Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah Long March Brigade Damarwulan dan Letkol Sroedji Menembus Blokade Belanda

Kisah Long March Brigade Damarwulan dan Letkol Sroedji Menembus Blokade Belanda Letnan Kolonel Mochamad Sroedji, komandan Brigade Damarwulan. koleksi Irma Devita©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Ditugaskan untuk kembali ke Jawa Timur, Letnan Kolonel Sroedji pimpin 5.000 anak buahnya menembus blokade militer Belanda.

Penulis: Hendi Jo

MINGGU, 19 Desember 1948, militer Belanda menyerang sekaligus menduduki Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia. Dalam serangan yang mereka sebut sebagai Aksi Polisional II tersebut, militer Belanda menawan Presiden Sukarno berserta sebagian besar jajarannya. Tentu saja aksi sepihak ini otomatis membatalkan semua kesepakatan yang sudah ditetapkan Indonesia-Belanda dalam Perjanjian Renville pada Januari 1948.

Begitu pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara Kerajaan Belanda membom Yogyakarta, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman langsung mengumumkan Perintah Siasat No.1. Salah satunya adalah perintah kepada kesatuan-kesatuan tentara hijrah untuk kembali lagi ke kampung halamannya dan mengadakan perlawanan semesta terhadap militer Belanda.

letnan kolonel mochamad sroedji komandan brigade damarwulankoleksi Irma Devita©2022 Merdeka.com

Keluar Masuk Hutan Hindari Belanda

Letnan Kolonel Mochammad Sroeji termasuk tentara hijrah yang kembali. Dengan memimpin sekira 5.000 anak buahnya, dia harus menembus tanah Jawa Timur guna memulai perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda kembali dari nol.

Setidaknya ada empat batalyon yang berada di bawah Letkol Sroeji: Yon 25 pimpinan Mayor Syafiuddin, Yon 26 pimpinan Mayor Magenda, Yon 27 pimpinan Letkol Abdul Rivai dan Yon Depo pimpinan Mayor Darsan Iru serta ditambah dua kompi Mobrig (Mobil Brigade) dan satu kompi (PM) Polisi Militer.

Sebagaimana dikisahkan sejarawan Irna H.N. Hadi Soewito. Rombongan Brigade III bergerak dari Jawa Tengah dengan melewati pegunungan sempit di sebelah selatan Gunung Semeru yang masih berhutan lebat. Mereka melalui Lodoyo, Binangun, Bantur, Sumber Manjing menerobos Tempursari hingga mencapai Lumajang bagian selatan.

"Pasukan ini bergerak dalam formasi siap tempur," ujar Irna dalam Rakyat Jawa Timur memepertahankan Kemerdekaan.

Sebagai komandan, Letkol Sroeji harus pandai-pandai merancang taktik dan strategi agar pasukannya bisa selamat sampai di wilayah Jember, basis Brigade III. Dia menekankan kepada pasukannya untuk menghindar sebisa mungkin bentrok dengan pasukan Belanda selama perjalanan. Selain untuk menghemat amunisi, itu perlu dilakukan supaya jumlah pasukan terjaga sacara stabil.

Namun walau bagaimana pun bentrok dengan pasukan Belanda, kerap tak bisa dihindari. Berbagai pertempuran (terutama pertempuran yang dilakukan untuk menembus penyumbatan yang dilakukan pasukan Belanda) harus mereka lakukan juga hingga menimbulkan korban berjatuhan dan banyak amunisi harus dihamburkan.

Situasi tersebut tentu saja berpengaruh terhadap kondisi pasukan yang sebelumnya sudah serba kekurangan. Kendati daya tempur Brigade III Damarwulan terbilang tinggi namun dari segi finansial, perlengkapan tempur dan logistiknya bisa dikatakan sangat minim. Hal itu terlukis dari penuturan Kolonel A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 9, saat Wakil Panglima TNI itu berjumpa langsung dengan Letkol Sroeji di Kediri pada 17 Desember 1948.

"Apakah segala sesuatu untuk memulai gerakan sudah beres?" tanya Kolonel Nasution."Sudah beres, hanya…" jawab Letkol Sroedji.

Gugur dalam Pertempuran Brutal

Nasution menyatakan, tanpa dilanjutkankan pun dirinya sudah mafhum apa yang menjadi masalah Brigade III Damarwulan. Karena kesulitan-kesulitan yang dialami Letkol Sroedji telah menjadi masalah biasa di dalam suatu pasukan yang tergabung dalam TNI kala itu.

Tapi Nasution yakin, bagi seorang Sroedji yang sudah menjadi pejuang sejak zaman Jepang hal itu tidaklah dijadikan masalah yang serius. Alih-alih menjadi penghalang, justru kondisi 'seadanya' tersebut menjadi motivasi agar tujuannya untuk kembali bisa berjuang di kampung halaman bisa terwujud.

Dan memang itu berhasil karena pada 14 Januari 1949, Brigade III Damarwulan berhasil mencapai wilayah Besuki sekaligus mengorganisir kembali perlawanan terhadap pendudukan tentara Belanda di timur Jawa.

Bahkan sejarah mencatat, tidak hanya sekedar berhasil memimpin pasukannya untuk long march, Letkol Sroedji pun kelak membuktikan bahwa dirinya adalah seorang komandan yang memiliki integritas dan memberikan teladan yang menakjubkan tentang suatu tanggungjawab.

Dalam suatu pertempuran yang sangat brutal di kawasan Mumbulsari pada 8 Februari 1949, sang overste pun gugur sebagai seorang martir bagi kemerdekaan bangsa ini. Meskipun bisa saja kala itu dia menghindar dan meminta pasukan mengawalnya menuju tempat yang aman, namun Letkol Sroedji memilih untuk memimpin anak buahnya sampai titik darah penghabisan. (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP