Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bentrok TNI versus Laskar di Karawang: Dendam Berujung Pengkhianatan

Bentrok TNI versus Laskar di Karawang: Dendam Berujung Pengkhianatan Pasukan HMOT, dibentuk dari kekuatan laskar. Arsip Nasional Belanda©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Perjanjian Linggarjati membelah tentara dengan laskar. Dimanfaatkan militer Belanda dengan membentuk Pasukan Non Organik Sang Ratu (HMOT).

Penulis: Hendi Jo

November 1946, hasil perundingan Linggarjati secara resmi ditandatangani Belanda dan Indonesia. Menanggapi hal itu, Laskar Rakyat Djakarta Raya (LRDR), sebuah kesatuan lasykar terbesar di front timur Jakarta (termasuk Karawang-Bekasi) yang pro-Tan Malaka, menolak keras kesepakatan tersebut.

"LRDR menilai Perdana Menteri Sjahrir terlalu banyak memberi konsesi politik yang menguntungkan pihak Belanda," ujar sejarawan Roesdy Hoesein.

Tentara Republik Indonesia (TRI), yang menjadi pelaksana kebijakan-kebijakan politik Perdana Menteri Sjahrir, menganggap penolakan itu sebagai sebuah pembangkangan. Bahkan lebih jauh, TRI menuduh LRDR bernafsu menguasai wilayah timur Jakarta.

"Mereka ingin menguasai seluruh front di Bekasi, Tambun sampai Cilengsi dan Cibarusa," demikian analisa Sejarah Militer Kodam VI Siliwangi dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa.

Sejak itu, hubungan dua kubu yang awalnya cukup baik berangsur memburuk. Puncak perseteruan terjadi pada 27 November 1946 kala Komandan Resimen VI TRI Letnan Kolonel Soeroto Koento hilang tanpa jejak bersama kepala stafnya, Mayor Adel Sofyan. LRDR dituduh sebagai pelaku penculikan. Namun dengan keras LRDR menyangkalnya.

Awal Perpecahan

Pada 18 Maret 1947, Presiden Sukarno mengumumkan penyatuan nasional antara kekuatan tentara resmi dan kekuatan laskar di bawah pimpinan Panglima Besar Letnan Jenderal Soedirman demi menghadapi agresifitas Belanda.

Di Jawa Barat, seruan itu ternyata hanya dituruti lima kelompok laskar. Yakni Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia, Barisan Banteng Republik Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, Lasjkar Boeroeh, dan Markas Poesat Hizboellah Sabilillah. Di bawah koordinasi Divisi Siliwangi, mereka membentuk Detasemen Gerak Tjepat bagi Badan Perjuangan (DGT-BP) yang berkedudukan di Karawang.

LRDR menolak bergabung dalam DGT-BP. Bagi mereka, gagasan untuk ditempatkan di bawah Divisi Siliwangi pimpinan Kolonel A.H.Nasution merupakan situasi yang sangat dihindari,

"Meskipun hanya formalitas, itu merupakan gagasan yang mengerikan, mengingat reputasi Nasution sebagai tukang lucut," tulis sejarawan Robert Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries.

Penolakan itu membuat marah pihak TRI. Dengan dalih menghukum pelaku penculikan Soeroto Koento dan Adel Sofyan, pada 17 April 1947 mereka menghajar tanpa ampun LRDR di seluruh Karawang dan Bekasi. Akibatnya, seluruh kekuatan laskar tersebut kocar-kacir. Salah satunya adalah Batalion Cikarang yang dipimpin Panji.

Dalam kondisi kalah perang, Batalyon Cikarang mundur jauh menembus garis demarkasi hingga Klender, sebuah wilayah yang tak asing lagi bagi Panji dan sebagian anak buahnya.

"Di wilayah ini, mereka beroperasi sebagai gerombolan liar yang terus-menerus mengganggu keamanan pihak-pihak yang berkepentingan dengan Belanda," tulis Cribb.

Terbentuk Karena Dendam

Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Pada suatu hari, Panji tertangkap militer Belanda dan dipenjarakan di Cipinang lalu Bukit Duri. Sebagai seorang intel, Letnan Dua Koert Bavinck memiliki cara sendiri untuk menangani Panji dan anak buahnya.

Alih-alih mengganjarnya dengan hukuman berat, dia justru membangun suatu ikatan emosional. Dari 'curhatan' Panji dan anak buahnya, Bavinck akhirnya paham bahwa mereka menyimpan dendam yang berkarat kepada TRI.

Soal ini kemudian dilaporkan Bavinck kepada Jenderal Spoor, panglima Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) di Indonesia. Muncullah ide untuk memanfaatkan mereka. Jadilah Panji dan anak buahnya dilatih dan ditambahkan sebagai unit cadangan pada Batalyon 3-9-RI.

"Gagasan ini sangat menarik, karena dapat meminimalkan risiko gugurnya anggota wajib militer Divisi 7 Desember dalam pertempuran," tulis Cribb.

Gayung bersambut. Tanpa pikir panjang, terdorong niat menuntaskan dendam, Panji menerima tawaran Bavinck. Maka, pada awal Juni 1947, terbentuklah suatu unit pasukan yang dilengkapi senjata, seragam, dan tentu saja jaminan kesehjateraan.

"Tiga ratus anak buah Panji berhasil direkrut dalam suatu unit pasukan yang kemudian diberi nama HMOT alias Pasukan Non Organik Sang Ratu," tulis Martin Elands, Richard van Gils, dan Ben Schoenmaker dalam De Geschiedenis van Divisie ‘7 Desember 1946-1996 (Sejarah Divisi 7 Desember 1946-1996). (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP