Wartawan Sudan berunjuk rasa tolak undang-undang baru batasi kebebasan pers

Merdeka.com - Komunitas wartawan Sudan memprotes rancangan undang-undang yang ditetapkan untuk membatasi pekerjaan mereka. Undang-undang baru tersebut mengunci kebebasan pers terakhir yang tersisa di negara tersebut dan membiarkan kekuatan pemerintah mendominasi.
Demonstrasi itu digelar Rabu lalu di depan kantor Dewan Pers dan Publikasi Sudan, badan pemerintah yang dikelola oleh politisi dan anggota serikat wartawan pro-pemerintah.
Para demonstran itu merasa tidak puas dengan hukum yang dirancang berdasar konstitusi sementara dan ditata sendiri melalui kesepakatan damai komprehensif tahun 2005 lalu.
"Kebebasan pers atau tidak ada pers," demikian bunyi spanduk yang diacungkan para demonstran saat menggelar aksi, seperti dikutip dari laman Middle East Eye, Minggu (19/11).
"Undang-undang baru itu menambah batasan lebih besar pada industri ini, terutama yang bekerja untuk media daring," kata salah seorang wartawan.
Jika disahkan, maka pemerintah bisa dengan bebas menangguhkan surat kabar, mengambil alih, bahkan menutup kantor berita. Dewan Pers juga diberi hak untuk menangguhkan publikasi berita selama 15 hari dan memblokir wartawan yang tulisannya menyinggung pemerintah.
Pasukan keamanan merespons aksi unjuk rasa itu dengan melakukan penangkapan terhadap dua wartawan, salah satunya wartawan terkemuka, Shamail Alnur. Selain itu, pasukan juga mengintimidasi demonstran lain, dan mencegah mereka untuk berlama-lama menyuarakan aspirasi mereka.
Sementara itu, Badan Pengawas Media, Jaringan Jurnalis Suda (SJN), mengungkapkan keprihatinannya dan mengkritik keras amandemen yang diajukan. Mereka menyebut ini merupakan rancangan terburuk dalam sejarah pers di Sudan.
"Pers di Sudan melihat serangkaian kemunduran karena seluruh lingkungan politik di negara ini memburuk. Pemerintah mengganti undang-undang tahun 2009, yang lebih buruk daripada undang-undang 2004, menjadi undang-undang versi 2017 yang lebih buruk lagi," kata Sekretaris Jenderal, SJN, Adel Ibrahim.
Ibrahim menambahkan bahwa hukum baru tersebut bersifat merongrong peran utama pers, yakni untuk membagikan informasi.
Ketua SJN, Khalid Fathi, juga memperingatkan bahwa anggota pengawas akan terus melakukan demonstrasi sampai rancangan undang-undang tersebut dibatalkan.
"Kami tidak akan menyerah. Kami akan terus berdiri melawan hukum yang menindas," tegasnya.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya