Kejiwaan Istri Pukul Suami Stroke dengan Tongkat Masih Diobservasi

Merdeka.com - Seorang wanita inisial MFJ terekam menganiaya suaminya, HT, penderita stroke dengan tongkat. Peristiwa itu terjadi di kediaman mereka di Pantai Mutiara Blok AI No.1 Rt.008, RW 016.
MFJ sudah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di Grogol, Jakarta Barat, untuk diperiksa kejiwaannya. Sementara HT dibawa oleh keluarganya.
Pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat, membenarkan sedang dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap MFJ.
"Menurut informasi dia sudah dirawat, tetapi apa yang dilakukan dan persis apa yang dilakukan, saya belum atau tidak tahu dan usah tahu juga. Karena proses itu ada pada profesional dokter, sementara kita urusan management," kata Direktur Utama RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, Laurentius, saat ditemui merdeka.com, Jakarta, Rabu (18/12).
Dia menjelaskan, untuk mengetahui hasil tes kejiwaan terhadap seseorang, dibutuhkan waktu lebih kurang dua pekan.
"Kita diberi waktu dua minggu. Tapi kalau bisa menampilkan gejalanya udah jelas gejalanya, ya kita kan tidak membutuhkan waktu lama. Misal dua hari atau satu hari, kita sudah bisa melihat," sebutnya.
"Kita menggunakan waktu sebaik mungkinlah, kalau memang dia itu tidak berkompeten atau tidak mempunyai kemampuan dalam hal menilai realita. Jadi dia terganggu di situ, terganggu jiwanya, sehingga dia bisa dikatakan dia tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya," sambungnya.
Terkait MFJ, dia menambahkan, proses visum tidak bisa dilakukan bila penegak hukum belum meminta.
"Pengampunan ini ya harus dibuktikan dengan pemeriksaan dokter yang diputuskan oleh pengadilan. Ada juga yang tadi divisum, itu juga dimintakan oleh pihak pengadilan, pihak polisi, pihak-pihak yang berkaitan dengan hukum dan memerintahkan kepada kita untuk melakukan visum," ucapnya.
Cara Mengetahui Seseorang Gangguan Kejiwaan
Sedangkan untuk tes kejiwaan, katanya, bisa dilakukan dengan cara wawancara . Dari wawancara tersebut, nantinya bakal diketahui apakah orang itu mengalami gangguan jiwa apa tidak.
"Ini dokter kan mempunyai cara-cara untuk mengetahui, untuk menggali atau untuk melihat apakah orang tersebut mengalami gangguan jiwa. Kita juga disertai dengan test-test lain yang bisa mendukung upaya-upaya tadi. Jadi dalam hal ini diagnosa dokter itu atau keputusan dokter itu memang paling penting dibandingkan dengan hasil test," jelasnya.
Namun demikian, katanya, seseorang yang menjalani tes kejiwaan tidak bisa disimpulkan mengalami gangguan kejiwaan. "Tapi itupun ada juga mekanisme untuk kita tahu bahwa dia tidak serius dengan mengikuti tes, itu ada lagi penilaian tertentu dari komponen tes-nya tadi," tuturnya.
Untuk menjalani semua pemeriksaan tersebut, seseorang tersebut harus dirawat di RSJ sampai benar-benar adanya hasil dari pemeriksaan kejiwaan. "Sebaiknya dititipkan, karena kan kita ngawasin 24 jam. Kita tidak melihat dia begitu datang kita periksa, tapi kita amatin dia dalam waktu 24 jam. Apakah itu kita amatin langsung apa melalui CCTV, perilakunya kita nilai. Baru kita konfirmasi dengan pertanyaan-pertanyaan," ungkapnya.
Apabila seseorang tersebut terbukti mengalami gangguan jiwa, bukan berarti dia harus dikembalikan kepada pihak keluarga, meskipun ia terbebas dari jeratan hukum. Namun, ia harus menjalani perawatan di RSJ hingga kondisinya benar-benar pulih dan diterima kembali di masyarakat.
"Ya karena kan kalau dia hasil diagnosa adalah gangguan jiwa, tentu dia harus dirawat. Kalau kita pulangkan dia ke rumah, itu kan bisa terjadi kemungkinan terulangnya kejadian tadi. Sehingga memang semestinya dia dirawat," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya