4 Fakta Sejarah Kelenteng Sam Poo Kong, Simbol Keberagaman Warisan Tionghoa
Merdeka.com - Bangsa Tionghoa telah melakukan pelayaran ke seluruh dunia sejak dahulu kala. Salah satu wilayah yang dikunjungi adalah Nusantara. Kini, jejak-jejak pelayaran bangsa Tionghoa itu terekam dalam tiap kelenteng yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya adalah Kelenteng Sam Poo Kong.
Kelenteng Sam Poo Kong merupakan kelenteng yang terkenal di Semarang, bahkan di Pulau Jawa. Di dalam kelenteng itu, terdapat jejak-jejak pelayaran bangsa Tionghoa dalam mengarungi samudra. Salah satunya adalah patung Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang diyakini terbesar se-Asia Tenggara.
Berdasarkan jejak yang terekam dalam kelenteng itu, Cheng Ho merupakan seorang laksamana asal Tiongkok yang beragama Islam. Pada tahun 1416, dia “terpaksa” merapat di sebuah pelabuhan karena juru mudinya, Wang Jing Hong, menderita sakit keras. Oleh karena itulah, mereka harus menetap sementara di tempat itu.
-
Siapa yang membangun Kelenteng Sam Poo Kong? Dibangun pada abad ke-15 oleh seorang muslim Tionghoa, Laksamana Cheng Ho atau Zheng He, kelenteng ini menjadi salah satu tempat pemujaan utama bagi umat Konghucu dan Tionghoa di Semarang.
-
Dimana Sam Poo Kong? Kelenteng Sam Poo Kong juga dikenal sebagai Gedung Batu Temple yang terletak di Semarang, Jawa Tengah.
-
Kenapa Laksamana Cheng Ho ke Semarang? Alasan pendaratan itu tak lain karena seorang juru mudi kapal bernama Wang Ji Hong mengalami sakit keras.
-
Siapa yang cocok berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong? Berbagai kalangan pun bisa menikmati suasana yang ada di Klenteng Sam Po Kong. Berkunjung ke tempat ini, Anda bisa berburu spot foto yang menarik dan instagramable.
-
Kenapa Laksamana Cheng Ho mendarat di Palembang? Mengutip dari berbagai sumber, Laksamana Cheng Ho sendiri sempat tiga kali mendarat di Palembang. Lebih dari itu, ketika Palembang masih dibawah Kerajaan Sriwijaya pernah meminta tolong armada Tiongkok untuk menumpas para perampok Tiongkok Hokkian.
-
Dimana letak Kelenteng See Hien Kiong? Kelenteng See Hien Kiong ini berdiri pada 1861 dan awalnya diberi nama Kwan Im Teng sebagai penghormatan kepada Dewi Kwan Im. Keberadaan kelenteng di suatu daerah menjadi bukti jika orang-orang etnis Tionghoa bisa hidup rukun dengan masyarakat sekitar.
Lalu bagaimana ceritanya hingga kemudian Kelenteng Sam Poo Kong dibangun? Dan apa kaitannya keberadaan kelenteng itu dengan sosok Laksamana Cheng Ho? Berikut selengkapnya:
Jejak Laksamana Cheng Ho
©2018 Liputan6.com/Herman Zakharia
Saat menetap di tempat itu, mereka beristirahat pada sebuah gua batu di sebuah bukit bernama Simongan. Di sana pula Wang Jing Hong diobati hingga kondisinya berangsur membaik. Setelah Wang Jing Hong sembuh, Laksamana Cheng Ho kembali berlayar untuk melanjutkan misi perdamaian dan perdagangan. Sementara Wang Jing Hong tetap tinggal di Bukit Simongan.
Selama tinggal di sana, Wang Jing Hong berbaur dengan warga asli dan mencari nafkah dengan bercocok tanam. Singkat cerita, daerah tersebut terus berkembang dan semakin makmur. Namun, dia tak melupakan jasa pemimpin yang telah menyembuhkannya. Akhirnya dia mendirikan patung Cheng Ho di gua batu tersebut.
“Cheng Ho, walaupun dia seorang muslim tapi tidak meninggalkan kearifan lokalnya, yaitu budaya China. Jadi di daerah itu tetap didirikan kelenteng untuknya,” ujar Bagus, salah satu pengelola Kelenteng Sam Poo Kong dikutip dari Liputan6.com.
Patung Cheng Ho Terbesar di Asia Tenggara
©2016 Merdeka.com
Kelenteng Sam Poo Kong disebut-sebut sebagai kelenteng terbesar di Semarang. Tak hanya satu, kompleks itu sendiri terdiri dari beberapa kelenteng yang untuk memasukinya wisatawan terlebih dahulu melewati sebuah gerbang.
Selain Kelenteng Sam Poo Kong, di dalam kompleks itu juga terdapat Kelenteng Dewa Bumi, Kelenteng Juru Mudi, dan Kelenteng Kiai Jangkar. Selain itu, ada pula sebuah bangunan panggung dan patung Laksamana Cheng Ho.
“Patung Cheng Ho di sini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Tingginya mencapai 12 meter dan terbuat dari full perunggu. Patung ini dikirim langsung dari China dan merupakan hadiah khusus dari pemerintah China,” ungkap Bagus.
Tiket Masuk Kelenteng Sam Poo Kong
©2018 Liputan6.com/Herman Zakharia
Pengunjung yang ingin masuk ke Kelenteng Sam Poo Kong biasanya diberlakukan dua jenis tiket masuk, yaitu tiket untuk wisata dan tiket untuk sembahyang. Jika ingin berwisata, pengunjung dikenakan tarif sebesar Rp7.000 pada hari Senin-Jumat dan Rp10.000 pada hari Sabtu dan Minggu.
Sementara itu pengunjung yang ingin beribadah di tempat itu tidak dikenakan biaya alias gratis. Dalam sehari, rata-rata kelenteng itu dikunjungi 800-1.000 orang, baik itu yang ingin berwisata maupun ibadah.
“Kalau dia sudah bawa perlengkapan ibadah sendiri seperti hio, lilin, dan sebagainya, free masuk. Lalu kalau mau ibadah tapi nggak bawa apa-apa, kita wajibkan untuk beli alat ibadah dulu di sini, baru ditukar dengan free tiket di dalam,” kata Bagus.
Simbol Toleransi
©2018 Liputan6.com/Herman Zakharia
Walaupun merupakan tempat peribadatan kaum Tionghoa, namun Kelenteng Sam Poo Kong kental dengan nuansa toleransi. Menurut Bagus, semua orang bisa masuk kelenteng itu apapun agamanya.
Bahkan, tempat itu sudah menjadi destinasi utama wisata di Semarang sehingga membuat banyak pengunjung yang datang. Namun mereka tetap harus bisa menjaga dan menghormati orang-orang yang sedang sembahyang di sana.
“Yang penting saling menghormati, tidak terlalu berisik dan melakukan kegiatan positif. Karena walau bagaimanapun ini adalah tempat ibadah,” kata Bagus dikutip dari Liputan6.com pada Kamis (11/2). (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di tempat Cheng Ho berlabuh, dibangun sebuah gua dan kelenteng dengan nama Sam Poo Kong agak jejak laksamana legendaris asal China itu tidak hilang.
Baca SelengkapnyaWilayah Kelenteng Sam Poo Kong dulunya berada di pinggir laut. Kini jaraknya sekitar 7 km dari bibir pantai
Baca SelengkapnyaKelenteng ini merupakan kelenteng induk dari sembilan kelenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan Pulau Lombok.
Baca SelengkapnyaSemarang semakin memperkuat reputasinya sebagai tujuan wisata yang tak boleh terlewatkan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaDi museum ini pengunjung seakan diajak menapaki jejak masa silam kejayaan peranakan Tionghoa di Tangerang.
Baca SelengkapnyaPeradaban Tionghoa di Banyumas yang tertua berada di daerah Sokaraja
Baca SelengkapnyaPerkakas kapal itu merupakan peninggalan bangsa Portugis yang datang di awal abad ke-16.
Baca SelengkapnyaDi sela perhelatan Piala Dunia U-17 di Surabaya, ada baiknya pengunjung mendatangi Masjid Cheng Ho yang unik bernuasa Tionghoa.
Baca SelengkapnyaMasjid Cheng Ho Purbalingga baru diresmikan pada tahun 2011 setelah pembangunan yang dimulai tahun 2005.
Baca SelengkapnyaKelenteng itu dibangun pada tahun 1746. Nama “Tay Kak Sie” sendiri memiliki makna “Kuil Kesadaran Agung”.
Baca SelengkapnyaSelain sarat dengan sejarah pada zaman kolonial, Semarang kini juga kental dengan berbagai wisata berbasis edukasi.
Baca SelengkapnyaKelenteng See Hien Kiong ini berdiri pada 1861 dan awalnya diberi nama Kwan Im Teng sebagai penghormatan kepada Dewi Kwan Im.
Baca Selengkapnya