Sejak remaja, Lanny Purnomo (67) menggemari buku cerita silat (cersil). Tak lagi menjadi pustakawan di salah satu universitas swasta di Kota Salatiga, pada 1980-an dia membuka persewaan buku di kediamannya di Purwokerto Banyumas.

Demam cersil melanda remaja sampai orang dewasa. Berbagai cersil pernah jadi idola. Berjilid-jilid seukuran buku saku. Cersil karya Asmaraman S Kho Ping Ho paling banyak disewa.

Terletak persis di Pasar Besar Wage, Kota Purwokerto, persewaan buku milik Lanny pernah berjaya dikunjungi banyak penyewa. Ratusan jilid koleksi cersil memadati rak, paling lengkap dibanding komik dan novel populer.

Kini, keramaian pengunjung tinggal kenangan.

Akhir tahun 1990-an, cersil tak lagi diminati. Persewaan buku mengalami lesu dan kesepian.

Dengan tarif berkisar Rp 1.000 sampai Rp 3.000 untuk peminjaman satu buku selama sepekan, penyewa dapat dihitung jari. Mayoritas kini adalah penyewa novel populer, kurang dari 10 orang setiap bulan.

Persewaan buku milik Lanny juga jadi saksi tumbangnya toko-toko buku di Purwokerto. Dua di antara toko Aneka dan Ganesa, tempat dia memesan dan membeli buku. Kenangan yang tersisa berupa no telepon toko.

Membuka persewaan buku semata jadi hiburan. Lanny kini juga menjual koran bekas kiloan dan jasa pengisian pulsa telepon.

Di persewaan buku miliknya, di senja kala usianya, Lanny lebih banyak menghabiskan waktu di antara tumpukan buku yang kesepian menunggu para pembaca.