Profil
Hikmahanto Juwana
Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D adalah seorang Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia. Hikmahanto yang mempunyai nama kecil Gihik lahir di Jakarta, 23 November 1965.
Ayahnya yang bernama Juwana adalah seorang duta besar, oleh karena itu tidak heran jika Hikmahanto sudah fasih berbahasa Inggris. Selulus SMA pada tahun 1987, Hikmahanto memutuskan untuk mendalami ilmu hukum dengan mendaftar ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Setelah menyelesaikan studinya hingga jenjang strata 1, Hikmahanto sempat bekerja di sebuah kantor pengacara. Namun ini tidak berlangsung lama. Hikmahanto memutuskan berhenti dari pekerjaannya setelah hatinya bergejolak melihat dan mengalami berbagai rekayasa dalam hukum.
Permainan uang yang menguasai penegakan hukum di Tanah Air dianggapnya sangat melecehkan hati nurani sekaligus sangat membodohkan. Keprihatinannya itu kemudian mempengaruhi perjalanan karir Hikmahanto.
Setelah berhenti dari pekerjaannya, Hikmahanto memilih kembali ke bangku kuliah untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Dia kemudian berangkat ke Jepang untuk mengambil kuliah pascasarjana di Keio University, Jepang.
Pada tahun 1992, ia pun meraih Master of Law (LL.M) dari negeri bunga sakura tersebut. Tidak selesai sampai di situ, masih di tahun yang sama, ia langsung mendaftar mengambil program S3 atau doktoral ke Universitas Indonesia.
Namun program ini kemudian tidak diselesaikannya. Ia justru mengambil program S3 ke University of Nottingham, Inggris. Pada tahun 1997, suami dari Nenden Esty Nurhayati ini pun berhasil menggondol gelar Doktor of Philosophy (PhD).
Karir putra pasangan Juwana dan Siti Aisjah ini juga terbilang gemilang di kampusnya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan prestasi Hikmahanto yang berhasil menjadi seorang profesor termuda di bidang Hukum Internasional sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) sejak tahun 2004 hingga 2008.
Dia juga pernah ditunjuk untuk menjadi Pembantu Asisten Urusan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada Asisten Menko Ekuin III, Kantor Menko Ekuin pada bulan Agustus 1999 hingga bulan Juli 2000. Kemudian pada Juli 2000 hingga Februari 2001, ia dipercaya untuk menjabat sebagai Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Hukum dan Kelembagaan.
Dalam bidang tulis menulis, karya ilmiahnya sudah tersebar di berbagai seminar, jurnal, maupun buku-buku. Berbagai publikasi telah diterbitkan baik di dalam maupun di luar negeri.
Di antaranya: Tinjauan Hukum Organisasi Internasional terhadap Perbedaan Status Subsidiary Organs dan Specialized Agencies Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dampak dari Konflik Perdagangan antara Amerika Serikat dan Jepang terhadap Tatanan Perdagangan Internasional (analisis hukum berdasarkan kesepakatan GATT/WTO), Konflik Kepentingan Ekonomi Internasional serta Tantangan Pendidikan Hukum Nasional dalam Dunia Global, dan Masalah Kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Beberapa tulisannya juga dipublikasikan di luar negeri, antara lain: Nihon To Indonesia Horitsu no Manabika (dalam bahasa Jepang). Kemudian, Intellectual Property Protraction in Asia-Indonesia.
Pada pertengahan tahun 2010, saat digelar seleksi Ketua KPK untuk mengisi kursi kosong yang sebelumnya diduduki Antasari, Forum Rektor Indonesia sempat mengusulkan Hikmahanto. Namun mantan anggota Tim 8 ini urung mencalonkan diri karena masa jabatan ketua terpilih itu nantinya hanya satu tahun. Dengan masa jabatan sesingkat itu, ia merasa tidak akan bisa berbuat apa-apa. Lain halnya jika untuk masa 4 tahun, ia baru merasa dapat melaksanakan misinya yakni agar KPK memfokuskan diri pada supervisi institusi hukum dalam memberantas korupsi.
Belakangan, posisi itu akhirnya diisi oleh seorang advokat muda kelahiran Makassar, Abraham Samad. Walau sudah meraih prestasi sedemikian rupa, pria rendah hati ini tidak pernah melupakan jasa orang-orang yang berperan dalam keberhasilannya. Di antara sekian banyak orang yang dianggap berperan itu, kedua orangtuanyalah yang dianggapnya sangat menentukan keberhasilannya.
Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh