Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

'Warung Siluman' dalam Peristiwa Bandung Lautan Api

'Warung Siluman' dalam Peristiwa Bandung Lautan Api Bandung mulai terbakar. IPPHOS©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Begitu ratusan ribu pengungsi mengalir dari Bandung, aksi solidaritas pun muncul di kalangan penduduk yang tinggal di sepanjang jalur pengungsian. Tidak hanya logistik, mereka pun menyediakan tempat peristirahatan sementara.

Penulis: Hendi Jo

Minggu, 24 Maret 1946. Perlahan, Bandung menjadi lautan api sejak malam itu. Ratusan ribu pengungsi mulai memenuhi jalan sepanjang ke luar kota. Di beberapa titik, terdengar ledakan dahsyat. Sekelompok pejuang masih sibuk membakar rumah-rumah dengan menggunakan dinamit buatan lokal, yang kadang tak bisa berfungsi sama sekali.

Di tengah gerimis yang terus menombaki jalanan, para pengungsi melangkah tersendat-sendat. Itu terjadi karena, selain harus membawa beban juga mereka mesti menjaga dan menghibur anak-anak kecil yang kadang selalu rewel.

"Betapa melelahkannya saat itu hingga sering kami berhenti untuk istirahat sejenak," kenang Aleh (95), eks pejuang Bandung.

Dalam keadaan gelap dan hujan tiada henti, Aleh dan kawan-kawan merasakan waktu berjalan sangat lama. Tiba-tiba, pukul 20.00 terdengar ledakan yang sangat keras dari arah timur: tanda perintah untuk membakar Bandung lebih dipercepat lagi.

"Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan granat dan molotov saja supaya lekas selesai…" ujar Aleh.

Tak Mau Dibayar

Ledakan dahsyat pun terdengar seantero Bandung. Keadaan kota marak oleh cahaya api yang memanjang dari arah barat hingga timur. Gumpalan asap putih yang bersanding dengan kepulan debu-debu berwarna hitam membumbung ke angkasa. Jalan yang semula gelap menjadi terang. Dan tampaklah iringan-iringan pengungsi bergerak menuju selatan Bandung.

"Sulit untuk dilukiskan perasaan kami saat itu, melihat tumpah darah kami menjadi lautan api. Rasanya pasti sedih…" ungkap Karman Somawidjaja dalam Hari Juang Siliwangi.

Karena lelah yang mendera, perut pun mulai keroncongan. Untuk mengatasinya, mereka memakan apa saja yang sempat mereka bawa dari rumah: nasi dicampur garam, singkong, ubi dan goreng-gorengan. Tak ada yang makan sendirian. Semuanya berbagi hingga tak beberapa lama habislah bekal makanan tersebut.

"Sempat bingung juga kami nanti makan apa, sedangkan perjalanan masih panjang," ungkap Aleh.

Beruntung rasa lapar itu tak berlangsung lama. Begitu para pejuang dan pengungsi memasuki pinggiran Bandung, mereka menemukan warung-warung yang ternyata menyediakan makanan khusus untuk selama 24 jam.

"Warung-warung yang malam buta pun tetap beroperasi itu kami sebut sebagai 'warung siluman'," kenang Mohamad Rivai dalam biografinya, Tanpa Pamrih Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Munculnya 'warung-warung siluman' itu adalah murni atas inisiatif rakyat di pinggiran kota Bandung. Awalnya mereka membangun dapur umum di setiap desa, tetapi karena dapur umum tersebut tidak mencukupi untuk menampung para pejuang dan pengungsi, maka rakyat pun membuat sejenis warung darurat secara mandiri.

Penyediaan bahan mentahnya pun dilakukan secara swadaya: memanfaatkan hasil kebun dan peternakan pribadi. Petugas-petugas warung tersebut terdiri dari para lelaki dan perempuan. Merekalah yang menyelenggarakan kebutuhan logistik para tamunya dari Bandung.

"Tak ada yang mau dibayar, semua mereka berikan secara gratis dan ikhlas…" kenang Aleh.

Menurut Haji Rusdi, salah satu koordinator warung-warung siluman itu, pos-pos logistik tersebut mendekati jumlah ribuan. Di kawasan Cibaduyut saja, kata Haji Rusdi, jumlah warung siluman mencapai angka seratus lebih.

"Sepanjang jalan Ciparay-Majalaya, saat itu dipenuhi warung-warung siluman yang diperkuat oleh ratusan pengelolanya…" ujar Haji Rusdi kepada surat kabar Minggu Buana edisi 18 Juli 1983.

Bukan hanya logistik, warung siluman pun menyediakan tempat untuk para pengungsi yang kelelahan. Ada kamar-kamar khusus dan balai-balai yang bisa sejenak mengobati rasa capek. Bilik-bilik darurat itu pun ternyata sangat berguna untuk para perempuan yang tengah menyusui bayi. Ada juga disediakan tenaga kesehatan seadanya dari para anggota laskar, seperti yang dilakukan oleh para anggota Lasjkar Wanita Indonesia (LASWI). (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP