institute of Technology di Melbourne.
Saat itu, Singh mengatakan bahwa dia siap menerima kunjungan tim pemantau.
Ketika pembicaraan selesai, Singh langsung menelpon mitranya Mukesh Sharma, yang menjalankan sekolah lain bernama Symbiosis Institute of Technical Education.
Dia mengatakan kepada Sharma untuk bersiap-siap, karena akan ada pemeriksaan.
Yang tidak diketahui Singh dan Sharma ketika itu adalah bahwa pembicaraan mereka direkam oleh penyidik federal.
Pembicaraan itu kemudian menjadi bukti penipuan yang dilakukan Singh dan rekannya terhadap Pemerintah Australia. Mereka menipu untuk mendapatkan subsidi lebih dari AUD 2 juta (sekitar Rp20 miliar).
Bentuk penipuan ini dikenal dengan istilah "sekolah abal-abal".
Ketika akhirnya kasusnya dibawa ke pengadilan, Hakim Michael O'Connell mengakui bahwa Bobby Singh "sebenarnya sudah banyak melakukan hal yang baik sebelumnya."
Singh tiba di Australia tahun 1999 ketika berusia 18 tahun, dan kemudian terlibat dalam beberapa kegiatan bisnis wirausaha.
Dia menjalankan bisnis keamanan di tahun 2003. Di tahun 2005 dia menjadi subkontraktor bagi Australia Post, dengan menjadi pengirim barang ke berbagai daerah di Melbourne.
Menurut berkas pengadilan, usahanya itu berkembang pesat dengan nilai lebih dari $AUD 1,75 juta.
Tahun 2011, Singh menemukan "bisnis baru", yaitu menjadi pemilik sebuah "sekolah kejuruan" bernama St Stephen Institute of Technology.
Singh melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan baru.
Ketika petugas ASQA menelepon Singh di tahun 2015, pihak berwenang menduga bahwa Singh akan panik.
Detektif Danielle Woodward sudah memantau Singh dan rekannya selama enam bulan setelah adanya laporan mengenai surat kelakuan baik mereka.
Petugas mencurigai adanya beberapa hal yang aneh yang sedang terjadi.
Singh tinggal di rumah mewah dengan mobil Ferrari, dan sumber kemewahannya tidak jelas asalnya.
Sekolahnya berada di lokasi yang aneh dan aktivitasnya tidak sebanyak sekolah normal dengan ratusan orang mahasiswa.
Singh kemudian mulai mempersiapkan kunjungan tim ASQA.
ABC mendapatkan hasil pembicaraan telepon dan rekaman video yang menunjukkan usaha penipuan Singh dan rekan-rekannya.
"Sekolah Hantu"
Di hari ketika tim berkunjung, Singh melakukan beberapa pembicaraan telepon dengan anggota sindikatnya Mukesh Sharma dan Rakesh Kumar untuk mempersiapkan dokumen.
Dalam salah satu pembicaraan, salah seorang anggota sindikat mengatakan kepada Singh, "kita tahu bahwa yang kita lakukan ini secara hukum dan secara etika salah."
Ternyata dari berbagai rekaman rahasia yang mereka lakukan di sekolah tersebut, kegiatan pengajaran tidaklah berlangsung di sana.
Bentuk penipuan seperti ini dikenal oleh mereka yang bekerja di sektor sekolah kejuruan di Australia sebagai "sekolah hantu."
"Sekolah itu seolah-olah melakukan kegiatan," kata Larissa Kernebone, seorang mantan pengawas ASQA yang sekarang menjadi konsultan sekolah kejuruan.
Menurut polisi ada dua bentuk penipuan yang dilakukan Singh dan teman-temannya.
Di Australia ada sistem bantuan keuangan untuk siswa yang dikenal dengan istilah VET FEE-HELP dimana mahasiswa internasional bisa bersekolah di sekolah kejuruan swasta dengan bantuan pinjaman dari pemerintah.
Sekolah kejuruan kemudian mendapat dana dari pemerintah tergantung dari jumlah murid yang mendaftar.
"Mereka pada dasarnya mendapat uang dengan mudah," kata Detektif Woodward.
"Mereka mengambil uang tersebut dan pada dasarnya mengatakan kepada siswa bahwa anda tidak perlu datang, dan mereka akan memberikan sertifikat."
Melibatkan Mahasiswa
Terungkapnya kasus Singh pada waktu itu menimbulkan pemberitaan besar, dan membuat pemerintah Australia kemudian menghentikan pendanaan bagi mahasiswa lewat VET FEE-HELP.
Bentuk penipuan kedua adalah yang melibatkan mahasiswa yang tinggal di Australia.
Pemerintah negara bagian Victoria juga memberikan subsidi bagi mahasiswa yang masuk ke sekolah kejuruan.
"Siswa domestik ini banyak yang tidak tahu bahwa mereka terdaftar di sekolah tersebut," kata Woodward.
Salah seorangnya adalah Haripal Chahal yang baru saja menjadi warga negara Australia ketika rumahnya didatangi dua petugas polisi federal bulan Agustus 2015.
"Saya betul-betul ketakutan, karena saya takut mereka akan mendeportasi saya," kata Chahal kepada ABC.
Kedua petugas tersebut kemudian bertanya mengenai sekolah yang pernah diikuti dan sertifikat yang dimilikinya.
"Saya menunjukkan semua dokumen yang saya punyai dan mereka bertanya apakah saya pernah mengikuti kursus lainnya," kata Chahal lagi.
Chahal tidak pernah mendengar nama sekolah kejuruan St Stephen Institute of Technology yang disebut polisi.
Chahal terkejut ketika ditunjukkan bahwa dia pernah sekolah di situ, karena ada dokumen yang berisi data diri dan tandatangannya.
Dia tidak mengetahui bahwa identitasnya sudah dicuri dan dia menduga lewat petisi yang ditandatangani dalam sebuah acara yang melibatkan komunitas asal India.
Dia termasuk satu dari 40 mahasiswa yang kemudian memberi kesaksian di pengadilan.
"Saya senang bisa memberikan informasi yang saya ketahui. Tidak ada yang perlu saya tutupi," katanya.
Reporter: Benedikta Miranti Tri Verdiana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan TPPO yang melibatkan 50 orang warga WNI. Puluhan korban itu diberangkatkan ke Australia untuk dipekerjakan sebagai PSK.
Baca SelengkapnyaModus tersangka memberangkatkan calon pekerja migran tidak sesuai prosedur.
Baca SelengkapnyaBatman berperan sebagai koordinator di beberapa tempat prostitusi di Sydney.
Baca SelengkapnyaBareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan warga negara Indonesia di Sydney, Australia.
Baca SelengkapnyaBebas dari Penjara, Bule Australia Terlibat Penipuan Bisnis Rokok Dideportasi dari Bali.
Baca SelengkapnyaPolisi mengungkapkan kejadian nahas yang dialami 50 WNI korban TPPO di Sydney Australia
Baca SelengkapnyaPelaku terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun
Baca SelengkapnyaSK diduga telah membuat dan mengelola puluhan situs judi daring sejak tahun 2022.
Baca SelengkapnyaModus operandi yang dilakukan para pelaku dengan menggunakan penipuan lowongan kerja.
Baca SelengkapnyaPelaku menggunakan email palsu mengganti posisi alfabet atau menambahkan satu huruf pada alamat email sehingga menyerupai aslinya.
Baca SelengkapnyaAset yang disita diduga hasil tindak pidana penipuan sindikat yang beroperasi dari Dubai.
Baca SelengkapnyaPolri Bongkar Kasus Scam Email Rugikan Perusahaan Singapura Rp32 M, Ada WNA Ikut Terlibat
Baca Selengkapnya