Berapa Nilai Sepeser dan Setali dalam Peribahasa Setali Tiga Uang?

Merdeka.com - "Aku tak punya uang sepeser pun." Kalimat seperti ini cukup sering ditemukan di berbagai tulisan atau tontonan di televisi. Hampir semua orang paham artinya adalah tak memiliki uang sama sekali. Namun, masih banyakkah orang yang mengingat arti sesungguhnya sepeser?
Kaum milenial yang lahir di tahun 80-an hingga awal 90-an tentu tak memiliki memori khusus tentang peser. Begitu juga dengan generasi Z yang barangkali lebih sering menemukan kata tersebut dalam artikel online. Pasalnya, peser adalah nilai uang logam yang diperkenalkan pada zaman penjajahan Belanda.
Jadi, apa arti peser yang sering digunakan untuk menggambarkan isi dompet kosong melompong itu? Berikut ini penjelasan singkatnya.
Peser, Uang Logam Terendah pada Zaman Penjajahan
Menurut keterangan di NGC Coin, Indonesia pada masa kolonial menggunakan mata uang gulden Hindia-Belanda (Nederlands-Indische gulden). Bahasa Melayu menerjemahkannya sebagai Roepiah Hindia-Belanda.
Orang-orang Indonesia pada zaman itu sempat mengenal goweng sebagai mata uang terendah. Nilainya sama dengan 0,25 sen. Mata uang ini kemudian digantikan peser.
Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI), peser berarti "uang tembaga yang bernilai setengah sen zaman Belanda" yang juga disebut dengan istilah rimis. Sementara arti goweng di KBBI tak ditemukan.
Peser dalam bahasa Belanda disebut halfje yang berarti 'setengah'. Mata uang ini diperkenalkan pada tahun 1856 dan terakhir digunakan pada 1945.
Tali dalam Setali Tiga Uang
Setelah membahas tentang peser, mari beralih ke kata 'tali' dalam peribahasa "Setali tiga uang." Kiasan ini diartikan 'sama saja' atau 'tidak ada bedanya'.
Sementara itu, tali yang digunakan dalam peribahasa tersebut diartikan KBBI sebagai "nilai mata uang yang setara dengan 25 sen."
Tali atau kadang disebut talen juga termasuk mata uang gulden Hindia-Belanda. Nilai mata uang ini disebut kwartje (seperempat) dalam bahasa Belanda. Maksudnya adalah seperempat gulden atau seperempat rupiah. Mata uang ini mulai digunakan sejak tahun 1826—1834.
Pada zaman dahulu, tak jarang orang membayar nilai setali dengan dua keping uang ketip (10 sen) dan satu kelip (5 sen). Jadi, tiga keping uang ketip dan kelip memang benar-benar senilai dengan setali.
Nilai-Nilai Uang Logam Hindia-Belanda yang Pernah Beredar
Uang logam pada era Hindia-Belanda yang cukup lama digunakan antara lain peser (0,5 sen) sen, gobang atau benggol (2,5 sen), seteng (3,5 sen), kelip (5 sen), ketip (10 sen), uang (8,3 sen), picis (10 sen), tali (25 sen), suku (50 sen), perak (100 sen atau 1 rupiah), kupang (1,25 rupiah), ringgit (2,5 rupiah, dan ukon (1000 sen atau 10 rupiah). Ada juga duit yang menurut KBBI berarti "mata uang tembaga zaman dahulu (120 duit = satu rupiah).
Menurut buku Perkembangan Uang dalam Sejarah Indonesia karya Salman Alrosyid, uang sen terakhir dicetak tahun 1961. Tepatnya mata uang logam dengan nilai 50 sen.
Setelah 1961, sen tak lagi digunakan akibat inflasi yang tinggi. Walaupun begitu, setidaknya generasi yang lahir di tahun 60-an masih mengenal ketip dan kelip. Mereka yang lahir di awal tahun 70-an mungkin masih sempat 'berkenalan' dengan uang ringgit.
(mdk/tsr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya