Mengenal Gambang Semarang, Kesenian Jawa-Tionghoa dengan Semangat Keberagaman

Merdeka.com - Sejak zaman dahulu kala, Semarang merupakan tempat bermukim banyak etnis, mulai dari Eropa, Melayu, Arab, dan Tionghoa. Semua budaya dari masing-masing etnis mengalami proses akulturasi di Semarang.
Proses akulturasi itu juga berlaku pada budaya Jawa dan Tionghoa. Salah satu wujud akulturasi dia budaya itu adalah kesenian Gambang Semarang.
Lalu seperti apa sejarah kesenian tersebut? Berikut selengkapnya:
Awal Mula Tercetusnya Gambang Semarang
©YouTube/SMM Yogyakarta
Dilansir dari ein-institute-org, kemunculan Gambang Semarang dilatarbelakangi oleh gagasan pentingnya Kota Semarang punya kesenian khas kota. Gagasan itu dilontarkan Lie Hoo Soen, salah satu dewan rakyat Semarang. Wali Kota Semarang waktu itu, Bossevain, setuju atas usulan tersebut. Ia menunjuk langsung Lie Hoo Soen untuk menjalankan ide itu dengan membeli seperangkat alat musik Gambang Kromong di Batavia.
Tak hanya alat musiknya, waktu itu kebetulan ada seorang pemain dan dua penyanyi Gambang Kromong yang bersedia diajak ke Semarang untuk memperkenalkan kesenian itu. Mereka adalah Pak Jayadi, Mpok Neny, dan Mpok Royom. Tugas mereka adalah melatih pemain-pemain baru yang direkrut dari orkes keroncong “Irama Indonesia”.
Perpaduan Antara Seni Lokal dan Budaya Tionghoa
©YouTube/SMM Yogyakarta
Sementara itu, ada versi lain mengenai asal usul Gambang Semarang. Disebutkan bahwa kesenian itu merupakan perpaduan antara seni lokal masyarakat Semarang dengan budaya Tionghoa.
Pada tahun 1939, ada seorang pengamen keliling di Semarang yang bermain musik dengan instrumen musik Tionghoa seperti kongahyan yana, tekhian, sukhong, krenceng, terompet kecil, alat musik gesek, dan suling. Pengamen itu juga menggunakan instrumen Jawa seperti bonang, gambang, dan gong.
Semua instrumen itu sama dengan instrumen musik yang digunakan Gambang Semarang era 1932-1960.
Pasang Surut Gambang Semarang
©YouTube/SMM Yogyakarta
Gambang Semarang pernah mengalami fase-fase sulit pada periode 1980-2000-an. Beberapa kelompok Gambang Semarang mengalami banyak masalah mulai dari kehilangan para pemain karena jarang ada regenerasi, tak ada dukungan pendanaan, dan juga minat masyarakat yang mulai menurun.
Namun sejak awal tahun 2000-an, Gambang Semarang mulai diperbincangkan secara serius. Hingga lahirlah sebuah komunitas bernama Gambang Semarang Art Company (GSAC) yang masih bergeliat sampai saat ini.
Dalam pementasannya, GSAC mengemas Gambang Semarang secara lebih modern mengikuti zaman. Penampilannya selalu memadukan lagu-lagu keroncong dan pop dalam setiap pementasan sesuai kebutuhan.
Semangat Keberagaman
©YouTube/SMM Yogyakarta
Menurut Budayawan Semarang, Djawahir Muhammad, memahami Gambang Semarang tak hanya dilakukan melalui kacamata kebudayaan, namun juga semangat keberagaman. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melestarikan Gambang Semarang sebagai kesenian multikultural yang berfungsi sebagai pemersatu dan simbol perpaduan dua elemen yang berbeda.
“Gambang Semarang hendaknya tidak dimaknai dari fungsi kesenian saja, tetapi perlu diperhatikan pula fungsi yang lebih besar yaitu fungsi pluralisme dan multikulturalisme. Seharusnya kita mampu merevitalisasi kembali fungsi tersebut,” kata Djawahir, dikutip dari ein-institute.org (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya