Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Asal Usul Tiban, Ritual Minta Hujan di Kediri

Asal Usul Tiban, Ritual Minta Hujan di Kediri Kesenian Tiban di Kediri. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Tiban merupakan rangkaian upacara ritual sakral, bertujuan untuk meminta hujan ketika kemarau panjang. Dalam perkembangannya, Tiban berubah menjadi sebuah kesenian pertunjukan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri menetapkan kesenian Tiban sebagai budaya khas Kabupaten Kediri.

"Di wilayah Kabupaten Kediri ada beberapa desa yang melestarikan kesenian Tiban ini selain di Purwokerto. Yakni kesenian Tiban di Desa Jambean, Kecamatan Kras dan Desa Surat Kecamatan Mojo," kata anggota Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4) yang membidangi tari dan jaranan, Dekky Susanto, Rabu (2/3).

Dalam kesenian Tiban, pemain disambar dengan cemeti yang terbuat dari lidi aren. Setelah berlangsung, pemain mengalami luka berdarah dan kulit mengelupas. Setelah dilumuri ramuan dari pawang, tidak lama luka mengering.

Ketua DK4 Imam Mubarok mengharapkan kesenian Tiban yang sudah menyebar, selayaknya didaftarkan menjadi HAKI Pemkab Kediri.

Kesenian Tiban sempat mengalami kemunduran. Tetapi saat ini, kesenian Tiban mulai diminati kembali. Kesenian Tiban diharapkan bisa menjadi muatan pelajaran di sekolah dasar Kediri sebagai apresiasi terhadap budaya lokal.

Pertunjukan kesenian Tiban dari awal hingga sekarang mengalami berbagai perubahan. Tiban awalnya digelar dan menjadi kesenian rakyat yang disertai arak-arakan. Ada sesaji dan doa. Untuk sesaji disiapkan oleh kaum perempuan, dan doa dihaturkan oleh dhanyang desa untuk mendatangkan hujan.

Sedangkan tempat dan waktu, dilaksanakan pada saat kemarau panjang dan di halaman luas atau persawahan. Pada bentuk pertunjukan, terdapat arak-arakan yang hanya diikuti oleh pemain Tiban, sesepuh desa, pladhang dan pembawa sesaji.

Sejarah kemunculan Tiban secara turun temurun menjadi cerita rakyat dan dimulai masa Kerajaan Kadiri. Berkuasa seorang raja yang otoriter, sang raja ingin disebut dewa, dia adalah Raja Dandang Gendis atau Kertajaya dengan nama Kerajaan Katang Katang.

Sang Raja menuntut rakyat menurut perintahnya dan membuat ketakutan. Wilayah kerajaan Kediri mempunyai empat kademangan yaitu, Kademangan Ngimbang, Megalamat, Jimbun dan Ceker.

Sebelum diperintah raja yang otoriter keadaan masyarakat makmur, segala masalah diselesaikan secara gotong royong. Masyarakat yang lebih dahulu panen membagi kepada para tetangga. Namun setelah Kertajaya berkuasa, keadaan berubah.

Kerajaan yang semula dalam keadaan makmur, lumbung-lumbung desa penuh padi berangsur-angsur menipis cenderung habis.

Hal ini terjadi karena kemarau berlangsung sangat panjang. Para petani menganggur karena sawahnya tidak dapat diolah, sungai-sungai mengering. Musim kemarau seakan-akan tidak ada selesainya.

Segala upaya sudah diusahakan untuk mendapatkan air, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengairan, yang didapat hanya sebatas kebutuhan minum dan kebutuhan dapur.

Kemudian diceritakan, Raja Kertajaya yang menganggap sebagai dewa akhirnya mampu dikalahkan oleh Ken Arok, pendiri Kerajaan Tumapel.

Untuk itu para demang bermusyawarah dengan para pinisepuh, beberapa usul, saran dan pendapat, untuk menebus 'kutukan' kekeringan tersebut. Rakyat Ngimbang dengan sisa hartanya sedikit diberikan untuk digunakan sebagai syarat pelaksanaan upacara adat.

Bagi yang masih mempunyai padi dimohon memberikan seikat, dan bagi yang memiliki lembu membawa pecutnya sebagai lambang kekayaannya.

Setelah semua siap, kemudian rakyat berkomunikasi dengan kekuatan supranatural. Memohon pengampun kepada kekuatan yang lebih tinggi.

Selanjutnya sebagai ritualnya, masyarakat menyiksa diri dan berjemur di panas terik. Sarana ini dirasa belum dapat berkomunikasi dengan kekuatan supernatural, maka penyiksaan diri tersebut lebih dipertajam dengan menggunakan pecut yang terbuat dari sodo aren (lidi dari tumbuhan berbuah kolang-kaling atau pohonnya menghasilkan ijuk).

Proses ritualnya di antara para peserta upacara tradisi ini saling mencambuk secara bergiliran. Sudah barang tentu dalam permainan ini banyak cucuran darah, karena kekhusukannya maka segala yang diderita tidak terasa.

Dalam suasana ini kemudian turun hujan yang tidak pada musimnya. Hujan yang semacam inilah yang disebut hujan Tiban. Kegembiraan rakyat Ngimbang beserta pinisepuh tidak dapat digambarkan, bersyukur atas hujan yang turun.

Demikian kejadian itu yang kemudian upacara tersebut dinamakan Tiban, dan diteruskan oleh masyarakat setempat secara turun temurun, penyelenggaraannya dilaksanakan pada setiap musim kemarau dan diselenggarakan di tengah persawahan sewaktu dalam keadaan kering. (mdk/cob)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengulik Makna Tari Tradisi Ketuk Tilu Asli Jabar, Ada Ronggeng 'Penghubung' Roh Leluhur
Mengulik Makna Tari Tradisi Ketuk Tilu Asli Jabar, Ada Ronggeng 'Penghubung' Roh Leluhur

Tarian tradisional Ketuk Tilu yang berasal dari Jawa Barat ini ternyata memiliki makna sangat mendalam.

Baca Selengkapnya
Menelusuri Tradisi Menahan Hujan Masyarakat Tuban untuk Mengelak Turunnya Hujan, Punya Fungsi Religius
Menelusuri Tradisi Menahan Hujan Masyarakat Tuban untuk Mengelak Turunnya Hujan, Punya Fungsi Religius

Tradisi Menahan Hujan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban.

Baca Selengkapnya
Mengenal Mandi Gading, Upacara Ritual Meminta Hujan dari Masyarakat Gunung Kerinci
Mengenal Mandi Gading, Upacara Ritual Meminta Hujan dari Masyarakat Gunung Kerinci

Bukan hanya gunungnya saja yang menyimpan misteri dan legenda, namun masyarakatnya juga memiliki ritual yang begitu unik.

Baca Selengkapnya
Mengenal Babangkongan, Tradisi Memanggil Hujan Ala Masyarakat Majalengka yang Terinspirasi dari Katak
Mengenal Babangkongan, Tradisi Memanggil Hujan Ala Masyarakat Majalengka yang Terinspirasi dari Katak

Tradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan

Baca Selengkapnya
Cara Masyarakat Karo Atasi Kekeringan saat Musim Tanam, Lakukan Ritual Tarian Pemanggil Hujan
Cara Masyarakat Karo Atasi Kekeringan saat Musim Tanam, Lakukan Ritual Tarian Pemanggil Hujan

Konon tarian ini sudah lahir sejak abad 15 saat Karo masih dikenal dengan Kerajaan Lingga.

Baca Selengkapnya
Melihat Keseruan Kirab Tebu Manten di Bantul, Tetap Berlangsung Meriah Walau Diguyur Hujan
Melihat Keseruan Kirab Tebu Manten di Bantul, Tetap Berlangsung Meriah Walau Diguyur Hujan

Acara itu rutin digelar setiap tahun sebelum musim giling tebu

Baca Selengkapnya
Intip Keunikan Gamelan Kodok Ngorek Peninggalan Sunan Kalijaga di Cirebon, Hanya Dibunyikan saat Musim Kemarau
Intip Keunikan Gamelan Kodok Ngorek Peninggalan Sunan Kalijaga di Cirebon, Hanya Dibunyikan saat Musim Kemarau

Biasanya, Sunan Kalijaga membunyikan ini saat masuk musim kemarau yang berkepanjangan.

Baca Selengkapnya
Mengulik Mantu Kucing, Tradisi Unik Memohon Turunnya Hujan saat Kemarau di Pacitan
Mengulik Mantu Kucing, Tradisi Unik Memohon Turunnya Hujan saat Kemarau di Pacitan

Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.

Baca Selengkapnya
Berawal dari Ritual Keagamaan, Tarian Khas Bengkulu Ini Kini Jadi Budaya Daerah
Berawal dari Ritual Keagamaan, Tarian Khas Bengkulu Ini Kini Jadi Budaya Daerah

Ritual ini rutin dilakukan setiap tahunnya pada bulan Muharam yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat.

Baca Selengkapnya
Uniknya Tradisi Dudus di Serang, Warga dan Pengguna Jalan Disiram Air Kembang untuk Tolak Bala
Uniknya Tradisi Dudus di Serang, Warga dan Pengguna Jalan Disiram Air Kembang untuk Tolak Bala

Tradisi warga Karundang Tengah, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten ini terbilang unik.

Baca Selengkapnya
Bakaua Adat, Festival Sambut Masa Bercocok Tanam Khas Masyarakat Minangkabau
Bakaua Adat, Festival Sambut Masa Bercocok Tanam Khas Masyarakat Minangkabau

Sebuah perayaan tradisi yang dilaksanakan rutin setiap tahun ini melibatkan seluruh petani untuk menyambut datangnya masa bercocok tanam.

Baca Selengkapnya
Ritual Adat Dayak 'Ngampar Bide'
Ritual Adat Dayak 'Ngampar Bide'

Ritual adat Dayak Ngampar Bide dalam kemeriahan Pekan Gawai Dayak

Baca Selengkapnya