Mengenal Nyirib Tradisi Orang Sunda Jelang Puasa: Gotong Royong yang Bahagia
Merdeka.com - Bagi orang-orang Pasundan dahulu, menangkap ikan secara gotong royong merupakan kegembiraan tersendiri menjelang datangnya bulan puasa.
Penulis: Hendi Jo
Pada era 1980-an, orang-orang Sunda di pelosok desa masih memelihara kebiasaan unik menjelang puasa. Tiga hari sebelum munggah (sehari sebelum datangnya bulan Ramadan), mereka kerap menangkap ikan di sungai besar secara bersama-sama.
-
Bagaimana cara warga menangkap ikan? Mereka hanya diperkenankan menangkap ikan menggunakan tangan dan jaring.
-
Bagaimana orang Sunda memancing ikan dengan Marak Beunteur? Cara menjalankan tradisi ini adalah dengan berkumpul di wilayah sungai yang diprediksi memiliki ikan berlimah. Kemudian, para pemuda bersama-sama mengatur posisi batu besar untuk menutup aliran air. Saat sudah terbendung, warga kemudian membuat rute jalur air menjadi lebih kecil sehingga ikan-ikan yang lewa mudah untuk ditangkap.
-
Siapa yang suka memancing? Abu Nawas suka memancing, tapi ia tidak pernah berhasil menangkap ikan.
-
Bagaimana cara warga merayakan Pesta Nelayan Cisolok? Acara ini digelar meriah, dan sayang untuk dilewatkan karena menampilkan kearifan lokal khas Cisolok. Berikut selengkapnya. Digelar dengan karnaval Adapun acara puncak yang dilangsungkan melalui karnaval digelar mulai dari kantor Kecamatan Cisolok, lalu melintasi jalan raya hingga finish di tempat pelelangan ikan Pajagan.
-
Bagaimana nelayan menangkap Ikan Tuhuk? Biasanya, para nelayan menangkap dengan cara memancing, apabila menggunakan jaring justru meruskanya.
-
Bagaimana cara merayakan Hari Nelayan Nasional? Dalam peringatan Hari Nelayan Nasional, berbagai kegiatan dilakukan, seperti seminar, diskusi panel, kampanye penyuluhan tentang keberlanjutan perikanan, dan pemberian penghargaan kepada nelayan yang berprestasi.
Aki Ucup masih mengingat rutinitas tahunan itu sebagai kegiatan nyirib (sering juga disebut marak dan nawu). Bertempat di Sungai Cimandiri, Sukabumi, dia bersama-sama orang-orang sekampung melaksanakan kegiatan tersebut dalam suasana penuh kekeluargaan dan riang gembira.
"Dari kecil hingga dewasa, nyirib itu adalah kegiatan yang sering kami tunggu-tunggu karena selain untuk hiburan, kami pun bisa bertukar kabar tentang kondisi masing-masing dengan sesama penghuni kampung," ujar lelaki berusia 95 tahun itu.
Nuansa Gotong Royong
Tradisi nyirib memang bukan hal yang asing di desa-desa Priangan. Menurut budayawan Sunda Aan Merdeka Permana, tradisi tersebut sejatinya sudah dilakukan sejak zaman kerajaan-kerajaan Sunda berjaya. Selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari, nyirib juga dilaksanakan sebagai bentuk upaya penguatan sosial dan solidaritas di kalangan masyarakat Sunda.
"Saya pikir, aktivitas itu sesungguhnya lebih kental nuansa kegotongroyongannya," ujar Aan.
Kegiatan nyirib pada era kerajaan-kerajaan Sunda dilakukan pada setiap tutup tahun. Itu lantas berubah saat agama Islam menjadi anutan sebagian besar orang Sunda: nyirib dijalankan kala menjelang bulan ramadhan tiba. Pelaksanaan kegiatan ini pun termasuk merata. Artinya hampir sebagian besar masayarakat Sunda melakukannya, terutama mereka yang lingkungannya dekat dengan aliran sungai besar dan sedang.
Persiapan nyirib, umumnya dilakukan sejak pagi hari buta. Dimulai dengan ritual-ritual doa, para lelaki lantas mengondisikan leuwi (bagian terdalam sungai yang banyak ikannya). Caranya adalah dengan mengepung wilayah leuwi dengan batu-batu dan dedaunan serta mengalirkan air dari hulu ke hilir terjauh dengan metode dipekong (membuat beberapa saluran sungai kecil juga dengan menggunakan batu, tanah liat dan dedaunan).
Selesai pembendungan, arus air dari hulu lantasl dialihkan ke hilir terjauh, air yang tersisa di dalam bendungan lantas ditawu (dikeluarkan dengan menggunakan wadah sejenis ember) dengan melibatkan ratusan manusia. Begitu ribuan liter air sudah dikeluarkan dan keadaan sudah dianggap aman, maka pimpinan kegiatan (biasanya kepala dusun atau kepala desa) menyilakan orang-orang (termasuk anak-anak dan kaum perempuan) untuk terjun mencari ikan dengan berbagai cara.
Jelang Puasa, Semua Bahagia
R. Agus Thosin, berusia 72 tahun, termasuk orang yang masih mengalami masa-masa nyirib di wilayah Cianjur. Dia masih ingat bagaimana suka cita orang-orang sekampungnya saat melaksanakan kegiatan itu, terutama anak-anak kecil.
Dengan menggunakan berbagai jenis perangkat tradisonal untuk menangkap ikan, seperti sirib, lambit, kecrik, ayakan dan bubu) dalam tawa dan canda mereka berlomba-lomba menangkap ikan yang sudah tidak bisa lagi lari kemana-mana.
Hasil dari kegiatan nyirib ini biasanya memuaskan. Berbagai jenis ikan yang saat ini mungkin jarang ditemukan lagi, seperti senggal, tawes, udang, mujaer, gengehek, gabus, lele, kancra dan nama-nama ikan jadul lainnya berhasil mereka ambil dari sungai.
"Jumlahnya banyak sekali, sampai berkwintal-kwintal," ujar Agus.
Ikan-ikan itu lalu ditampung dalam suatu wadah yang sangat besar dan kemudian dibagi secara merata kepada semua orang kampung tak terkecuali para orang tua yang sudah tak mampu lagi terjun dalam kegiatan itu. Ketika dibagikan, lazimnya ikan-ikan itu dibungkus dengan daun pisang atau daun jati.
"Menjelang puasa, semua orang menjadi bahagia karena mereka bisa memasak ikan-ikan yang rasanya lezat luar biasa," kenang Agus.
Kini tradisi nyirib bisa dikatakan tinggal nama saja. Seiring tumbuhnya pabrik-pabrik dan maraknya perumahan di bantaran sungai-sungai, tradisi nyirib pun menghilang perlahan digerus zaman. Tak ada lagi ikan-ikan yang dibagikan secara suka cita. Alih-alih demikian, nama-nama ikan zaman dulu seperti kancra, tawes, senggal dan genggehek pun seolah telah sirna dari perbincangan anak-anak muda Priangan hari ini. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tradisi warisan nenek moyang ini masih dipertahankan oleh masyarakat nelayan Jepara.
Baca SelengkapnyaSeluruh elemen warga, baik itu anak-anak, orang dewasa, laki-laki, maupun perempuan saling berbaur turun ke sungai dan berlomba menangkap ikan.
Baca SelengkapnyaSalah satu keunikan Nyalawean adalah pelaksanaannya yakni setiap tanggal 25 di bulan tertentu kalendrer Islam
Baca SelengkapnyaDi acara ini, seluruh lapisan warga Depok tumpah ruah ke kolam ikan untuk ngubek empang.
Baca SelengkapnyaUniknya kearifan lokal ini terletak pada kegiatan membendung sungai sebelum mengambil ikan. Kemudian, cara memancingnya juga dilakukan beramai-ramai.
Baca SelengkapnyaTradisi Ngubek Empang ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan perayaan Lebaran Depok 2024.
Baca SelengkapnyaSaking serunya, tradisi Ngubyag sampai diikuti oleh warga luar kota.
Baca SelengkapnyaTradisi nadran yang dilakukan masyarakat pesisir Indramayu menyimpan makna khusus.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca SelengkapnyaMengenal Sedekah Rame, Tradisi Gotong Royong dari Melayu Lahat dalam Kegiatan Pertanian.
Baca SelengkapnyaKenalan lebih dekat dengan tradisi Papajar untuk menyambut bulan suci Ramadan ala masyarakat Sunda.
Baca SelengkapnyaNirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca Selengkapnya