Profil
Gatot Pudjo Martono
Lulus dari sekolah penerbang TNI Angkatan Udara pada tahun 1965, nama Gatot Pudjo Martono langsung ditempatkan sebagai penerbang di Skuadron II Halim Perdanakusuma menyusul menjadi penerbang di dua tempat lain, Merpati Nusantara Airlines dan AOA Zamrud Airlines. Dianggap sukses menjadi penerbang, pria kelahiran Purworejo, Mei 1943 ini diangkat menjadi seorang Kepala Pelabuhan Udara (Kapelud) Bandara Polonia Medan pada tahun 1983.
Perlahan karir Gatot, sapaannya, mulai naik. Sebentar saja ia menjabat sebagai Kapelud, ia langsung berpindah posisi menjadi direktur operasi PT. Angkasa Pura I, perusahaan BUMN yang menaungi bandara-bandara yang ada di Indonesia. Lagi-lagi dianggap becus dengan kinerja yang mumpuni, Gatot kembali harus berpindah posisi menjadi direktur umum PT. Angkasa Pura I. Di sinilah eksistensi Gatot semakin nyata. Di tangannya, PT. Angkasa Pura I bergerak cepat. Keuntungan pada berbagai sisi dan bidang pun ikut meroket. Sebut saja dari sisi pelayanan, Gatot berhasil membawa lima bandara yang dinaunginya mendapatkan penghargaan pelayanan prima dari Menteri Perhubungan. Tak hanya pelayanan, dari sisi laba, Gatot berhasil meraup untung hingga 592 milyar saat belum setahun dia menjabat sebagai dirut pada tahun 1998.
Meski laba naik turun di tahun berikutnya, namun, pada kenyataannya Gatot dapat kembali menaikkan laba yang dihasilkan PT. Angkasa Pura I yang dipimpinnya yakni berkisar 418 milyar pada tahun 2000. Sayangnya, laba tersebut kembali anjlok lantaran selang satu tahun terdapat peristiwa bom bali yang sukses menjadikan pemasukan perusahaan yang dipimpinnya menjadi seret. Seperti yang dipaparkan, bandara Ngurah Rai merupakan bandara internasional yang sangat hidup. Bahkan, mau tidak mau PT. Angkasa Pura I (AP I) harus mengakui bahwa pemasukan terbesar berasal dari bandara Ngurah Rai tersebut. Banyak wisatawan asing maupun lokal yang menggunakan jasa penerbangan untuk singgah di pulau Dewata dan membawa keuntungan berlebih bagi AP I. Maka, ketika peristiwa bom bali tersebut, Gatot dan pihak AP I hanya bisa menggigit jari lantaran angka keuntungan yang didapatkan sangat minim.
Selama menjabat sebagai dirut hingga tahun 2003, Gatot dikenal sebagai sosok yang enjoy dalam melaksanakan tugas. Sehingga, ia mengaku bahwa dengan enjoy dalam bekerja maka pekerjaan akan terasa ringan. Dalam kepemimpinannya, Gatot berhasil membawa tiga bandara internasional yang dapat meraup untung besar; yakni bandara Ngurah Rai, Juanda, dan Hasanuddin.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan